Kebencian pada hidup membuat hidupnya tak bisa mulia.
Saudaraku, kemiskinan material memang bisa dekatkan seseorang pada kekufuran (kegelapan), tetapi kemiskinan mental lebih gawat dari itu: nista di dunia dan akhirat. Dalam miskin mental, orang tak bisa melihat sisi positif pengalaman hidupnya.
Siapa tak bisa berdamai dengan masa lalu tak bisa melihat kebaikan hari ini. Siapa tak bisa lihat kebaikan hari ini, tak bisa lihat harapan kebahagiaan hidup mendatang di dunia. Siapa tak bisa lihat kebahagiaan hidup di dunia, berharap bisa raih kebahagiaan di akhirat dengan segera akhiri hidupnya.
Orang miskin mental memang berani mati, tapi tak berani hidup. Padahal, tak ada jalan pintas menuju surga.
Janji surgawi hanya bisa diraih lewat keberanian hidup, beramal kebajikan atasi rintangan dan tantangan zaman, demi memberi kebahagiaan hidup warga bumi.
Dalam kemiskinan mental, ruang jiwa juga terlalu sempit untuk bisa menerima perbedaan. Kehadiran yang berbeda dipandang dengan kecurigaan permusuhan, yang harus disingkirkan dengan pengucilan dan penyerangan.
Dalam aksi teroris, kebencian pada perbedaan dan jalan pintas menuju surga menyatu dalam aksi bom bunuh diri. Pekikannya, “Hidup mulia atau mati syahid”. Kenyataannya, “Hidup tak mulia, mati pun tak syahid”. Kebencian pada hidup membuat hidupnya tak bisa mulia.
Siapa tak bisa hidup mulia di dunia tak mampu kobarkan kesyahidan (kesungguhan) jelang kematian —dengan berani mengolah kehidupan; malah, memamerkan kepengecutan dengan bunuh diri dan bunuh orang. Orang yang mati syahid wariskan kebahagiaan dan kebaikan pada kehidupan. Orang yang mati pengecut, mewariskan kesengsaraan dan keburukan pada kehidupan.
Dengan demikian, terorisme bukanlah sebab, melainkan korban dari kemiskinan (material dan mental). Seperti pernah diingatkan dalam Pesan Ramadhan Vatikan, “Kemiskinan telah menodai dan merendahkan martabat manusia/kemanusiaan dan tidak jarang menjadi penyebab keterasingan, kemarahan bahkan kebencian dan hasrat untuk membalas dendam.”
Betapapun kita benci terorisme, solusinya tak cukup dengan kutukan. Kita perlu menumpas akarnya dengan meningkatkan kualitas dan kecerdasan hidup secara berkeadilan. Diingatkan oleh H.G. Wells, "Sejarah kian jadi arena adu cepat antara pendidikan dan prahara."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews