Nasi Anjing, Buat Apa?

Kalau Anda tiba-tiba kasih bantuan nasi dengan nama nasi anjing, sungguh tak bisa diterima dengan akal sehat.

Senin, 27 April 2020 | 13:03 WIB
0
667
Nasi Anjing, Buat Apa?
Nasi anjing yang heboh (Foto: tribunnews.com)

Saat orang menyebut nasi kucing, saya yakin sudah banyak yang paham. Ya, nasi bungkus dengan isi nasi seuprit seperti buat makan kucing kampung. Banyak dijual di warung angkringan. Anak-anak kos atau kuliahan pasti tak asing.

Juga saat menyebut sego macan atau nasi macan, nasi harimau. Maksudnya tak jauh beda dengan nasi kucing. Cuma karena macan lebih gede daripada kucing. Ini lebih ke porsi yang lebih banyak dari nasi kucing.

Bagaimana kalau ada nasi anjing yang baru-baru ini viral?

Saya belum tahu pasti, apa nasi untuk hewan bernama anjing atau nasi dengan lauk daging anjing. Ada salah satu video yang dapat nasi anjing, kabarnya daging anjing beneran. Tapi belum dapat dikonfirmasi kebenarannya.

Siapapun yang telah berbagi nasi anjing, tolong jangan ulangi lagi. Apalagi jika Anda berbagi ke kalangan yang banyak muslimnya. Sudah jelas keharaman daging anjing.

Kalau isinya bukan daging anjing, tetap saja kurang tepat isitilah nasi anjing. Jangan samakan dengan istilah sego kucing atau macan. Itu butuh proses panjang sampai dapat dimaklumi dengan nama seperti itu.

Kalau Anda tiba-tiba kasih bantuan nasi dengan nama nasi anjing, sungguh tak bisa diterima dengan akal sehat. Bagi kalangan yang membolehkan konsumsi daging anjing pun masih banyak yang kontra kalau anjing bukan hewan untuk dikonsumsi. Apalagi yang jelas-jelas melarang.

Cukuplah kegaduhan ini. Jika memang niat membantu warga yang sedang kekurangan saat ini, bantu mereka dengan makanan yang halal. Masih banyak tersedia di pasar. Daging ayam, daging sapi atau kambing, ikan laut juga banyak. Apapun alasan Anda, stempel nasi anjing tak layak dijadikan bantuan makan.

Update: Saya sudah lihat video klarifikasinya. Tapi tetap tak bisa menerima jika pakai nama nasi anjing untuk bantuan ke warga kurang mampu. Boleh tak setuju dengan pendapat saya. Tapi tak perlu debat.

***

Teguh Suprayogi