Kemenkes dan BPJS Kesehatan nampaknya gagal membangun kesadaran publik tentang prinsip-prinsip asuransi sosial yang kita anut saat ini: gotong royong, nirlaba, terbuka, wajib dll
Presiden Joko Widodo lewat Perpres No 64/2020 kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan, setelah Januari 2020 lalu Mahkamah Agung membatalkan Perpres sebelumnya. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 1 dan 2 mulai Juli 2020 ini memerlukan penjelasan yang pas agar tidak disalahpahami.
Tanpa penjelasan dan narasi yang pas, maka yang akan muncul adalah sumpah serapah seperti status Facebook di bawah ini:
Berikut ini penjelasan Direktur Eksekutif Perkumpulan PRAKARSA, Ah Maftuchan: Jumlah peserta BPJS Kesehatan (31 Desember 2019) 224,149 juta terdiri dari:
1) penerima bantuan iuran (PBI) 96,5 juta peserta;
2) pekerja bukan penerima upah (mandiri) 30,2 juta peserta;
3) pekerja penerima upah 17,6 juta peserta;
4) bukan pekerja 5 juta peserta.
— Artinya, ada 96,5 juta warga miskin dan tidak mampu yang iurannya ditanggung pemerintah!
— Artinya, narasi bahwa kenaikan iuran adalah anti-rakyat kecil itu tidak tepat! — Jika narasi yang dibangun bahwa kenaikan iuran tidak memihak kelas menengah-atas ada benarnya. Masyarakat perlu memahami bahwa defisit BPJS Kesehatan setiap tahun terus membengkak hingga Triliunan rupiah.
— Selain itu JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah asuransi sosial dengan prinsip gotong royong, maka yang kaya menolong yang miskin/kurang mampu dan yang sehat menolong yang sakit...
Kemenkes dan BPJS Kesehatan nampaknya gagal membangun kesadaran publik tentang prinsip-prinsip asuransi sosial yang kita anut saat ini: gotong royong, nirlaba, terbuka, wajib dll...
Bisa kita track sejak zaman PT Askes (Persero).. Secara mental kesadaran, pengambil kebijakan di BPJS Kesehatan masih seperti era Askes dulu, di mana Askes adalah perseroan dan making profit....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews