Soal logo halal diributkan, hanya dari sisi ‘seninya’ dan ‘grafisnya’. Substansinya apa? Apa hubungannya soal halal-haram kok ujungnya uang pendaftaran ratusan ribu, atau bahkan jutaan rupiah, untuk dihalalkan?
Apa saja yang tak bisa dikomentari? Tak ada. Semua hal bisa dikomentari. Ini jaman medsos. Yang tidak siap atau sudi menerima kenyataan ini, pasti akan pusing nyari-nyari kesalahannya.
Apanya yang salah? Postingannya? Tak seberbobot para cendekia jaman dulu, yang menulis di koran, majalah, buku?
Kesalahannya, justeru ada pada mereka, orang-orang berbobot yang terlebih dulu ada. Kenapa tak bisa menurunkan dan menularkan keberbobotannya pada generasi berikut? Ada apa dengan keberadaannya? Ngapain saja selama itu, karena sejak jaman penjajahan Belanda sudah dikenalkan yang namanya sekolahan. Sampai jaman merdeka, jaman Soeharto, hingga kini, sudah 29 menteri sejak Ki Hadjar Dewantara hingga Ki Nadiem Makarim.
Tapi kok pertumbuhan literasi dan keterdidikan kita belum juga merata?
Bukannya tak ada yang pintar atau pandai. Tidak sedikit kita punya doktor, bahkan lulusan luar negeri. Meski pun data yang terbanyak adalah doktor ilmu agama. Cuman, celakanya, jumlah orang yang terdidik dan berilmu tinggi, selain persentasenya kurang memadai untuk 270 juta penduduk Indonesia, belum tentu yang sedikit itu juga memadai sebagaimana peran yang diharap.
Karena nyatater, bagaimana bisa tidak ada korelasi antara keterdidikan dengan patrap atau perilakunya? Patrap atau perilaku yang bijimana?
Ya, tentunya patrap atau perilaku seorang berilmu dan berpengetahuan, yang semakin banyak tahu semakin menyadari banyak pula yang tidak diketahuinya. Sebagaimana ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk.
Tapi bagaimana kalau ada penceramah agama melarang kita merunduk di depan orangtua, karena kita hanya boleh merunduk di depan Allah? Masak-awoh! Masak itu tahu, mumpung minyak goreng langka!
Pantes saja soal logo halal diributkan, hanya dari sisi ‘seninya’ dan ‘grafisnya’. Substansinya apa? Apa hubungannya soal halal-haram kok ujungnya uang pendaftaran ratusan ribu, atau bahkan sebelumnya jutaan rupiah, untuk dihalalkan?
Itu label halal bikinan tuhan? Terus pura-pura dalam perahu, tak berani nyinggung bentuk kubah masjid yang kalau diperhatikan juga kayak gunungan? Apakah itu proses jawanisasi masjid?
Padal ada sebuah kitab suci yang menuliskan ajaran bagus, “Dan jangan sekali-kali kebencianmu (kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram), mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka.”
Mau tafsir apalagi? Ingat Ahok, yang karena menyebut Al Maidah ditafsir oleh Ketua MUI waktu itu, sebagai menista agama dan menghina ulama? Tahun 2017 kemarin. Ingat? Dan seterusnya!
Sunardian Wirodono
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews