Perhitungkan matang-matang, eksekusi dengan baik. Minimalkan dampak kerusakan, utamakan manfaat bersama.
Setahun lalu saya bertemu dengan kawan-kawan lama. Obrolan kami ngalor ngidul ke mana-mana, ya namanya kawan kalau ketemu ya obrolannya lama dan macam-macam. Namun, ada hal menarik yang bisa diambil.
Entah bagaimana ceritanya kami membahas bagaimana di sebuah sekolah berbasis agama terjadi indoktrinasi politik, sekitar tahun 2000-an. Murid-murid di sekolah tersebut pernah diajak berkumpul di lapangan, katanya untuk apel pagi. Kemudian mereka disuruh memegang balon dengan warna-warna tertentu, yang belakangan ini diketahui ternyata warna-warna ini merupakan warna khas suatu partai.
Guru-guru di sekolah ini juga kerap membagikan stiker logo partai, beserta ajakan untuk memilih partai itu. Guru juga kerap memberi hadiah pada murid, seperti buku tulis, yang kemudian oleh sang guru digambari logo partai dan nomornya.
Sekolah ini merupakan sekolah asrama. Sewaktu sedang ramai sebuah isu internasional, tiba-tiba diadakan razia pada barang bawaan siswa. Tidak boleh ada barang pribadi murid yang merupakan produk perusahaan 'pembela musuh'. Sabun, shampoo, pasta gigi, jajanan, pokoknya semua harus bersih dari 'produk musuh'. Kantin sekolah dibersihkan dari 'barang-barang musuh' ini. Sekolah memasang peringatan untuk tidak menyokong musuh dengan memboikot produk mereka.
Saya merinding sekali kalau tahu ini. Sekolah ini terdiri dari SD dan SMP. Anak-anak yang bersekolah di sana jelas belum cukup umur untuk memilih, bahkan bisa jadi belum tahu apa itu politik. Anak-anak yang polos, yang bersekolah untuk mendapat ilmu dan bersosialisasi dengan kawan-kawannya, malah didoktrin tentang hal-hal yang mereka belum siap untuk menerima.
Mendadak, saya teringat cerita seorang teman sejawat mengenai sekolah yang tidak upacara bendera dan mendoktrin muridnya untuk mendukung aksi bela agama. Saya teringat anak-anak yang bernyanyi 'bunuh' dengan lantangnya di sebuah ajang perayaan hari raya sementara mereka bahkan belum tahu apa ciri makhluk hidup itu.
Saya teringat anak-anak yang dipakaikan atribut politik, lalu diajak mengikuti demo dan kampanye politik padahal mereka sendiri bisa jadi belum fasih bersosialisasi dengan kawan-kawan mereka!
Ini baru perkara politik. Bagaimana kalau yang didoktrinkan itu adalah radikalisme? Bisa jadi di satu tempat ada yang kaget karena anak yang disekolahkannya untuk menjadi anak shalih, justru malah menghalalkan darah orang tuanya sendiri karena beda pandangan mengenai hal sepele. Bisa jadi ada orang tua yang kaget karena anaknya malah bercita-cita menjadi martir pembela agama di negara yang jauh.
Untuk para orang tua, pendidikan adalah kerjasama sekolah, anak, dan Anda sendiri. Ajak anak berdiskusi mengenai pelajaran sekolahnya, dan pastikan anak Anda tidak terpapar hal aneh-aneh. Apabila Anda menemukan kejanggalan seperti yang saya jelaskan tadi di sekolah anak Anda, segera komplain ke pihak pengelola sekolah. Kalau setelah komplain pihak sekolah malah merasa benar sendiri, RELAKAN UANG RATUSAN JUTA YANG ANDA BAYAR, PINDAHKAN SEKOLAH ANAK ANDA SEGERA. Lebih awal Anda bertindak, lebih baik prognosisnya.
Untuk guru-guru dan pengelola sekolah, ingat, ANAK-ANAK BUKAN DEWASA KECIL. ANAK-ANAK TIDAK MEMPROSES INFORMASI SEPERTI ANDA YANG SUDAH DEWASA. Anda hanya akan merusak generasi muda dengan mendoktrinkan hal-hal buruk tadi, yang bukan merupakan konsumsi mereka.
Mereka butuh tumbuh dan berkembang dengan baik. Mereka butuh berada dalam dunia mereka, dengan asupan ilmu yang bermanfaat, pergaulan yang sehat, dan belajar meneladani sikap-sikap yang baik. Tolong, jangan pernah mencuci otak anak-anak kita dengan politik kebencian, fitnah, hasut, hoaks, dan radikalisme, jika Anda masih peduli akan masa depan bangsa kita.
Untuk pemerintah, wakil rakyat, pejabat-pejabat terkait, ini adalah potret yang nyata terjadi. Jika Anda ingin berbuat sesuatu demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia, saatnya Anda sekalian membuat gebrakan untuk menumpas ini semua. Perhitungkan matang-matang, eksekusi dengan baik. Minimalkan dampak kerusakan, utamakan manfaat bersama.
Salam,
Pakdhe Guru DulKam
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews