Kamus Penjara [4] dari "Apotek" sampai Isyarat "Jempol Ke Mulut"

Saran kepada pemerintah dan DPR, para pengguna narkoba tak perlu dipenjara. Mereka korban yang harus kita bantu. Rehabilitasi. Para bandar dan pengedar lah yang harus dihukum berat.

Selasa, 12 Mei 2020 | 06:12 WIB
0
454
Kamus Penjara [4] dari "Apotek" sampai Isyarat "Jempol Ke Mulut"
Ilustrasi tahanan (Foto: asiatoday.id)

Kepala BNN Komjen Heru Winarko geram dengan peredaran narkoba di Indonesia. Dan dia makin kesal karena tahu 90% narkoba di Indonesia dikendalikan dari dalam Lapas. Tentu Komjen Heru tak asal bicara. BNN dilengkapi teknologi canggih untuk membongkar jaringan narkoba. Bahkan belum lama Kepala Lapas Kalianda, Lampung, mereka tangkap karena terlibat peredaran barang haram ini.

Terus terang saya bersyukur Pemerintah pekan lalu mengangkat Inspektur Jenderal Polisi Reiynhard Silitonga, polisi berbintang dua, sebagai Dirjen Lapas yang baru. Dibutuhkan keberanian untuk memberangus narkoba di penjara.

Saya doakan Dirjen Lapas yang baru sukses mengemban tugas yang tak ringan ini. Aamiin. Dan jika diminta, saya siap memberi masukan ke Pak Dirjen cara mengatasi narkoba di panjara. Gratis, tak perlu bayar saya

Berikut beberapa istilah yang saya dapat selama 'nyantri' di Penjara Cipinang.

Apotek: saat pertama kali masuk LP Cipinang pada 8 Mei 2018, seorang Napi langsung bercerita tentang keberadaan 'apotek' di penjara. "'Kita bisa beli obat diare di apotek?" Ujar saya, lugu. Dia langsung tertawa terbahak-bahak.

Dia menjelaskan 'apotek' adalah istilah untuk lapak tempat penjualan narkoba. Hasil pengamatan saya selama di penjara, di setiap blok ada apotek. Bahkan ada beberapa blok yang memiliki apotek lebih dari satu.

Mengapa ini terjadi? Saya kira masalahnya kompleks. Saya tak menyalahkan petugas yang serba terbatas. Baik jumlah, maupun peralatannya. Faktanya penjara Cipinang kelebihan beban hingga 400% dari kapasitas. Dan 80% penghuni LP Cipinang terkait kasus narkoba. Sehingga secara teoritis ada demand yang sangat besar di sana. Hukum pasar berlaku. Ada bandar besar. Saya cuma mendengar rumor tentang orangnya, tapi tentu tak bisa membuktikan.

Jempol ke Mulut: Saya sesekali melihat napi memberi kode ke napi lain berupa tangan digenggam, dan jempol didekatkan ke mulut. Tadinya saya tak paham maksudnya. Lama-lama saya mengerti itu kode ajakan untuk mengkonsumsi sabu.

Ya, sabu adalah narkoba yang marak di penjara [cipinang]. Saya tak pernah mendengar ada narkoba jenis lain, misal ganja. Mungkin karena aromanya sangat menyengat sehingga mudah diketahui. Harga sabu-sabu di Penjara Cipinang terbilang sangat murah. Ada yang cerita kepada saya bahwa di apotek tersedia paket 50 ribu rupiah, untuk tiga kali sedot.

Barkos: ini istilah untuk situasi kesulitan pasokan. Barkos singkatan dari 'barang kosong', artinya para apotek kehabisan barang dagangannya.

Saya ingat, setelah serah terima jabatan Kalapas, sempat terjadi barkos selama sepekan. Mungkin karena memang 80% penghuni adalah napi terkait narkoba, sehingga banyak yang 'sakaw'. Akibatnya terjadi ketegangan. Bahkan terjadi keributan antar napi. [Saya ingat keributan itu melibatkan dua kelompok etnis napi]

Sapir: ini singkatan dari 'sabu piring'. Menurut sejumlah napi, fenomena ini hanya ada di penjara. Di luar penjara tak ada. Jadi, air residu bong dari apotek dijual ke napi yang bokek, tapi sakaw. Air itu sebetulnya sampah. Di luar penjara tak bernilai. Tapi di penjara dibeli seharga 10 ribu rupiah.

Nah, di sini 'kreativitas' para napi timbul. Mereka letakan di atas piring, kemudian diproses menjadi serbuk sabu baru. [Maaf, teknisnya tak akan saya tuliskan secara detil. Saya khawatir akan ditiru anak-anak di luar penjara].

Para napi berkumpul mengolah sapir ini hanya di malam hari. Saat tak ada petugas yang melihat. Saya biasa keluar sel untuk jalan ke musholla, salat tahajud. Sambil menuju musholla saya hampir selalu melihat anak-anak yang asyik mengolah sapir di lorong. Tak ada yang bisa saya lakukan saat itu.

1 G: Ini berarti 1 gram sabu-sabu. Saya sempat investigasi kalkulasi bisnis sabu-sabu di apotek. Tiap 1 G itu mereka beli dari bandar sebesar 800 ribu - 1 juta.

Saya bukan pemakai, tak tahu itu kualitas apa. Mereka bilang kualitas yang tak terlalu bagus. Tapi tetap laris di penjara. Nah, mereka ambil barang di bandar tanpa bayar di depan. Bayarnya setelah laku semua. Tiap 1 G itu konon bisa mereka 'cak' jadi 15 paket kecil seharga seratus ribu Jadi, tiap satu gram mereka bisa untung hingga 90%. Pernah iseng saya tanya, "Wah, cepat kaya dong?". Jawabnya tak terduga. "Enggak juga Pak. Uang setan dimakan jin," katanya.

Soal narkoba di Penjara [Cipinang] sudah menjadi rahasia umum. Bahkan para penceramah di masjid, yang juga para napi, kerap mengingatkan jamaah untuk menjauhi apotek. "Jangan ada jamaah yang doyan ke apotek yak. Bilangin temen yang lain," ujar seorang sesepuh masjid dengan logat Betawi yang kental.

Kalau boleh memberi saran kepada pemerintah dan DPR, ke depan para pengguna narkoba tak perlu dipenjara. Mereka korban yang harus kita bantu. Rehabilitasi. Para bandar dan pengedar lah yang harus dihukum berat. Kalau perlu para bandar wajib didorrr oleh regu tembak. Selesai.

***