Sekalinya terbakar, tidak ada upaya apa pun yang bisa memadamkannya. Baik dengan take down, dengan meminta maaf, menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.
Peristiwa Holywings kembali menegaskan kepada kita semua bahwa dunia medsos ini amat berbahaya. Berlipat-lipat kali lebih berbahaya dibandingkan sebelum adanya medsos.
Sebelum adanya medsos, sangat biasa kita mengucapkan narasi-narasi yang beraroma SARA di antara teman-teman, handai tolan entah itu sebagai candaan, satire, sindiran, curhatan atau bahkan keceplosan. Manusia siapa sih yang gak pernah khilaf (slip of the tongue).
Tapi di zaman itu tidak ada orang yang merekam baik audio maupun video ucapan kita. Juga tidak ada sarana untuk meng-capture tulisan kita di twitter atau facebook. Pokoknya, segala ungkapan pikiran dan perasaan kita hilang tak berbekas begitu selesai diucapkan.
Dengan kelahiran medsos semuanya berubah sama sekali. Karena semua ungkapan pikiran kita baik di audio, video, tulisan (texting) bisa di-capture yang kita kenal dengan "jejak digital". Bahkan upload yang cuma 1 jam terus kita take down atau delete karena kita merasa kurang sreg, sudah di-capture puluhan atau ratusan orang.
Lalu apa maksud capture ini. Ya pasti untuk membuat keonaran dan kegaduhan publik. Salah satunya adalah isu penistaan agama yang amat sensitif.
Masalahnya sebenarnya bukan pada penistaan agama itu per se. Kita bisa berdebat tujuh hari tujuh malam untuk membahas apakah sesuatu capture itu masuk kategori penistaan agama dan tetap tidak ada titik temu.
Tapi masalahnya ada pada buah pikiran manusia yang diunggah di medsos. Buah pikiran ini sangat mungkin salah ucap karena kenaifannya (kepolosannya), karena emosi sesaat (mungki dia sedang marah atau kecewa dan mengeluarkan uneg-unegnya di medsos), mungkin juga dia dijebak (ada orang yang mengajukan pertanyaan yang menjebak). Dalam bahasa Inggris dinamakan "put your words in my mouth".
Belum lagi unggahan tersebut sangat rawan dipelintir dengan dipotong-potong, diedit dan direkayasa. Pokoknya apa yang ada di medsos itu sangat mudah dipakai untuk membakar masyarakat.
Jadi kalo menurut saya biang keroknya adalah medsos itu sendiri. Kalo mau tenteram, segala medsos itu harus ditutup semua.
Tapi apakah itu mungkin? Rasanya impossible. Dus, ribut-ribut penistaan agama, penghinaan rasisme, pencemaran nama baik ke depannya pasti akan terus terjadi, bahkan mungkin lebih marak. Karena apa? Karena di luar sana banyak tukang sweeping yang mentelengi medsos kalo-kalo ada yang "salah ngomong". Kalo ketemu, langsung digorengnya.
Di awal tulisan ini saya mengatakan medsos ini wilayah yang very dangerous. Dan repotnya sangat sedikit orang yang menyadarinya. Orang pikir main medsos ini asyik dan fun- fun saja. Dipikirnya sedikit main satire, parodi, sindiran tidak apa-apa. Sedikit mengolok-olok suatu fenomena sosial tidak apa-apa.
Tapi itu justru yang sangat berbahaya. Dia dapat dimanipulasi menjadi penghinaan agama, penghinaan suku dan ras, pencemaran nama baik. Dan motif pelaporan kepada polisi ini bisa bermacam-macam bisa karena dendam politik, bisa karena dendam pribadi, bisa karena persaingan bisnis, we never know.
Dan sekalinya terbakar, tidak ada upaya apa pun yang bisa memadamkannya. Baik dengan take down, dengan meminta maaf, menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.
Itulah jahatnya medsos.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews