Eksistensialisme ialah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauan bebas. Eksistensialisme Sartre bersifat ateistik.
Ada dua kafe yang biasa menjadi tempat filosof eksistensialisme Jean-Paul Sartre bekerja. Bekerja maksudnya membaca, menulis, dan berdiskusi. Kedua kafe itu Kafe Lex Deux Magots dan Kafe de Flore. Kedua kafe terletak berdekatan di Saint Germain-des-Pres, Paris, Prancis.
Satu reporter Media Indonesia beruntung pernah mengunjungi salah satu kafe tersebut dan menulis laporan tentangnya. Saya tahu tentang kafe tersebut dari tulisan reporter Media Indonesia itu. Setelah membaca tulisan itu, saya kepingin sekali menyinggahinya bila saya berkesempatan ke Paris. Akan tetapi, ketika dua hari berkunjung ke Paris pada 2018, saya tidak sempat mengunjunginya.
Ingatan saya tentang kafe Sartre terbit kembali ketika saya membaca Majalah Basis edisi terbaru yang mengangkat tema ‘Eksistensialisme Sartre.’ Sudah lama saya tidak menemukan majalah filsafat itu. Saya pikir Majalah Basis “bubar jalan” terimbas era digital. Syukurlah, pekan lalu, ketika membeli buku “The Age of Surveilance Capitalism” karangan Shoshana Zuboff di toko buku Periplus , Plaza Senayan, saya melihat Majalah Basis dan membelinya.
Eksistensialisme ialah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauan bebas. Eksistensialisme Sartre bersifat ateistik. Ada eksistensialisme teistik seperti dikembangkan Gabriel Marcel. Bagi Marcel, filsafat ialah sebuah refleksi tentang kredo “aku percaya” dalam hubungannya dengan “aku eksis.”
Sartre dikisahkan biasa datang ke Kafe Les Deux Magot pukul 09.00 dan berativitas di sana sampai malam hari. Sebagian buku termasyurnya tentang eksistensialisme, ‘’L’etre et le neant” (Ada dan ketiadaan) ditulis di kafe tersebut. Ia juga menerima dan berdiskusi dengan teman-temannya di situ.
Pada masa keemasannya antara 1940-1950, eksistensialisme Prancis bukan hanya diskursus filsafat yang ketat tetapi juga menjadi aliran sastra, gaya hidup, bahkan gerakan politik. Orang berdiskusi di kafe-kafe sambil mendengarkan jazz, berdansa dan merokok.
Di Indonesia belakangan ini banyak orang beraktivitas menulis, membaca, berdiskusi, di kafe semenjak ‘ngopi’ menjadi gaya hidup. Saya sendiri gemar membaca dan menulis di kafe. Menulis atau membaca ditemani secangkir kopi di kafe menghadirkan ketenangan tersendiri.Saya jadi teringat Kempis, seorang murid Yesus, yang mengatakan, ”Dalam segala hal saya telah mencari ketentraman dan saya tidak menemukan di mana pun, kecuali di pojok bersama buku.”
Kafe favorit tempat saya membaca dan atau menulis buku ialah Bakoel Koffie di Cikini, Menteng, Jakarta. Pisang gorengnya tiada duanya menurut saya. Sebagian besar naskah buku “Jurnalisme Narkoba: Panduan Peliputan” (2015) dan “Jurnalisme Keberagaman untuk Konsolidasi Demokrasi” (2016) saya tulis di kafe ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews