Jangan mengindoktrinasi anak-anakmu. Ajarkan mereka bagaimana berpikir untuk diri mereka sendiri. Bagaimana cara mengevaluasi bukti, dan bagaimana tak setuju denganmu.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) formulasi /for·mu·la·si/ adalah kata benda yang bermakna ‘perumusan’. Dalam kata kerja memformulasikan = merumuskan, menyusun bentuk yang didapat dari aneka unsur.
Kemampuan manusia memformulasikan segala sesuatu (menjadi sesuatu), itu problem kita ketika medsos disodorkan secara serentak. Merobohkan bangunan-bangunan lama; namun jangankan fondasi, lahan bangunan baru pun belum ketahuan juntrungnya.
Maka ketika medsos mencemplungkan masyarakat Indonesia ke komunikasi dari lisan ke tulisan, di situ permasalahan muncul. Miskomunikasi muncul bukan karena beda bahasa dan kepentingan, melainkan bermasalah dengan formulasi pikiran. Bahkan acap, kesalahpahaman muncul karena makna yang dimaksudkan berbeda dengan maunya.
Apakah soal kemampuan menulis, atau berkomunikasi? Pada awal-awalnya adalah soal kemampuan memformulasikan pikiran. Tapi bagaimana cara memformulasikan pikiran, jika pelajaran mengenai hal itu tak ada? Pendidikan kita sejak awal tak berurusan dengan think by logic. Lebih banyak berurusan mengenai struktur berfikir kita.
Ujian-ujian akademik kita dalam bentuk esai (menulis paper, skripsi, tesis, disertasi), adalah semacam kutukan bagi kaum terdidik kita secara formal. Bagaimana dengan yang tak terdidik secara formal? Yang dididik oleh medsos?
Nggak ada hubungan sebenarnya. The essence of the independent mind lies not in what it thinks, but in how it thinks, tulis Christopher Hitchens dalam Letters to a Young Contrarian. Esensi pikiran independen tak terletak pada yang dipikirkannya, tapi bagaimana cara berpikirnya. Di situ kita bermasalah.
Kemampuan memformulasikan pikiran, sebenarnya semacam membangun sikap mental tentang pemikiran kritis dan keingintahuan. Ini tentang pola pikir melihat dunia dengan cara yang menyenangkan dan kreatif. Tapi karena tak menyenangkan untuk diajarkan (kebanyakan guru tak siap dilangkahi murid), maka latihan beropini pun menjadi menyiksa.
Di situ, lagi-lagi saya kutip Arne Tiselius, “Kita hidup di dunia di mana sayangnya perbedaan antara yang benar dan yang salah tampak semakin kabur dengan manipulasi fakta, dengan eksploitasi pikiran yang tidak kritis, dan oleh polusi bahasa.”
Dalam dunia akademik bisa lebih menjengkelkan, karena upaya mengembangkan pemikiran kritis goyah dalam praktiknya. Terlalu banyak dosen menguliahi audiens pasif, daripada menantang siswa.
“Apabila dua orang selalu sepakat dalam segala hal, berarti cuma satu orang yang berpikir,” ujar Lyndon B. Johnson, Presiden ke-36 Amerika Serikat.
Makanya, Do not indoctrinate your children. Teach them how to think for themselves, how to evaluate evidence, and how to disagree with you, ujar Richard Dawkins. Jangan mengindoktrinasi anak-anakmu. Ajarkan mereka bagaimana berpikir untuk diri mereka sendiri. Bagaimana cara mengevaluasi bukti, dan bagaimana tak setuju denganmu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews