Saya tahu kapasitas otak Nadiem Makarim juga sangat besar. Tapi persoalan kurikulum yang harus direformasi besar-besaran ini bisa membuat otak besarnya itu kian bertambah besar.
Reformasi besar-besaran. Di bidang kurikulum pendidikan.
Itulah instruksi Presiden Joko Widodo. Kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Kemarin.
Kata 'reformasi' saja sudah sangat ekstrem. Apalagi ditambah kata 'besar-besaran'.
Saking hebatnya perombakan itu nanti sampai saya tidak bisa membayangkan: betapa dahsyatnya.
Kurikulum memang menjadi perhatian Pak Jokowi. Sejak menjadi presiden yang pertama.
Waktu itu kurikulum 'K-13' baru diterapkan. Baru tiga tahun. Berarti baru kelas satu sampai kelas tiga yang sudah merasakan 'K-13'.
'K-13' langsung dibatalkan. Pembatalannya pun di tengah tahun ajaran. Tidak menunggu tutup tahun.
Itu terjadi di awal masa pemerintahan pertama beliau. Masih bulan Desember. Ketika beliau baru dua bulan berada di istana.
Waktu itu Mendikbud-nya Prof. Dr. Anies Baswedan. Tidak sampai terjadi kehebohan. Batal begitu saja. Diterima begitu saja.
Dua tahun kemudian Anies Baswedan diganti.
Menteri yang baru, Prof. Dr. Muhadjir Effendi membatalkan kurikulum masa Anies. Untuk dikembalikan ke 'K-13'. Dengan sedikit penyesuaian.
Juga tidak ada kehebohan. Masyarakat sudah pasrah --kelihatannya.
Sejak instruksi Jumat kemarin itu nasib kurikulum apa pun menjadi tidak relevan lagi. Harus direformasi. Besar-besaran.
Masih ada tambahan: harus melibatkan teknologi. Harus fleksible. Bisa dengan cepat menyesuaikan dengan perkembangan. Terutama kecepatan perubahan teknologi.
Pokoknya, hebatlah.
Akankah kali ini juga akan diterima begitu saja?
Kali ini bisa akan ramai. Akan heboh.
Atau ya adem-ayem saja. Diterima saja. Apa pun jadinya nanti.
Di Indonesia ini begitu banyak ahli kurikulum. Begitu banyak aliran kurikulum. Masing-masing dengan teori pembenarannya.
Saya, tentu, tidak ahli kurikulum.
Maka saya tidak perlu dilibatkan. Juga tidak perlu berkomentar. Kian banyak yang dilibatkan kian ruwet.
Kurikulum adalah sarana untuk mencetak manusia masa depan. Lewat pembelajaran di usia dini seorang manusia.
Maka pertanyaan utama adalah: manusia seperti apa yang diinginkan di masa depan?
Manusia yang pandai?
Atau manusia yang berkarakter?
Atau manusia yang berbudi pekerti baik?
"Mengapa harus 'atau'?“ ujar Prof. Dr. Ir. Mohamad Nuh, mantan Mendiknas. Mantan Menteri Kominfo. Alumni ITS dan Perancis. Mantan rektor di almamaternya.
Dan yang penting, di zaman Pak Nuh-lah kurikulum 'K-13' dirumuskan. Yakni di tahun 2013.
"Saya memilih 'dan'. Bukan 'atau'," ujar beliau.
Maka, katanya, yang akan dicetak adalah 'manusia yang pintar dan berkarakter dan berbudi pekerti baik.
"Pinter saja tidak cukup," katanya.
Tentu Pak Nuh siap berargumentasi. "Teknologi itu berubah terus. Mungkin tiap tahun. Bahkan bisa tiap tiga bulan," katanya.
Maka kurikulum yang diperlukan adalah yang bisa membuat kapasitas otak menjadi besar. "Kalau kapasitas otaknya besar manusia bisa menerima perubahan secepat apa pun," katanya.
Saya tahu kapasitas otak Nadiem Makarim juga sangat besar. Tapi persoalan kurikulum yang harus direformasi besar-besaran ini bisa membuat otak besarnya itu kian bertambah besar.
Agar tidak meledak.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews