Masa Depan Kebebasan [3] Dan Kekuasaan Pun Menjadi Sekuler

Setelah abad pertengahan, umumnya Eropa dilanda kultur yang sama. Politik menjadi sekuler. Kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan agama mulai dipisahkan.

Minggu, 2 Februari 2020 | 11:48 WIB
0
416
Masa Depan Kebebasan [3] Dan Kekuasaan Pun Menjadi Sekuler
Ilustrasi sekularisme (Foto: islamlib.com)

Bentuk kekuasaan dan sistem pemerintahan yang kita warisi saat ini bukanlah titah dari langit. Ia murni buah dari pergolakan sejarah, pertarungan kelas dan kompromi kelompok politik.

Ia juga kulminasi pergolakan gagasan para filsuf dan gerakan rakyat. Bahkan topografi, apakah wilayah ini dipenuhi bukit dan sungai yang membelah, juga mempengaruhi jaringan kekuasaan.

Lihatlah sejarah Eropa. Riwayat wilayah ini menyumbang banyak bagi lahirnya pemerintahan yang sekuler dan demokratis.

Kombinasi antara sejarah dan topografi Eropa membantu menciptakan struktur politik Eropa. Sejak kekaisaran Romawi dipindah ke Bizantium tanpa membawa serta pemimpin gereja pada abad ke-5, Roma akhirnya membangun kekuasaan agama sendiri, menjadi independen, dan menguasai sepertiga tanah Eropa.

Kekuasaan politik dan agama terpecah sejak masa itu. Topografi Eropa yang terdiri dari pegunungan dan lembah memungkinkan komunitas-komunitas kecil dengan kekuasaan-kekuasaan yang saling independen. Pada abad ke-16, Eropa memiliki lebih dari 500 bentuk kekuasaan kecil seperti itu.

Terlepasnya kekuasaan politik dari agama, dan munculnya komunitas-komunitas kekuasaan independen yang sangat bervariasi dalam jumlah yang banyak itu, melandasi struktur politik seluruh Eropa yang tidak memungkinkan kekuasaan tersentralisasi.

Tidak pernah ada kekuasaan tunggal di seluruh benua Eropa. Ini karena struktur politik yang memang tidak memungkinkan untuk itu. Memang pernah ada berbagai upaya sepanjang seribu tahun lalu, para penguasa Eropa mencoba membangun imperium Eropa – mulai dari Charlemagne, Charles V, Napoleon, Kaiser Wilhelm, dan Hitler. Tapi upaya-upaya itu selalu gagal karena mendapatkan perlawanan yang keras dari komunitas-komunitas independen di seluruh Eropa.

Ini berbeda dengan kawasan Asia, seperti Rusia dan Cina. Di dua kawasan itu, topografi daratannya lebih datar, sehingga memungkinkan pergerakan militer yang dimiliki para penguasa dengan mudah menundukkan masyarakat, untuk lahirnya imperium-imperium yang tersentralisasi.

Selain perpecahan gereja dari negara, terjadi juga konflik antara monarki dan kaum aristokrasi di Eropa. Struktur politik Eropa yang dicirikan oleh terlepasnya kekuasaan gereja dari negara, serta agama dari politik, membawa pengaruh besar dalam sejarah politik modern. Politik menjadi urusan sekular. Sejarah Eropa juga meninggalkan warisan berupa ciri independen kelas berjuasi. Sejarah terbentuknya independensi ini bermula dari konflik antara Raja dan para Tuan Tanah, King and Lords.

Berbeda dengan feodalisme di kawasan-kawasan dunia lain, feodalisme Eropa sebenarnya sangat unik. Keunikan ini terjadi karena Raja sangat tergantung pada tuan-tuan tanah. Para tuan tanah mengelola tanah-tanah mereka secara produktif, juga membangun hubungan yang baik dengan para penyewanya. Ini membuat mereka memiliki keuntungan secara ekonomi maupun sosial. Pada gilirannya ini membuat posisi mereka menjadi kuat dan independen. Mereka menjadi kaya dan punya banyak pengikut.

Kelas tuan tanah muncul sebagai tandingan terhadap kekuasaan Raja. Raja tidak bisa mendapatkan dukungan rakyat tanpa berbaik-baik dengan para tuan tanah itu. Raja bahkan sering menyewa para tuan tanah untuk mengerahkan dukungan ekonomi dan militer. Para tuan tanah menyediakan pasukan-pasukan.

Kelas tuan tanah Inggris adalah yang paling independen di Eropa pada zamannya. Para tuan tanah Inggris tinggal dan hidup di kawasan milik mereka sendiri. Mereka membangun kekuatan, menyelenggarakan “pemerintahan” untuk mengatur dan melindungi para penyewa tanah pertaniannya. Mereka juga menarik pajak. Ini yang membuat kelas tuan tanah itu tetap bisa mempertahankan kekuatan dan kekayaannya.

Pada perkembangan berikutnya, kelas tuan tanah itu berkembang menjadi kelas aristokrasi-feodal. Mereka menjalankan posisinya itu tidak dengan cara penyelenggaraan ritual-ritual keistanaan tetapi melalui keterlibatan dalam politik dan pemerintahan di semua level. Ini sering membuat mereka berhadapan langsung dengan kekuasaan Raja.

Dalam menyelenggarakan kekuasaannya, Raja-raja Inggris mau tak mau harus berhadapan dengan kelas tuan tanah independen itu. Menghadapi kelas tuan tanah yang semakin independen secara ekonomi dan politik itu, setiap raja Inggris mau tak mau harus mempertimbangkan pengaruh dan kekuatan mereka.

Ada dua cara yang biasanya digunakan raja-raja Inggris dalam mengkonsolidasi kekuasaanya. Pertama adalah mengkooptasi tuan-tuan tanah dengan berbagai kompensasi.

Atau, kedua, dengan cara menetapkan undang-undang kerajaan di seluruh wilayah kekuasaannya untuk menundukkan para tuan tanah. Kalau para tuan tanah itu membangkang terhadap ketetapan-ketetapan kerajaan, mereka akan diserang dengan kekuatan militer kerajaan.

Konflik antara kerajaan Inggris dan kelas tuan tanah membuat kelas tuan tanah melakukan konsolidasi. Seringkali terjadi tuan-tuan tanah terancam oleh upaya-upaya konsolidasi kekuasaan kerajaan. Menghadapi konsolidasi kekuasaan kerajaan ini, sebaliknya kelas tuan tanah juga melakukan konsolidasi sebagai sebuah kelas, kelas aristokrasi.

Konflik-konflik sering terjadi antara monarki dan aristokrasi. Kelas tuan-tanah aristokrat merasa perlu berkonsolidasi untuk melindungi diri dari kekuasaan kerajaan yang seringkali sewenang-wenang.

Konflik antara monarki Inggris dan kelas aristokrasinya berlangsung lama, sekitar 40 tahun. Konflik baru selesai pada masa pemerintahan Raja John.

Sang Raja ataupun putra Raja Henry, menyerukan perdamaian untuk mengakhiri konflik yang terlah berlangsung lama semasa kekuasaan ayahnya, dengan cara menyepakati dokumen perjanjian damai.

Dokumen bertahun 1215 itu disebut Magna Carta. Berisi pengakuan kerajaan atas hak-hak privilese kelas tuan tanah aristokrat Inggris, serta jaminan kerajaan atas hak-hak kelas tuan tanah feodal itu. Magna Carta juga berisi jaminan atas kebebasan gereja dan otonomi lokal kota-kota di seluruh Inggris.

Dalam sejarah Eropa, Magna Carta dianggap sebagai semi-konstitusi tertulis pertama yang berisi pembatasan atas kekuasaan kerajaan. Dokumen Magna Carta semula diperjuangkan kelas tuan tanah Inggris untuk mempertahankan hak mereka atas tanah dan wilayah kekuasaan mereka.

Tapi pada perkembangan berikutnya, dokumen ini menjadi landasan bagi diperluasnya pengakuan atas hak-hak individual warga Inggris.

Makna terpenting Magna Carta itulah dokumen tertulis pertama yang melakukan pembatasan kekuasaan absolut monarki Inggris. Ia juga pengakuan atas hak-hak otonom publik menyangkut penyelenggaraan urusan-urusan kota.

Modernisasi monarki-monarki Eropa menyebabkan kekuasaan mereka makin tersentralisasi, dan ini membuat mereka makin kuat. Modernisasi dan rasionalisasi monarki di Prancis misalnya, dilakukan dengan cara mensentralisasikan kekuasaanya.

Pada prakteknya ini berarti kekuasaan memberat ke pemerintahan pusat lebih ketimbang ke pemerintahan lokal atau regional. Dengan cara ini terjadi absolutisme monarki.

Sementara di Inggris tekanan dari kekuatan tuan-tuan tanah dan aristokrasi lokal membuat monarki bisa berbagi kekuasaan – yaitu dengan terbentuknya dewan legislatif yang berasal dari para aristokrat itu.

Di Prancis, monarki memperkuat diri secara militer. Kaum aristokrat lokal diserap ke kerajaan, diberi istana-istana di Paris, dibiasakan dengan kehidupan pesta dan ritual-ritual mewah kerajaan, dijauhkan dari tanah-tanah mereka. Dengan cara ini kaum aristokrat diperlemah secara politik karena dicerabut dari sumber-sumber dukungan lokalnya.

Perancis, Inggris dan wilayah lain memunculkan variasi politik yang berbeda karena riwayat konflik dan kompromi elit (elite settlement) yang tak sama. Namun di zaman itu, setelah abad pertengahan, umumnya Eropa dilanda kultur yang sama. Politik menjadi sekuler. Kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan agama mulai dipisahkan.

(Bersambung)

***

Tulisan sebelumnya: Masa Depan Kebebasan [2] Sistem Politik yang Bersandar pada Niat Baik Penguasa