Berbagi zakat fitrah bukanlah ajang untuk pamer kekayaan diri melainkan justru untuk melatih kerendahan hati.
Setiap tahun menjelang dan saat Idul Fitri pasti banyak orang kaya atau para dermawan di negeri ini yang berbagi zakat fitrah kepada kaum dhuafa. Mereka yang berbagi semakin banyak tetapi yang menerima zakat juga semakin banyak.
Entah jumlah kaum miskin memang semakin banyak atau banyak orang yang sebenarnya tidak miskin tetapi mengaku miskin. Akibatnya acara pembagian zakat fitrah menjadi kacau karena terjadi saling berdesakan berebut pembagian dan biasanya selalu menelan korban, pingsan dan bahkan ada yang sampai meninggal dunia.
Semua ini terjadi karena cara pembagiannya yang tidak tepat. Selama ini yang terjadi adalah para orang kaya mengundang kaum dhuafa ke rumahnya, maka yang terjadi adalah saling berdesakan dan menelan korban.
Cara pembagian seperti yang selama ini adalah cara pembagian yang hanya cenderung untuk pamer kekayaan dan kesombongan. Nuansa melecehkan dan merendahkan sangat kental terasa. Penerima zakat fitrah diperlakukan seolah sekumpulan pengemis.
Pembagian zakat fitrah seharusnya bisa dilakukan dengan cara mendatangi kaum miskin. Disinilah justru letak makna ibadahnya. Dengan mendatangi kaum miskin berarti kita telah bersikap rendah hati dan sekaligus bisa mengetahui bagaimana kesulitan hidup mereka serta pasti zakat fitrahnya juga tepat sasaran. Selain itu juga nuansa kekeluargaan tercipta dan bukan nuansa kesombongan. Solidaritas nyata terjalin.
Berbagi zakat fitrah bukanlah ajang untuk pamer kekayaan diri melainkan justru untuk melatih kerendahan hati. Allah mengajarkan ‘jika tangan kananmu memberi, tangan kirimu jangan sampai tahu’. Selamat berbagi dengan tetap rendah hati.
***
Solo, Selasa, 4 Mei 2019. 3:45 pm
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews