5 Kisi-kisi Indonesia Bekerja Kembali

Dunia punya pengalaman Flu Spanyol tahun 1918 yang menunjukan bahwa gelombang kedua lebih membahayakan dan lebih banyak korban dibanding gelombang pertama flu tersebut.

Senin, 18 Mei 2020 | 11:01 WIB
0
204
5 Kisi-kisi Indonesia Bekerja Kembali
Ilustrasi bergiat di saat corona (Foto: katadata.co.id)

Bulan Juni 2020, secara bertahap, dengan mematuhi lima kisi-kisi, Indonesia saatnya memulai kembali bekerja di luar rumah. Sudah kurang lebih 5 minggu, sejak pertama kali PSBB diberlakukan di Indonesia (Jakarta pertama kali mulai 10 April 2020), aktivitas warga dan bisnis dibatasi melalui aturan PSBB.

Kini data nasional menunjukan bahwa tren penambahan kasus baru terlihat mulai mendatar (statis) di kurva, di sejumlah wilayah justru trennya mulai menurun. Namun sebaliknya dampak negatif terhadap ekonomi memuncak. Data menunjukan peningkatan jumlah pengangguran dan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional.

Demikian salah satu kesimpulan penting dari riset yang dilakukan oleh LSI Denny JA. Riset dilakukan dengan mengolah data sekunder. Tiga sumber data yang digunakan: Data Gugus Tugas, Data Worldometer, dan data WHO.

LSI Denny JA menemukan Indonesia memenuhi syarat untuk membuka kembali aktivitas warga dan ekonomi. Namun itu tak bisa dilakukan secara serentak. Ia harus dilakukan secara bertahap karna grafik kasus setiap wilayah berbeda-beda, setelah PSBB diberlakukan.

Wilayah yang sudah layak dibuka kembali termasuk Jakarta yang merupakan pusat ekonomi dan bisnis Indonesia.

-000-

LSI Denny JA menemukan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) latar belakang atau landasan mengapa Indonesia perlu bekerja kembali secepatnya.

Pertama, sebelum Indonesia, banyak negara di dunia yang telah membuka kembali aktifitas warga dan ekonominya.

Di bulan April, sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Yunani, dan juga New Zealand (non Eropa), telah melonggarkan kebijakan “lockdown”-nya.

Pada awal Mei, diikuti oleh negara Eropa yang lain, seperti Portugal, Spanyol, Belgia, Italia dan Perancis.

Diantara negara-negara tersebut, Italia, Spanyol, Perancis dan Jerman adalah negara yang diawal pandemi memiliki kasus positif dan meninggal paling banyak di Eropa.

Negara-negara tersebut membuka kembali pembatasan sosial (lockdown) setelah mereka melewati puncak pandemi, yang terlihat dari data kurva kasus harian yang menurun (driven by data).

Dalam kebijakan membuka kembali aktifitas warga dan ekonomi, sejumlah negara tersebut punya detil-detil kebijakan yang berbeda-beda. Namun ada persamaan dari kebijakan aktifitas ekonomi yang dibolehkan.

Diantaranya; usaha kecil menengah, toko-toko kebutuhan pokok harian, toko buku, toko pakaian, dan taman publik dibolehkan mulai dibuka dengan tetap menjaga aturan social distancing.

Bar, restoran dan kafe belum diijinkan buka hingga Juni 2020.

Kedua, vaksin baru ditemukan paling cepat 12 bulan/ satu tahun lagi. Indonesia dan negara lain mustahil sudah menunggu hingga vaksin benar-benar ditemukan untuk memulai kerja ke luar rumah lagi.

Organisasi APINDO melaporkan bahwa data mereka menunjukan terdapat kurang lebih 7 juta karyawan yang di PHK pada Mei 2020. APINDO juga mengingkatkan bahwa terdapat 30 juta karyawan di bidang properti yang juga terancam di PHK jika pandemi belum bisa diatasi (undercontrol).

Artinya jika aktivitas ekonomi tidak secara bertahap dimulai maka warga Indonesia bisa menderita akibat terkaparnya ekonomi rumah tangga.

Ketiga, Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara kesehatan tubuh dan kesehatan ekonomi. Selain angka pengangguran yang makin tinggi, efek ekonomi pandemi corona yang terasa adalah turunnya pendapatan negara, dan pertumbuhan ekonomi tidak mencapai target.

Hal ini dapat mengakibatkan dampak ekonomi ke semua sektor (krisis ekonomi). Jika aktivitas ekonomi tak segera dibuka kembali, maka pemulihan ekonomi Indonesia akan melalui jalan yang panjang dan terjal.

Namun tentu dibuka kembalinya aktifitas warga dan ekonomi harus dilakukan dengan bertahap (gradual), belajar best practice dari negara yang sudah lebih dahulu, dituntun dengan data (driven by data) dan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

-000-

Dari riset yang dilakukan, LSI Denny JA menawarkan 5 (lima) kisi-kisi untuk Indonesia kembali kerja. Kelima kisi-kisi tersebut antara lain;

Pertama, dimulai dari daerah yang grafik tambahan kasus harian positifnya menurun. Riset LSI Denny JA, yang telah dirilis sebelumnya, menunjukan bahwa ada 4 (empat) wilayah yang masuk ke dalam tipologi B (Baik).

Yaitu wilayah yang tambahan kasus hariannya menunjukan penurunan dari waktu-waktu meski tak drastis pasca pemberlakuan PSBB. Keempat wilayah tersebut adalah DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung Barat

Tapi ada pula wilayah yang tidak memberlakukan PSBB, namun tren kasus hariannya menurun, yaitu Provinsi Bali. Kelima wilayah ini, dari riset LSI Denny JA, telah memenuhi syarat untuk dibukakan kembali aktifitas warga dan ekonomi.

Kedua, yang usianya rentan terkena virus dan rentan angka kematian tetap di rumah/kerja dari rumah. Sementara usia yang tidak rentan dibolehkan bekerja kembali di luar rumah.

Data Indonesia menunjukan bahwa angka kematian akibat virus Corona paling tinggi terdapat pada usia diatas 45 tahun. Di kelompok usia ini, hingga saat ini, angka kematiannya mencapai di atas 84 % dari total jumlah kematian akibat Covid-19.

Artinya berdasarkan data, mereka yang usianya dibawah 45 tahun dapat kembali bekerja keluar rumah. Sementara mereka yang usianya diatas 45 tahun, tetap diminta untuk bekerja dari rumah (work from home).

Ketiga, data juga menunjukan bahwa tingkat kematian juga tidak proporsional bagi mereka yang punya penyakit penyerta. Mereka yang punya penyakit sebelum terpapar virus, seperti hipertensi, sakit jantung, sakit paru, diabetes, lebih rentan terhadap kematian dibanding mereka yang tak punya riwayat penyakit tersebut.

Data dunia juga menunjukan gejala yang sama, tingkat kematian paling tinggi pada mereka yang punya penyakit-penyakit penyerta diatas.

Pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan bahwa mereka yang dibolehkan bekerja di luar rumah adalah mereka yang secara klinis tak punya penyakit penyerta yang kronis.

Mereka yang pekerja namun punya penyakit penyerta yang kronis, bisa tetap kerja dari rumah.

Keempat, saatnya kita memulai gaya hidup baru di era “new normal”. Warga diijinkan kembali beraktifitas namun selalu menjaga protokol kesehatan. Kita harus belajar “hidup bersama” virus corona di tengah-tengah kita hingga vaksinnya ditemukan.

Aturan social distancing tetap berlaku ketat, menggunakan masker ketika keluar rumah terutama di fasilitas dan transportasi publik, sering mencuci tangan, tak bersalaman dulu dan lainnya. Dunia usaha juga mulai membiasakan diri untuk menggunakan teknologi komunikasi untuk kepentingan bisnisnya.

Kelima, semua pihak harus berperan serta, mengambil bagian untuk menjaga agar protokol kesehatan terjaga ketika kembali beraktifitas. Tak hanya pemerintah, baik pusat maupun daerah, namun pemimpin dunia usaha, tokoh masyarakat, tokoh agama harus terlibat aktif mengedukasi dan mengawasi warga agar terjaga kesehatan bersama.

-000-

Kembali beraktifitas dengan tetap menjaga ketat protokol kesehatan sangat penting untuk mencegah melonjaknya kasus baru dan juga mengantisipasi datangnya gelombang kedua pandemi.

China, Korea Selatan dan Jerman melaporkan bahwa terdapat cluster kasus baru pasca dibukanya lockdown.

Dunia punya pengalaman Flu Spanyol tahun 1918 yang menunjukan bahwa gelombang kedua lebih membahayakan dan lebih banyak korban dibanding gelombang pertama flu tersebut.

Pengalaman tersebut menjadi warning bagi Indonesia dan dunia. Pemerintah Indonesia (Baik Pusat dan Daerah) pun harus meningkatkan kemampuan untuk memperbanyak jumlah test harian (rasio test harian Indonesia di dunia masih kecil), melacak penyebaran, menyetop, melakukan isolasi, dan mengobati pasien terpapar Corona.

Mari bekerja kembali dengan sangat hati- hati. Mari menjaga kesehatan tubuh kita. Mari menjaga kesehatan ekonomi kita juga.


Lingkaran Survei Indonesia- Denny JA
Sabtu, 16 Mei 2020

***