Kalau tidak rela menyediakan uang utuh, sediakanlah uang recehan buat mereka, itu sudah sangat berarti, yang penting keralaan itu datangnya murni dari hati nurani sendiri.
Pernah melihat orang melumuri sekujur tubuhnya dengan cat pilox warna perak sambil membawa kotak karton di lampu setopan? Saya menyebutnya "manusia cat". Pekerjaannya meminta belas kasian siapa saja tuan berjiwa dermawan.
Pernah melihat orang membalut tubuhnya dengan boneka Masha yang kepalanya besar dan berat di lampu setopan? Saya menyebutnya "manusia badut". Pekerjaannya meminta sedekah, barangkali ada puan penderma yang sudi memberinya nafkah.
Di masa pandemi ini, setidaknya yang saya amati dan rasakan, semakin banyak saja "manusia cat" dan "manusia badut" menengadahkan tangan meminta belas kasihan, bersaing dengan pengemis dan pengamen jalanan di lampu setopan.
Reaksi orang yang berada di kabin mobil berpendingin udara boleh jadi beragam. Ada yang marah, jengkel, dan merasa terganggu. Boro-boro menyediakan recehan buat mereka, membuka kaca jendela pun tak sudi.
Tetapi ada juga yang tergerak memberi mereka uang recehan, sekadar mengusir lebih dini agar mereka lekas pergi dan jangan ganggu lagi. Kaca mobil yang sedikit melorot pun lekas-lekas dinaikkan kembali.
Pernahkah tercetus dalam hati wahai puan dan tuan berpunya untuk menyediakan uang utuh -bukan recehan lima ratusan, seribu atau duaribuan- dengan nominal lima, sepuluh, duapuluh, limapuluh atau seratus ribuan khusus untuk mereka?
Jika ya, hormat dan takzim saya sampaikan kepada tuan dan puan. Tetapi bagi yang belum tergerak hati, coba kita bermain simulasi empati sejenak "andai aku dia". Gantilah kata "dia" dengan "manusia cat", "manusia badut", pengemis atau pengamen. Posisikan andai tuan dan puan adalah mereka.
Barangkali, ini cuma barangkali, mereka melakukan itu semua karena sangat membutuhkan uluran tangan. Kepada siapa lagi mereka meminta kalau bukan kepada tuan dan puan?
Kadang kita tidak bisa menolerir kehadiran pengemis dan pengamen bahkan di beberapa tempat ada aturan yang memberi sanksi berat kepada penderma yang memberi pengemis atau pengamen uang. Ironis, memberi sedekah bukan hanya dilarang, tetapi dikenai sanksi.
Untuk masa pandemi ini, mari kita turunkan derajat purbasangka kita kepada mereka apalagi tidak memberi sedekah dengan dalih takut terkena sanksi.
Pernah terbaca di media, ada razia "manusia cat" dan kepada polisi mereka mengaku korban PHK, yang terpaksa melumuri tubuhnya dengan cat karena terdesak keadaan. Ternyata mereka bukan kamuflase, tetapi memang butuh makan untuk dirinya, untuk keluarganya.
Kalau tidak rela menyediakan uang utuh, sediakanlah uang recehan buat mereka, itu sudah sangat berarti, yang penting keralaan itu datangnya murni dari hati nurani sendiri.
Kalau suatu waktu ada yang mengetuk-etuk pintu hatimu, jangan lekas-lekas membanting untuk menutup pintu hatimu rapat-rapat. Hadapi dan sapa sejenak, mana tahu dia sangat memerlukan kebaikanmu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews