Mudah-mudahan sejarah perjuangan Liem Koen Hian dan tiga tokoh Tionghoa peranakan lain di BPUPK diluruskan.
Sungguh tragis nasib Liem Koen Hian, tokoh pergerakan nasional keturunan Tionghoa yang perjuangannya dihapus dalam buku pelajaran sejarah nasional.
Semalam saya kebetulan mengikuti paparan Didi Kwartanada, sejarawan yang menggali sepak terjang Liem Koen Hian. Ia menunjukkan bukti betapa di buku pelajaran sejarah nasional tahun 1975 dan 1977 masih disebutkan adanya empat tokoh Tionghoa Peranakan (termasuk Liem Koen Hian) menjadi wakil di BPUPK bersama seorang tokoh keturunan Arab (AR Baswedan, kakek Anies Baswedan).
Tapi kemudian oleh Nugroho Notosusanto pada era kekuasaan Soeharto, kata "empat golongan Cina" diganti menjadi "empat golongan Arab". Dan ini berlanjut hingga buku Sejarah Nasional tahun 2010 dan 2012 di era Presiden SBY.
Awal Oktober 2019 lalu Didi Kwartanada dan saya kebetulan mengikuti suatu konferensi internasional Tionghoa Peranakan Indonesia yang diadakan Herbeth Feith Center Monash University Melbourne.
Fakta penghilangan nama Liem Koen Hian dan tiga tokoh Tionghoa di BPUPK ini diungkapkan oleh Didi Kwartanada. Dan ini membuat Dirjen Kebudayaan Dr Hilmar Farid terperangah. Ia menyatakan siap merevisi sejarah nasional yang dimanipulasi ini.
Ia membutuhkan pernyataan/petisi yang ditandatangani oleh para peserta konferensi. Sayangnya kemudian ada kabinet baru. Walaupun Hilmar Farid masih Dirjen Kebudayaan, namun sayangnya Direktorat Sejarah Kemendikbud malah dihilangkan.
Mudah-mudahan sejarah perjuangan Liem Koen Hian dan tiga tokoh Tionghoa peranakan lain di BPUPK diluruskan.
Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Apalagi memalsukannya.
Silakan menyimak rekaman Webinar semalam di tautan Youtube di bawah ini:
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews