Bukan agama yang menilai kebaikan orang, tetapi kelakuan orang itu sendiri.
Perbincangan di medsos kayaknya paling ngehit soal agama, kemudian politik (kekuasaan), yang keduanya lebih pada soal keberpihakan. Selebihnya cem-macem, yang kayaknya lebih disengaja sebagai antitesis, atau pembanding.
Seperti mamerin yang ingin dipamerin, dari kuliner, mebelair, karya seni, buku, cucu, guyonan internal, dan tentunya selfi ataupun wefi.
Itu mungkin sebabnya, bangsa Indonesia disebut bangsa religius, tapi juga sekaligus mudah tersulut konflik karena politik patron-client yang kuat.
Ujaran kebencian dalam hal agama, dahsyatnya bukan karena disulut oleh yang awam, atau mungkin yang kafir. Tapi jsuteru cenderung disulut oleh mereka yang berkecimpung sebagai ‘ahli’ agama.
Ujaran kebencian dan intoleran, lebih dipicu dari penceramah dan relawan agama. Yang kadang, orang dalam posisi awam, umat jelata (kalau rakyat jelata kesannya sekuler), dalam berbagai tanggapannya, kadang sadis, lebih tampak memahami apa itu toleransi dan memiliki religiusitas lebih sentausa.
Tetapi status sosial seseorang, memang bukan jaminan kukuhnya iman dan pengetahuan seseorang.
Senyampang itu, sayangnya, mereka yang berada di ranah kekuasaan (politik), justru acap menjadi penumpang gelap dari (kepentingan) agama.
Itu yang membuat para agamawan jumawa, bahwa mereka bisa di atas angin. Keduanya berkelindan kayak dua gajah berkelahi pelanduk mati di tengah.
Negeri ini, cilakanya, masih didominasi penguasa oportunis, yang memakai kekuasaan sekuler untuk kepentingan agamanya, yang hal itu menjadi persoalan bagi negeri yang bukan saja beragam kebudayaannya, melainkan juga beragam tingkat dan jenis keyakinannya.
Karena kalau kita ngomong kesejatian, sesungguhnya satu dan lain hal tak ada beda. Karena bukan soal pakai bra atau nobra, melainkan adakah engkau masih bermasalah dengan dirimu?
Jika masih, maka engkau akan jadi masalah bagi orang lain. Ya, karena kamu lebih sering memasalahkan orang lain daripada dirimu yang bermasalah itu.
Dari sejak Kartini hingga Anggun C Sasmi pun, kebenarannya sama.
“Betapa agama menjauhkan kita dari dosa, tapi berapa banyak dosa yang kita lakukan atas nama agama?” bertanya Kartini.
Dan ketika Anggun menyanyikan lagu gereja di Vatikan, beberapa orang meributkan bahwa dia Islam, kok melakukan hal itu?
“Bukan agama yang menilai kebaikan orang,” jawab Anggun, “tetapi kelakuan orang itu sendiri…”
@sunardianwirodono
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews