Keterlaluan, Orang Hidup Tolak Jenazah Korban Covid-19

Orang yang meninggal bukan di medan perang termasuk jenis syahid yang tetap diperlakukan seperti biasanya, yakni dimandikan, dikafankan (khusus positif COVID-19

Jumat, 3 April 2020 | 20:00 WIB
0
314
Keterlaluan, Orang Hidup Tolak Jenazah Korban Covid-19
Pemakaman korban covid-19 (Foto: tribunnews.com)

Sejumlah masyarakat di beberapa daerah terindikasi menolak pemakaman jenazah positif Covid-19. Aksi tersebut tentu saja mengundang keprihatinan bersama karena yang akan dikuburkan adalah saudara sebangsanya. Warga pun diimbau untuk tidak menolak jenazah korban Covid-19 karena pemakaman tersebut telah sesuai standar operasional dan Virus Corona telah ikut mati bersama sang jenazah. 

Kekhawatiran warga terhadap kepulangan jenazah positif Corona di sebuah daerah baru-baru ini dirasa berlebihan. Disebutkan warga menolak keras jika jenazah yang akan dimakamkan di daerah itu. Bahkan, gubernur Ganjar Pranowo melalui akun instagramnya turut meminta agar warga menerima jenazah tersebut. Beliau sempat menanyakan pada beberapa pakar jika telah diterapkan sesuai SOP semua akan baik-baik saja.

Kendati virus ini telah membunuh ribuan orang diseluruh dunia, namun tak serta Merta kemudian memperlakukan jenazah seperti itu. Kemungkinan pemahaman akan virus Corona yang mereka ketahui masih minim. Sehingga, bisa saja mereka menelan mentah-mentah segala informasi yang beredar. Terutama di jejaring sosial.

Di media sosial memang begitu ramai terkait wabah yang tengah melanda negeri. Sayangnya, informasi tentang kematian pasien positif Covid-19 sering dibumbui oleh berita yang tidak benar. Dan justru membuat warga takut, padahal menyebar konten hoax itu ada hukumnya.

Terkait hal ini, Spesialis Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Universitas Indonesia, Dokter Budiman Bela menyatakan. Bahwa jenazah yang diperlakukan sesuai SOP dan dibungkus rapat dengan body bag plastik tidak perlu dikhawatirkan lagi. Karena virus tersebut akan ikut mati bersama jenazah yang membusuk. Yang paling penting, pembungkus jenazah tak perlu dibuka.

Hal ini untuk menghindari adanya percikan Cairan yang mungkin saja keluar dari tubuh si jenazah. Yang berpotensi menularkan virus Corona. Disamping itu, ada sejumlah anjuran untuk tidak perlu ikut melayat.

Sejalan dengan pernyataan dokter-dokter lainnya, Keterangan Direktur RS Sulianti Saroso, Mohammad syahril yang menegaskan jika virus Covid-19 bakal ikut mati bersama si jenazah. Pasalnya, virus tak mungkin hidup pada inang (tubuh) yang telah mati.

Berkenaan dengan hal tersebut, banyak pula literatur yang menerangkan jika jenazah positif Corona tergolong kepada mati syahid. Hal ini diperkuat oleh Imam An-Nawawi yang telah mengutip pandangan ulama bahwa mereka semua itu meninggal dengan segala penderitaan dan kepedihan menahan sakit yang begitu hebat. Sehingga mendapat derajat syahadah atau yang disebut mati syahid.

Derajat mati syahid ini bisa dikategorikan menjadi beberapa jenis. Salah satunya ialah kematian akibat suatu wabah penyakit. Bahkan, dalam sejumlah hadist turut disebutkan, jika orang yang mati akibat tha'un (wabah penyakit) dapat digolongkan menjadi mati syahid. Dengan demikian, tentunya keluarga tak perlu dikucilkan, atau menanggung malu. Mereka ini termasuk dalam orang-orang yang diberikan kedudukan, tahu kan mati syahid itu derajatnya sangat bagus? Jadi, suatu kesalahpahaman Jika kemudian jenazah-jenazah positif COVID-19 wajib dikucilkan hingga ditolak.

Sebagai informasi, ditilik dari jenis perlakuan jenazah, ulama telah membagi dua golongan syahid, yakni orang yang gugur di medan perang beserta orang yang meninggal bukan di medan peperangan.

Orang yang gugur di medan perang ini merupakan jenis syahid yang tidak dimandikan maupun dishalatkan sebagaimana sahabat yang telah gugur di zaman Rasulullah. Sementara, orang yang meninggal bukan di medan perang termasuk jenis syahid yang tetap diperlakukan seperti biasanya, yakni dimandikan, dikafankan (khusus positif COVID-19, body bags plastik guna mencegah penularan sementara dan jika diperlukan), kemudian juga dishalatkan.

Pemahaman akan COVID-19 lebih matang nyatanya memang diperlukan. Apalagi dalam menyikapi korban meninggal akibat virus ini. Meski terkesan sepele, hal demikian bakal menimbulkan masalah yang cukup besar seperti yang terjadi di daerah tersebut diatas. Minimnya pemahaman makin diperparah oleh konten-konten hoax yang menyesatkan. Para pengguna jejaring sosial terlalu percaya pada apa yang diposting. Mereka enggan mengecek terlebih dahulu, benar atau tidak berita yang tengah ramai beredar.

Padahal, anjuran-anjuran serta sosialisasi pemerintah terkait virus ini sudah sedemikian gencar, lho. Lha kok masih saja ada yang berpikiran kolot semacam itu. Mirisnya berita berita hoax yang disebarkan jumlahnya ribuan atau bisa jadi lebih banyak. Nah, masih ingin jadi korban hoax? mari lebih bijak menyaring segala informasi!

***