Pada akhirnya, kesejahteraan dosen akan menentukan juga pada kualitas pendidikan di Indonesia. Maka beberapa catatan di atas diharapkan menjadi perhatian serius pemerintah.
Berbicara tenaga pendidik di lingkungan Perguruan tinggi maka akan mengenal istilah dosen. Dalam perguruan tinggi ada yang namanya Dosen tetap PNS dan Dosen tetap non PNS. Dosen tetap non PNS dan Dosen Tetap ASN itu sama. Mereka sama-sama dosen yang mengajar di perguruan tinggi. Lalu apa yang membedakan mereka?
Dosen PNS itu mendapat pemasukan dari dua saluran. Pertama dari negara melalui gaji pokok dan tunjangan-tunjangan. Kedua dari pihak kampus dengan kegiatan-kegiatan kampus dalam bentuk honorarium yang dibayarkan tiap semester. Sedangkan dosen tetap non-PNS ini mendapat gaji tetap dari kampus, bukan dari negara. Karena itu lah, gaji dosen tetap non-PNS bisa bervariasi tergantung kampusnya.
Hingga saat ini, terdapat lebih dari 9000-an Dosen Tetap Non PNS (DTNPNS) di Indonesia yang tersebar di berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri. Dari banyak perguruan tinggi keagamaan negeri tersebut mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda tergantung kebijakan pimpinan.
Dosen tetap non PNS yang berada di kampus besar kebanyakan lebih beruntung dari dosen tetap non PNS yang mengajar di kampus kecil. Mereka ada kemungkinan mendapatkan gaji di atas UMR. Seharusnya pemerintah memikirkan hal ini. Bahwa kesejahteraan dosen itu sangat penting untuk diperhatikan. Dan kesejahteraan dosen tetap non PNS itu dipertanyakan.
Dalam urusan ini, Pemerintah bisa apa?
Selain dari itu ada juga persoalan kontinuitas karir. Dengan sistem kontrak per 2 (dua) atau 5 (lima) Tahun, hal itu menjadikan Dosen Tetap Non PNS sebagai kelompok yang tidak memiliki kepastian dalam karir.
Dalam urusan ini, Pemerintah bisa apa?
Lalu dalam hal pengembangan diri. Dosen Tetap Non PNS di Perguruan Tinggi Negeri, secara jelas tidak diberikan ruang yang sama untuk meraih beasiswa melanjutkan studi. Bahkan ketika mereka berhasil mendapatkan beasiswa melanjutkan studi dari hibah non-negara, fasilitas gaji dan lainnya dihentikan. Dan setelah menyelesaikan studi, tidak ada jaminan mereka akan diterima kembali.
Dalam urusan ini, Pemerintah bisa apa?
Beberapa hal yang harus pemerintah lakukan yaitu mengangkat Dosen Tetap Non PNS pada PTN dan PTKN menjadi ASN PPPK. Dengan diangkat menjadi ASN PPPK maka Dosen tetap Non PNS akan mendapatkan hak yang sama dengan Dosen Tetap PNS.
Komisi II, Komisi VIII dan Komisi X DPR RI baiknya sepakat untuk meminta Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi serta Kementerian PANRB untuk membuat kebijakan afirmasi bagi Dosen Tetap Non PNS dalam seleksi ASN PPPK tahun 2022 dengan mengeluarkan Permen PAN & RB tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Dosen pada Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi Tahun 2022.
Selain dari itu Kementerian Agama dan Kementerian Dikbudristek juga perlu membuat kebijakan terkait masa hubungan perjanjian kerja minimal, sebab dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK disebutkan pada bagian kedua masa perjanjian kerja pasal 37 ayat satu menyebutkan bahwa Masa Hubungan Perjanjian Kerja bagi PPPK paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.
Pada akhirnya, kesejahteraan dosen akan menentukan juga pada kualitas pendidikan di Indonesia. Maka beberapa catatan di atas diharapkan menjadi perhatian serius pemerintah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews