Jujur saya akui saya bukan manusia nocturnal, bukan manusia malam. Saya terbiasa tidur di awal malam. Apa mau dikata.
Seorang filsuf mengatakan begini," Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang." (Aristotle).
Kini saya perrcaya itu. Juga sebelumnya. Tapi kali ini lebih yakin lagi.
Tiga hari ini saya menderita sakit kepala hebat. Belakang kepala seperti dibebani berton-ton batu, bukan berlian lho ya. Dan saya sudah mulai menimbang-nimbang apakah saya harus ke dokter. Tapi dengan situasi darurat seperti ini, keputusan ke dokter atau tidak harus saya pikirkan masak-masak lagi.
Sebisa mungkin saya berusaha menghindari keramaian. Saya membayangkan, saya harus antri di RS dan menunggu berjam-jam. Enggan. Inginnya menerapkan social distancing seperti yang dihimbau sebisa mungkin.
Akhirnya saya mulai menganalisa kira-kira apa penyebab sakit kepala saya. Apakah berita tentang Korona begitu menghantui? Rasanya tidak. Saya tetap membaca berita dari sumber yang bisa dipercaya dan seperlunya saja. Tinggal berusaha menjalankan yang dianjurkan, sisanya berdoa.
Lantas apa kira-kira penyebab sakit kepala ini? Jangan-jangan karena begadang, itu analisa awal saya.
Saya ingat, dua minggu ini saya mulai bekerja dari rumah. Istilah kerennya work from home (WFH). Lantas, bukannya malah enak? Nggak juga. Jadwal saya amburadul. Kebiasaan saya berubah total. Jika sebelumnya saya disiplin tidur jam 9.30 malam, sejak WFH ini saya selalu tidur hampir lewat tengah malam. Itu karena saya baru memulai bekerja di waktu malam.
Lantas siang saya ngapain aja? Multiplier efek dari asisten pulang kampung, mengubah banyak hal. Banyak pekerjaan pernak pernik yang harus dikerjakan di siang hari, tak terasa kadang menyita waktu. Akhirnya malam hari baru bisa konsentrasi ke pekerjaan kantor.
Beda kalau bekerja sehari-hari di kantor ya. Pekerjaan remeh temeh di rumah bisa di kesampingkan dulu. Sampai rumah tinggal pilah tugas yang menjadi prioritas untuk diselesaikan. Bukan solusi yang bagus juga, tapi manusia mempunyai keterbatasan waktu dan tempat, bukankah begitu?
Akhirnya, setelah sampai pada analisa karena begadang, hari ini saya mulai terapi: tidur yang banyak dan rileks. Dan salah satu jurus yoga yang saya praktekkan adalah: Savana. Yaitu tidur telentang dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas, dan telapak kaki juga direnggangkan. Ambil nafas panjang, tahan di dada sejenak, kemudian hembuskan panjang. Begitu teorinya.
Sambil mendengarkan musik, bayangkan Anda sedang berada di padang rumput yang menghampar dengan gunung-gunung memeluknya. Selamat berkhayal.
Ini salah satu posisi yoga yang saya kuasai dan jadi favorit saya.
Alhasil, hari ini berton-ton batu itu lenyap dari kepala, dan yang tertinggal sebungkus mie instan yang masih bersemayam. Menunggu dieksekusi besok. Hehehe.
Jadi tak salah jika Aristotle bilang kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Kebiasaan berulang-ulang akan menjadi jati diri kita. Mungkin bagi yang terbiasa begadang, bekerja di malam hari biasa saja, bagi saya terasa berat.
Dan jujur saya akui saya bukan manusia nocturnal, bukan manusia malam. Saya terbiasa tidur di awal malam. Apa mau dikata.
Dan bagaimana dengan pekerjaan? Saya harus mulai mengatur kembali jadwal di siang hari, dan menetapkan skala prioritas. Bukankah siang hari waktunya cukup panjang?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews