Nilai seseorang di mata saya, bukan karena kehebatannya. Tapi juga kerendahan hatinya. Apalagi kerendahan hati untuk sekadar menahan ucapan. Kerendahan hati inilah yang diajarkan Nabi Muhamad, Jesus, atau Sidharta.
Saya nonton video Youtube pendeta Gilbert yang memprotes pawang hujan Mbak Rara. Argumen yang dibangun gak jauh beda sama Somad atau Basalamah yang mengkafir-kafirkan pawang hujan itu.
Gilbert menuduh Rara mirip penyembah setan.
Orang-orang yang merasa tetangga sama Tuhan, sedang menghardik orang lain. Mereka menggunakan kacamatanya sendiri untuk menilai apa yang dilakukan orang lain.
Saya sendiri biasa saja kepercayaan pada pawang hujan: apakah benar bisa memindahkan hujan? Sama seperti saya gak yakin dengan banyak ritual agama yang susah dimengerti akal sehat.
Ruqyah bisa menyembuhkan. Atau doa-doa seorang pendeta bisa langsung mengangkat penyakit jemaatnya. Prosesnya kayak makan cabe: didoakan langsung sembuh.
Bagi saya hidup harus bertumpu pada rasionalitas. Semua butuh proses. Butuh pertautan sebab akibat yang logis.
Tapi, apapun jenis kepercayaan saya, saya tidak akan berlaku seperti Somad, Basalamah atau Gilbert. Menuding orang lain menyembah setan hanya karena cara mereka berdoa dan menjalani ritual berbeda dengan saya.
Bagi banyak penganjur agama, sering ada kesombongan bahwa cara pandang mereka saja yang paling benar dalam mendekati Tuhan. Kalau ada orang lain punya cara berbeda otomatis cara itu salah. Dan dituding bertentangan dengan kemauan Tuhan.
Dalam Islam ada mazhab Wahabi yang gampang menuding segala yang berbeda sebagai syirik, bidah, kurafat. Mazhab ini sangat tekstual pemahamannya. Itulah yang membawa mereka pada mudahnya menarik kesimpulan orang lain yang berbeda adalah sesat.
Coba tanya orang kayak Somad atau Basalamah apa penilaian mereka soal Pendeta Gilbert. Pasti langsung saja capnya: kafir!
Saya gak tahu apa penilaian Gilbert kepada Somad atau Basalamah, apakah akan dikafirkan juga?
Secara mereka semua mengkafir-kafirkan Mbak Rara sebagai pawang hujan. Atau setidak ya menuding sebagai penyembah setan.
Masing-masing kita boleh saja memandang bahwa pemahaman kitalah yang paling benar. Orang lain yang berbeda bisa salah. Itu hak semua orang. Apalagi mereka adalah ahli agama.
Tapi agama bukan hanya soal benar dan salah. Agama pada konsep yang paling dasar mengajarkan kearifan. Kita bisa berbeda tanpa harus saling menyakiti dengan menuding orang sebagai penyembah setan.
Mungkin pengetahuan agama orang kayak Somad, Basalamah atau Gilbert sudah lumayan. Tapi bagi saya, cercaanya pada Rara yang dituding penyembah setan menjatuhkan nilai mereka di mata saya.
Saya sungguh heran. Orang-orang yang hidup dari amplop ceramah. Atau dari dana perpuluhan. Kok, bisa-bisanya bersikap sesombong itu.
Nilai seseorang di mata saya, bukan karena kehebatannya. Tapi juga kerendahan hatinya. Apalagi kerendahan hati untuk sekadar menahan ucapan. Kerendahan hati inilah yang diajarkan Nabi Muhamad, Jesus, atau Sidharta.
Di Islam ada aliran Wahabi. Saya gak tahu, apa di Kristen ada juga Wahabinya?
"Wahabi Buddha dan Hindu, ada gak mas?" tanya Abu Kumkum.
Eko Kuntadhi
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews