Saat bulan ramadhan, biasanya kita mendengarkan ceramah dari ustad atau ulama. Namun sebaiknya simak kiai yang dapat menentramkan hati, bukan tokoh seperti Rizieq Shihab. Pasalnya, dia tidak mencerminkan tindakan pemuka agama yang seharusnya taat dan santun, melainkan malah mengobral kata-kata kasar dan tidak sepatutnya ditiru.
Rizieq Shihab adalah sosok yang kontroversial, baik saat masih menjadi pemimpin FPI maupun setelah masuk penjara. Alangkah sayangnya, kepopuleran ia dapatkan dengan cara yang negatif, yakni dengan memperlihatkan mulut besarnya yang suka berkomentar dengan sarkas. Masyarakat pun langsung antipati setelah melihat peilakunya yang negatif.
Mereka pun dihimbau untuk memilih ulama selain Rizieq Shihab. Karena masih banyak habaib dan ulama yang lebih baik daripada pria tua itu. Hal ini diungkapkan oleh aktivis NU, Guntur Romli. Penyebabnya karena Rizieq sudah 2 kali masuk penjara, sehingga tidak bisa dijadikan panutan umat.
Rizieq Shihab memang berkali-kali terkena kasus dan 2 kali masuk penjara, pada tahun 2003 dan 2008. Ia menjalani 7 bulan penahanan di Rutan Salemba pada medio 2003 karena FPI saat itu melakukan sweeping di tempat hiburan malam. Padahal sweeping sembarangan tak diperbolehkan, karena FPI bukan aparat. Selain itu, ia melontarkan kritik yang menghina gubernur dan aparat.
Selain itu, tahun 2008 Rizieq kembali dibui karena bentrok dengan ormas lain di Monas. Ia didakwa bersalah karena menghasut dan dan melakukan kekerasan. Sehingga harus merasakan kurungan selama 1,5 tahun. Munarman, eks pentolan FPI, juga dijadikan tersangka pada kasus itu.
Jika kita lihat dari track record Rizieq, jelas tidak bisa dijadikan panutan.
Bagaimana bisa seorang yang mengaku ulama plus keturunan Nabi, malah tidak mencerminkan akhlak seperti Rasulullah? Meski Nabi juga berjihad dan berdakwah, tapi menggunakan cara yang lembut. Bahkan tawanan juga diperlakukan dengan baik dan tidak asal menghunuskan pedang.
Selain itu, Rizieq jelas terlihat tidak suka jika berhubungan dengan umat yang berkeyakinan lain dan miskin toleransi. Padahal ada riwayat ketika Nabi menyuapi pengemis yang buta setiap hari, dan ia diketahui seorang non-muslim. Ketika Nabi saja berperilaku lembut dan penuh kasih, tetapi orang yang mengaku keturunannya malah berangasan seperti itu? Sungguh miris.
Guntur menambahkan, ia juga setuju dengan pendapat Dahnil Anzar, yang menyatakan bahwa ulama yang menyerukan kebaikan ada banyak sekali. bukan ulama yang memaki orang di sana-sini.
Dalam artian, bagaimana bisa seorang pemuka agama malah tidak memberi contoh yang baik? Bukankah seharusnya seorang ulama berkata dan berpelilaku positif? Bukannya suka menghina orang lain.
Sepertinya Rizieq sudah amnesia dengan salah satu hadis Nabi yang berbunyi, “Berkatalah baik atau diam”. Seharusnya ia menahan diri dan tidak mencecar banyak orang. Yang terjadi, saat jadi tersangka dan akhirnya masuk penjara untuk ketiga kalinya, pria tua itu terus memaki aparat, pemerintah, dan banyak pihak lain.
Rizieq bahkan terang-terangan menghina majelis hakim yang seharusnya ia hormati, di persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Saat diadakan prosesi pengadilan kasus kerumunan di Petamburan, ia malah meragukan kualitas sang hakim dan tidak terima dijadikan tersangka. Padahal sudah jelas bersalah, karena membuat kerumunan saat pandemi jelas melanggar protokol kesehatan.
Mari kita dengarkan ceramah dari ustad, kiai, dan ulama lain yang ada banyak di Indonesia. Namun jangan hiraukan ucapan Rizieq, karena ocehannya hanya mengandung ujaran kebencian dan tidak ada faedahnya. Jangan asal pilih pemuka agama, tetapi pilih yang benar-benar mengerti agama dan perilaku serta ucapannya selalu positif.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews