Cak Nur, dan Warisan Intelektual Keislaman Indonesia Modern

Bagi kita saat ini, salah satu peran yang dapat dilaksanakan dengan meneruskan pandangan Cak Nur ke ranah yang lebih luas.

Rabu, 17 Maret 2021 | 15:50 WIB
0
228
Cak Nur, dan Warisan Intelektual Keislaman Indonesia Modern
Cak Nur (Koleksi @fileCaknur)

17 Maret delapan puluh dua tahun lalu, Cak Nur terlahir dan dalam fase kehidupannya menjadi bagian dalam pengembangan keilmuan.

Tidak hanya itu, kita juga mewarisi Paramadina, Madania, dan juga monumen keilmuan yang berdiri sampai sekarang.

Termasuk diantaranya pikiran-pikiran Cak Nur yang dijadikan bagian dari visi-misi kelembagaan perguruan tinggi Islam di seentaro Indonesia.

Menyebut diantaranya UIN Syarif Hidayatullah yang disebut Carool Kersten (2018) dengan madzhab Ciputat.

Keindonesian-Keislaman-Kemodernan yang menjadi trisula pemikiran Cak Nur, kini menjadi bagian dalam dinamisasi pembaruan pemikiran Islam Indonesia.

Dua diantara yang menjadi benchmark terkait karya-karya Cak Nur dimana semua karyanya digitalisasi dan tersedia dalam bentuk file eletronik dalam laman web.

Begitu pula koleksi bukunya dapat dipakai sebagai rujukan kepustakaan di perpustakaan Fakultas Adab & Humaniora UIN Syarif Hidayatullah.

Karyanya sebanyak 22 buku, juga tersedia dalam karya lengkap yang dapat diakses. Pengetikan ulang juga sudah dilakukan dengan memperbesar huruf untuk dapat dibaca di gawai atau laptop. Koleksi lengkap ini sudah diterbitkan kembali dengan edisi kedua.

Adapun karya Cak Nur yang juga mengabadi, Nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang menjadi ideologi HMI. Bahkan disebut Islam Madzhab HMI (Akmal Azhari Tarigan, 2007).

NDP tidak saja menjadi kajian pada latihan kader, juga menjadi percakapan dalam forum dan aktivitas HMI. Ini diwariskan dari generasi ke generasi, sejak diputuskan di Kongres X Palembang 1971.

Walau ada perdebatan untuk mengganti NDP dengan NDP “baru” pada Kongres XXV Makassar 2005, namun di Kongres XXVI Pelambang 2008, NDP dengan teks “lama” ditetapkan kembali untuk dijadikan sebagai dokumen organisasi.

Jika Lafran Pane dikenal sebagai salah satu pendiri HMI, maka Cak Nur-lah yang menjadi bagian dalam memuati nilai ke-HMI-an yang sepenuhnya merupakan “perasan” dari Alquran, dan dengan didasari pada dua hadis.

Sepanjang perjalanan hidup Cak Nur, membaktikan pada pengembangan keilmuan. Walau di jelang pemilihan presiden 2004, “tergoda” untuk menjadi presiden dengan mengikuti konvensi Partai Golkar.

Pada akhirnya, Cak Nur mundur karena kendala “gizi” dimana semasa sosialisasi dan komunikasi dengan fungsionaris partai harus memiliki modal untuk mendukung kegiatan turba yang menjadi kebutuhan dalam mengumpulkan persetujuan para pemilik suara.

Pemikiran, dan warisan Cak Nur kini dinikmati tidak lagi dinikmati HMI, ataupun masyarakat muslim. Namun juga sudah menjangkau kalangan lebih luas.

Paramadina, dan juga Madania menjadi institusi yang dapat diakes publik.

Sebagai individu, Cak Nur tetap mendapatkan pendukung dan juga “pembenci”. Dimana para pendukungnya tentu berikhtiar agar pandangan Cak Nur senantiasa mendapatkan kontekstualisasi dalam pelbagai kesempatan.

Sementara bagi kalangan yang kontra, Cak Nur sering juga disalahpahami. Dimana pandangannya dalam kalimat “Islam Yes, Partai Islam No”, yang disampaikan dalam Halal bil Halal yang dilaksanakan PII Cabang Jakarta, justru dijadikan sebagai alat untuk menyerangnya.

Padahal, walau dengan kalimat itu, Cak Nur menunda kelanjutan studinya ke Amerika Serikat pada momentum pemilihan umum 1977, justru menjadi juru kampanye bagi Partai Persatuan Pembangunan.

Kalimat tadi, perlu juga dilihat dalam konteks dimana dukungan beberapa kalangan masyarakat muslim terhadap Soeharto, untuk kembali memberikan izin pembentukan partai Masyumi.

Cak Nur memandang bahwa partai Islam tidak lagi dijadikan sebagai agenda utama. Tetapi nilai-nilai keislaman yang harus menjadi etika publik.

29 Agustus, 16 tahun lalu Cak Nur wafat. Mendahului kita, telah meletakkan dasar bagi pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.

Bagi kita saat ini, salah satu peran yang dapat dilaksanakan dengan meneruskan pandangan Cak Nur ke ranah yang lebih luas.

***