Kematiannya mengundang curiga dan keluarga yang dari Batak tak bisa terima dan bersuara. Lantang menggetarkan Indonesia.
Ya, untung korbannya saudara kita dari suku Batak, yang dikenal selalu terbuka dan berani - bukan orang Jawa yang terbiasa ‘nrimo’ dan ‘pasrah ngalah’.
Kurang lebih begitulah komentar Sugeng Teguh Santoso, pengacara kawakan dan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) dalam obrolan di Channel Youtube Refly Harun, baru baru ini, memberi apresiasi pada keluarga Brigadir Yoshua yang menjadi korban penembakan, terdzalimi, dengan cara mengenaskan sekaligus menanggung aib dan sedang menjadi geger di Tanah Air kita kini.
Meski dilarang oleh para polisi yang menyerahkan - agar tidak membuka peti jenazah, keluarga Brigadir J, mendapatkan alasan untuk tetap membuka, antara lain alasan tradisi dalam ungkapan duka cita kepada kerabat, buka peti mayat, dan dengan diam diam memotret jenazahnya, sekujur tubuhnya, saat mengawetkan.
Keluarga yang tak menduga putra kesayangan mereka mengalami musibah mengenaskan, menemukan luka luka mengerikan yang tidak seperti dijelaskan para polisi yang mengantar.
Sehingga terkuaklah skandal yang sedang mengguncang korps Polri, notabene penegak hukum negeri tercinta ini.
Orang Batak atau warga suku Tapanuli yang kita kenal umumnya, memiliki stereotype yang khas: berani, gigih, tegas dan lantang dalam bicara - saat mempertahankan hak dan memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Semua warga dianggap setara. Sejajar dan sama hak dan kewajibannya.
Sebagian dari pengacara dan penasehat hukum ternama datang dari suku di Sumatera Utara ini, karena reputasi dan stereotype-nya itu. Giat memperjuangkan asas persamaan di hadapan hukum (‘equality before the law’).
Sebagai warga Indonesia bersuku Jawa, saya pun mengagumi nyali mereka yang selalu jelas dalam memperjuangkan haknya. Orang Jawa dikenal dengan kepasrahannya dan kehalusannya serta kepatuhannya pada penguasa, meski kerap didzalimi.
Ketidakberdayaan orang Jawa, yaitu saudara saudara saya sendiri, terpendam dan dalam hati hanya bisa berharap, datangnya “Ratu Adil” kelak, dan filosofi “becik ketitik olo ketoro” (yang baik akan kecatat, yang buruk akan kentara) – “wani ngalah luhur wekasane” (berani mengalah, luhur pada akhirnya) serta keyakinan “Gusti Allah Ora Sare” – Tuhan tidak tidur, selalu terjaga, dan mengawasi kita semua – yang akan memberikan keadilan sesungguhnya. Kelak.
Tak heran bila tanah Jawa terjajah ratusan tahun. Dan segama macam agama, paham, keyajinan berdatangan diterima di sini.
Sebenarnya, melalui kisah pewayangan, pada orang Jawa diperkenalkan filosofi "Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi Ditohi Pati" yang secara harfiah bermakna “satu sentuhan di kening, satu jari luasnya bumi, siap membela dengan bertaruh nyawa", menunjukkan bahwa masalah yang paling prinsip dalam kehidupan orang Jawa adalah "kehormatan" dan "tanah" yang akan dibela mati-matian sampai titik darah penghabisan (“pecahing dhadha, wutahing ludira” atau pecahnya dada tumpahnya darah).
Stereotip atau kesan umum orang Jawa yang “nrimo”, dan pasrah ngalah tak selalu benar. Panglima Besar Jendral Sudirman memilih bergerilya, masuk hutan, ketika Soekarno dan Hatta lebih suka berdiplomasi. Alimin, Muso, Kartosuwiryo, memilih memberontak ke negara.
Tokoh perlawanan asal Jawa di era modern adalah Marsinah (buruh) dan Udin (wartawan) yang tewas mengenaskan serta Wiji Thukul (penyair) yang hilang, hingga kini -melawan kekejaman rezim Orde Baru.
Kegigihan mereka dalam membela buruh, sesama orng kecil, mengritik kekuasaan, jauh dari kesan “nrimo” dan pasrah.
Oh ya, ada Budiman Sudjatmiko yang hidup dan berjaya hingga kini.
Sebagian dari mereka kalah dan menjadi korban kebiadaban rezim. Tapi mereka dikenangkan sebagai pejuang, aktifis, monumen penyemangat bagi mereka yang terus kritis terhadap kekuasaan.
Brigadir Josua demikian pula. Dia tewas mengenaskan akibat “permainan tingkat tinggi” di korps kesayangannya - yang dengan sepihak melontarkan tuduhan keji kepadanya.
Kematiannya mengundang curiga dan keluarga yang dari Batak tak bisa terima dan bersuara. Lantang menggetarkan Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews