Spiritualitas konvensional Spielberg, masih layak dipercaya. Bahwa cinta dan kemanusiaan, adalah kunci menyelamatkan dunia dengan kehidupannya ini.
Apalagi yang dibicarakan, jika bukan semangat cinta dan spiritualitas kemanusiaan? Itu hasil renungan setelah menjalankan anjuran pemerintah, agar produktif di rumah. Outputnya, kemarin nonton dua film nonstop, karya Steven Spielberg dan Salvatore Stabile.
Artificial Intelligence (AI, 2001), film khas Spielberg. Selalu menjadi pionir pada masanya. Where God Left His Shoes (WGLHS, 2007), sebenarnya film biasa saja, kelas FTV di Indonesia. Tapi pemenang Sundance Film Festival 2008 ini terlihat intens, juga sinismenya yang pahit.
Adegan paling dahsyat dalam WGLHS saya rasakan ketika Frank, petinju yang akhirnya jadi tunawisma. Bersama anaknya mengemis di tengah kota menjelang Natal. Mereka menadahkan tangan ke sana-kemari, pada lalu-lalang orang. Waduh, kemiskinan!
Film dengan sutradara peraih penghargaan ‘Humanitas Prize Best Director’ ini, sangat kuat dalam cerita. Semestinya demikian, apalagi Stabile dikenal di dunia televisi, sebuah media yang membutuhkan tingkat komunikasi personal dan intens jika tak mau kehilangan moment. Bedakan dengan menonton film layar lebar di gedung bioskop.
Biyingkin, film ini sangat tidak Hollywood yang gemerlap, kecuali dalam paradoksnya. Seorang petinju yang menganggur. Diputus kontraknya. Terusir dari apartemen. Dipaksa ke penampungan tunawisma, bersama istri dua anak kecilnya. Menjelang Natal. Sudah kebayang dramanya, dan apa jawaban untuk semua itu; selain cinta dan spirit kemanusiaan?
Akan halnya AI? Sebagaimana hampir semua film Spielberg. Agak susah dicari jeleknya. Tapi saya meyakini Spielberg tukang khayal konvensional, meski beberapa kritikus memiripkan dengan Stanley Kubricks.
Saya sih merasa Kubricks lebih mudah didekatkan dengan Quentin Tarrantino. Apalagi melihat ending AI yang sangat Hollywood. Ditambah penghiburan macam beruang Teddy yang lucu.
Bahwa akhirnya, semesin apapun, secanggih apapun, cinta adalah segalanya. Sebagaimana yang dicari David, makhluk mecca yang mencari cinta pada Monica (yang mati hidup kembali karena cinta). Lebay memang. Tapi diangkat dari sebuah cerpen menjadi film spektakular, itu sudah mencengangkan. Apalagi dengan durasi lebih dari 2 jam.
Di Indonesia, banyak novel bagus ditulis, ambyar ketika dibuat film dengan gaya serampangan. AI penuh dengan pameran kecanggihan khas Spielberg, salah satu mahaguru terbaik dunia film.
Makasih virus Corona, telah menginspirasi untuk produktif sebagai peserta aktif program di rumah saja. Cuma jangan lama-lama. Karena setelah retreath semoga bumi disegarkan, dengan permohonan maaf pada para korban yang tak terelakkan.
Dalam hal ini, spiritualitas konvensional Spielberg, masih layak dipercaya. Bahwa cinta dan kemanusiaan, adalah kunci menyelamatkan dunia dengan kehidupannya ini.
@sunardianwirodono
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews