Tapi kalau uangnya sudah terkuras, dan berpindah ke rekening wanita tersebut, bahkan seluruh harta kekayaannya sudah berpindah tangan, maka tanpa perasaan lagi pria itupun ditendangnya.
Selama ini kita mengenal frasa "mata Keranjang". Sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna: Sifat selalu merasa berahi apabila melihat lawan jenisnya; suka pada perempuan. Sementara frasa "mata duitan", artinya adalah loba akan uang; serakah akan uang; yang penting hanyalah duit.
Adapun frasa "mata keranjang" biasanya ditujukan kepada kaum pria yang setiap kali melihat kaum wanita, terlebih lagi yang berparas cantik, dengan tubuh aduhai matanya selalu liar jelalatan Dibarengi dengan sikap yang menggoda, dan terkesan mengajak untuk memadu berahi dengan wanita tersebut.
Hanya saja saya sendiri sampai sekarang ini seringkali bertanya-tanya, kenapa istilah bagi kaum pria yang memiliki sifat berahi terhadap wanita yang dilihatnya itu disebut sebagai mata keranjang?
Memang benar, apabila kata "mata" sudah jelas artinya adalah indera untuk melihat. Sehingga karena mata juga seorang pria dapat melihat dan membedakan sesama jenis, maupun lawan jenisnya. Sedangkan kata "keranjang" adalah bakul besar yang anyamannya kasar-kasar. Sebagaimana keranjang ayam; keranjang bayi; keranjang pandan; keranjang plastik; keranjang rotan; keranjang bambu; keranjang sampah.
Menelaah ungkapan "mata keranjang" yang merupakan gabungan dua kata, dan berupa kiasan itu, terus terang saya merasa ganjil juga. Apa hubungannya keranjang dengan pria yang memiliki watak suka pada perempuan?
Saat membaca sebuah novel yang berjudul "Perempuan Bernama Arjuna 1, Filsafat dalam Fiksi" Karya Remy Sylado, pada Bab pertama paragraf ke-4 Remy Sylado, atau Yapi Tambayong, dikenal juga dengan nama lain seperti Alif Danya Munsyi, membahas frasa mata keranjang tersebut.
Menurut sastrawan yang memelopori lahirnya Puisi Mbeling itu frasa mata keranjang dianggap salah, dan seharusnya adalah "mata ke ranjang". Ke-nya itu tidak digabung-satukan sebagai kata benda yang artinya bakul besar itu. Tapi dipisah, dan merupakan kata depan yang artinya menunjuk pada tempat.
Sehingga apabila di gabung dengan kata ranjang sebagai kata benda yang biasanya ada di tempat tidur, dan digunakan untuk, maka saya sendiri secara spontan langsung mengamininya.
Bahkan setuju 100 pesen dengan Remy Sylado, bahwa sebutan bagi kaum pria yang suka jelalatan setiap melihat lawan jenisnya, maka sebutannya yang tepat adalah mata ke ranjang.
Lain halnya dengan frasa "mata duitan" yang dalam bahasa anak zaman now disebut "matre", tidak perlu untuk dipersoalkan lagi. Duit itu adalah kata lain dari uang. Tapi menurut KBBI, duit itu adalah satuan mata uang tembaga zaman baheula, atawa dahulu kala, yang kalau dikonversikan pada rupiah, 120 duit sama dengan satu rupiah.
Biasanya istilah "mata duitan" ditujukan terhadap kaum wanita memang. Iya wanita yang suka morotin uang kaum pria. Modusnya adalah dengan berpura-pura mencintainya. Tak peduli pria yang jadi korbannya itu statusnya masih bujangan, duda, maupun sudah punya istri. Tak peduli sekalipun pria itu usianya sudah bau tanah. Di mata perempuan yang mata duitan, pokoknya yang penting banyak uangnya. Titik.
Sehingga bagi kaum wanita yang mata duitan, muncul pula ungkapan "Ada uang abang sayang, tak ada uang abang ditendang".
Iya, bagi seorang wanita mata duitan, selagi masih banyak uangnya, pria yang jadi korbannya itu akan diperlakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dimanja dan dielus bak terhadap kucing kesayangan (Hiks!).
Tapi kalau uangnya sudah terkuras, dan berpindah ke rekening wanita tersebut, bahkan seluruh harta kekayaannya sudah berpindah tangan, maka tanpa perasaan lagi pria itupun ditendangnya. Diusir, atau ditinggalkan begitu saja.
Duh, teganya...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews