Sudah lama sekali saya tak menonton TV 'konvensional'. Kalau TV lokal mungkin sudah beberapa tahun. Sesekali saja jika tak sengaja, misal saat di kamar hotel. Sedang tayangan impor saya pun sangat selektif memilih --- National Geographic People, atau BBC Knowledge. Tapi belakangan saya tak lagi menontonnya.
Begitu pun keluarga di rumah. Kami kini hanya menggunakan layar TV berukuran 60 " di dinding ruang tengah untuk menyimak tayangan youtube. Pagi hari, saya biasa menyetel bacaan Qur'an, untuk mewarnai rumah. Pilihannya bejibun. Saya setel dengan volume agak besar.
Kalau malam, menjelang tidur, saya menyimak pelbagai ceramah --- Gus Baha, Ustadz Adi Hidayat, Guru Bakhiet dan lain lain. Selain mencerahkan, itu pengantar tidur yang nyaman.
Siang hari agak rileks. Biasanya kami pakai untuk 'hiburan' keluarga. Ada jutaan pilihan tayangan menarik. Tinggal memilih saja di youtube. Siang ini, misalnya, kami menyimak kisah tentang Republik Islam Iran. Ternyata banyak yang menarik, diluar imajinasi sebelumnya. Manusiawi.
Itu sebab istri saya memutus layanan Indovision dan First Media. Berhemat setengah juta per bulan. [Tinggal tersisa indihome]. Padahal kami sudah berlangganan Indovision lebih dari 10 tahun. Bukan karena tayangannya buruk, tapi sudah tak memerlukannya.
Kami pun tak memasang antena luar untuk menangkap sinyal TV lokal. Buat kami itu sama sekali tak menarik.
Apakah kita memasuki periode kematian industri TV 'konvensional'?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews