Kultum Tarawih [14]: Serahkan Urusan pada Ahlinya

Tinggal, apakah kita akan patuh pada Allah dan Rasul-Nya, atau kita tetap akan seenaknya?

Minggu, 10 Mei 2020 | 06:02 WIB
0
261
Kultum Tarawih [14]: Serahkan Urusan pada Ahlinya
Para ahli (Foto: HUmas Kota Bandung)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita bisa sampai pada malam keempatbelas. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.

Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.

Dalam seri kesepuluh Kultum Tarawih Pak Guru, telah kita bahas mengenai pentingnya berpikir kritis dalam menerima informasi. Seri kesembilan juga telah membahas pentingnya kita semua untuk belajar sepanjang hayat. Dalam kultum kali ini kita akan perdalam lagi mengenai hal-hal tersebut.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Isra’ ayat 36. Wa la taqfu ma laisa laka bihi ilm, janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Mengapa? Innas sam’a wal bashara wal fuada, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, kullu ula ika kana anhu mas-ula, semuanya itu AKAN DIMINTA PERTANGGUNGJAWABANNYA.

Sebenarnya, makna ayat ini pada dasarnya adalah, Allah itu mengingatkan kita dengan keras. Kalau tidak punya ilmu, tidak tahu tentang sesuatu, jangan asal mengikuti! Mengikuti saja tidak boleh asal, apalagi bicara. Artinya ayat ini menekankan pentingnya agar kita mawas diri terhadap pengetahuan yang kita miliki.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah pun pernah bersabda: ketika sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.

Jadi terhadap suatu urusan itu jangan sampai orang yang bukan ahli yang menangani. Karena jika orang tidak memiliki keahlian, tetapi malah mengurusi suatu hal yang tidak dikuasainya, tentu saja orang itu tidak akan bisa melaksanakan urusan itu dengan baik, malah berisiko membahayakan kepentingan orang banyak.

Pandemi COVID-19 ini menghasilkan ‘infodemi’, banyaknya informasi yang beredar sehingga membuat bingung. Tiba-tiba semua merasa jadi ahli virus, merasa tahu sifat-sifat virus corona secara detail. Tiba-tiba semua merasa jadi ahli epidemiologi, bikin perhitungan kapan pandemi berakhir yang entah secara statistik tepat atau tidak.

Tiba-tiba semua merasa jadi ahli pemerintahan, menyalah-nyalahkan kebijakan pemerintah secara asal. Tiba-tiba semua merasa jadi ahli intelijen, seolah-olah tahu segala ‘behind the scene’ di dunia kita ini.

Semua saling merasa ahli. Saling merasa dirinya paling benar. Menyebarkan apa yang dipikirkannya, menyalah-nyalahkan yang tak sependapat dengannya. Saling caci, saling menyalahkan, gelud online. Padahal belum tentu mereka betulan memahami apa yang mereka omongkan.

Seandainya kita stop, bagaimana? Biarkan yang betulan virolog, yang bicara sifat-sifat virus corona. Biarkan yang betulan ahli epidemiologi, yang membuat perhitungan mengenai penyebaran COVID-19. Biarkan para ahli yang berbicara dan merumuskan solusi. Orang awam seperti kita tidak usah banyak bicara, cukup mempelajari dan mengkritisi informasi sehingga kita paham bagaimana harus bersikap.

Hati-hati, kalau kita sembarangan bicara padahal tidak paham, Allah dan Rasul-Nya telah mengingatkan apa yang akan terjadi. Tinggal, apakah kita akan patuh pada Allah dan Rasul-Nya, atau kita tetap akan seenaknya?

Wallahu a’lam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

***