Mungkin kita masih sok-sokan memberi label diri pada sumbangan yang kita berikan, meski sebenarnya kebermanfaatan sumbangan kita tidak begitu terasa.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita bisa sampai pada malam dua puluh satu. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.
Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.
Kita mengenal almarhum Didi Kempot, The Godfather of Broken Heart, sebagai maestro campursari. Kita mengenal beliau dari ribuan lagu yang beliau ciptakan, yang membuat kita bisa menikmati kesedihan dan kegalauan patah hati dengan berjoget. Kita mengenal beliau sebagai seniman kenamaan, tampil di mana-mana, kondang hingga Suriname.
Hingga ketika beliau meninggal kurang lebih seminggu yang lalu, kita mengetahui sisi lain beliau. Beliau-lah yang membangun masjid di kampung tempat tinggal beliau. Beliau berencana untuk umroh apabila pandemi telah berakhir. Beliau mengumpulkan donasi miliaran yang disalurkan untuk penanganan pandemi COVID-19, tanpa menikmati sepeser pun dari itu. Semua amalan beliau baru kita ketahui setelah meninggalnya beliau.
Kita mengenal almarhum Nukman Luthfie sebagai pakar internet. Beliau mengembangkan Detik, dan berhasil mengembangkan digital marketing di berbagai bidang. Keahlian beliau dalam bermedia sosial secara sehat dan produktif membuat beliau dijuluki Bapak Medsos Indonesia.
Saat beliau meninggal, banyak cerita bermunculan mengenai kebaikan hati beliau. Bagaimana beliau berkata “Ambillah seperlunya,” sambil menyerahkan kartu ATM kepada kawan beliau yang kesulitan ekonomi, dan saat dicek, rekening tersebut isinya sangat banyak. Bagaimana beliau memberikan mobil pada seorang kawan baik, dengan dalih ‘meminjamkan’.
Beliau-beliau ini adalah salah satu contoh orang-orang yang dikenal karena hal yang hebat, namun saat meninggal, barulah kita tahu sisi lain yang lebih hebat. Amalan-amalan yang dilakukan, kebaikan-kebaikan yang bermakna, religiusitas, baru ketahuan setelah meninggal. Semasa hidup hal-hal tersebut tidak pernah ditampakkan terang-terangan.
Ini yang disebut dengan keikhlasan. Beramal tanpa perlu ditunjukkan kepada orang banyak, sekalipun untuk memotivasi orang lain melakukan amalan yang sama. Benar-benar beramal tanpa berhitung, entah berhitung ekonomi maupun berhitung ketenaran. Tidak perlu menempel stiker foto diri di bantuan yang diberikan, tidak memajang foto di media sosial saat melakukan kegiatan amal itu, atau semacamnya.
Sementara diri kita, bisa jadi dalam memasukkan uang dalam kotak amal di masjid, kita berharap ada orang yang melihat sedikit wujud uang yang kita masukkan ke dalamnya. Rasa ujub kita masih ‘stonks’ ketika mendengar nama kita disebut dalam daftar donatur masjid dengan nominal yang mungkin tidak ada sepersepuluh dari total sumbangan yang masuk. Mungkin kita masih sok-sokan memberi label diri pada sumbangan yang kita berikan, meski sebenarnya kebermanfaatan sumbangan kita tidak begitu terasa.
Ya Allah, lindungilah kami dari sifat riya’ saat beramal. Jadikanlah kami orang-orang yang dapat mengambil pelajaran dari beliau-beliau yang telah mengamalkan ikhlas sepenuh hati.
Wallahu a’lam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews