Tapi mau pakai dugaan rejim otoriter, penguasa gerah atau masa gelap demokrasi boleh juga sih. Namanya negara demokrasi, bebas aja orang beropini.
Dalam siaran pers TvOne, dari beberapa sumber berita terungkap beberapa hal sebagai berikut:
- Hak cipta & hak siar ILC milik tim independen, bukan TVOne- Subscribers channel ILC > 4jt pengguna
- View rata2/bulan ~ 50jt
- ILC dan TvOne sepakat mengakhiri kerjasama
- ILC memutuskan pindah platform
Prospek pertumbuhan platform digital alias kanal di internet ke depan memang semakin menjanjikan. Sudah banyak orang beralih ke media digital. Internet memberi jangkauan dan fleksibilitas tinggi.
Contoh, orang yang terlewat nonton satu acara, tetep bisa mereka ikuti kapan dan di mana saja mereka mau lihat. Tinggal ke HP atau laptop lalu kunjungi kanalnya. Selesai. Kemewahan ini yang tidak dimiliki media konvensional. Sekali terlewat, ya sudah. Ada siaran ulang pun belum tentu bisa lihat kalau waktunya tidak pas.
Belum lagi kalau "nebeng" dengan media konvensional, mungkin ada biaya sewa ini itu, bagi keuntungan dan biaya lain. Sementara di kanal digital, biaya semacam itu bisa lebih diminimalisir dan keuntungan iklan, sponsor dlsb masuk 100%, ga perlu dibagi-bagi.
Lima tahun lalu, Youtube sama sekali belum masuk 10 besar platform sosial teraktif di Indonesia. Kini 2020, ia jadi platform yang paling banyak digunakan di Indonesia, mengalahkan Whatapps dan Facebook.
Artinya apa? Cuma dalam 5 tahun pertumbuhan kanal digital begitu pesat. Apalagi dalam tahun ke depan di mana era 5G dst bakal semakin memanjakan pengguna dengan kecepatan tinggi.
Jadi, sebetulnya ga susah untuk sekedar nebak, kira-kira apa motif di balik "cerainya" ILC dengan TvOne.
Tapi mau pakai dugaan rejim otoriter, penguasa gerah atau masa gelap demokrasi boleh juga sih. Namanya negara demokrasi, bebas aja orang beropini.
Etapi, jadi ga konsisten dong ya kalo nyebut otoriter sementara masih banyak yang bebas "ngehalu" gitu?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews