Parit gila itu Alhamdulillah. Tidak jadi dibangun. Atau belum jadi. Bahkan mungkin tidak akan jadi.
Keadaan sudah agak berubah. Setelah pembunuhan wartawan Jamal Khasoggi di Istanbul itu. Pangeran MBS kurang berkibar-kibar lagi. Perang di Yaman juga sudah mereda. Mestinya kebencian Arab Saudi ke Qatar juga menurun.
Dan parit besar itu mohon tidak jadi dibangun. Yang hanya akan jadi peninggalan konyol: memisahkan daratan Saudi dan Qatar. Yang akan membuat Qatar terisolasi.
Ups…
Yang diisolasi sendiri cuek bebek. Kehidupan di Qatar normal-normal saja. Padahal blokade sudah berlangsung dua tahun.
Gara-gara Qatar tidak mau ikut Arab Saudi: menyerbu Yaman. Padahal Amerika saja mendukung penuh. Ikut mengirimkan persenjataannya.
Di dalam pesawat menuju Qatar, minggu lalu, saya membaca New York Time. Yang menampilkan gadis Yaman.
Sangat mengenaskan. Umur 12 tahun. Telanjang. Di atas tempat tidur rumah sakit sederhana. Hanya terlihat tulang-tulangnya. Seperti tengkorak. Itulah, tulis New York Times, hasil keterlibatan Amerika. Dalam mendukung serangan Arab Saudi ke Yaman. Yang hanya membuat ribuan rakyat Yaman tewas. Dan jutaan orang menderita. Kelaparan.
Kini Arab Saudi lagi kehilangan angin. Sejak kasus Jamal Khasoggi 2 Oktober lalu. Raja Salman yang sudah tua sampai turun gunung. Keliling ke daerah-daerah. Meredakan kemarahan. Setelah putranya begitu agresif: menangkap saudara-saudaranya sendiri. Dengan tuduhan korupsi. Menangkapi aktivis. Yang anti padanya. Menyerang Yaman. Dengan bom-bomnya. Memblokade Qatar.
Khasoggi jadi martir untuk perubahan politik di Saudi. Pangeran MBS mungkin tetap akan jadi raja. Setelah dua tahun terakhir diserahi menjalankan kerajaan sehari-hari. Dengan gegap gempita agresivitasnya.
Di Yaman, perjanjian perdamaian sudah ditanda-tangani. Dua minggu lalu. Tapi blokade terhadap Qatar belum tahu: siapa yang bisa menjadi penengah. Turki masih terus menuntut ekstradisi. Agar para pembunuh Khasoggi diserahkan. Agar jenazah Khasoggi diumumkan: diapakan dan ditaruh di mana. Agar keterlibatan ‘penguasa tertinggi’ Arab Saudi terus diselidiki. Kalau perlu oleh PBB.
Jangan-jangan sepakbola yang akan jadi penengah. Arab Saudi kan harus mengirimkan tim sepakbolanya. Ke piala dunia di Qatar. Tahun 2022 nanti.
Entahlah…
Saya memang ikut jadi ‘korban’. Kecil-kecilan. Pesawat dari Jakarta ke Doha, ibukota Qatar, harus lebih lama. Tambah setengah jam. Jadi 9 jam. Pesawat itu harus berbelok-belok. Sebelum memasuki wilayah Qatar. Harus terbang di atas laut: Selat Hormuz. Mengikuti lekukan selat itu. Tidak bisa lurus melewati udara Arab Saudi.
Jalur pesawat yang harus memutar untuk menghindari wilayah udara Arab Saudi.
Demikian juga dari Qatar ke Lebanon. Harus muter ke atas udara Mesir. Menjadi 4, 5 jam. Yang mestinya hanya 3 jam. Bukan saja menghindari udara Saudi. Tapi juga harus menghindari langit Syiria yang lagi perang.
Tentu saya tidak perlu menulis betapa modernnya kota Doha. Qatar memang kaya raya. Sumur gasnya terbesar di dunia. Hanya kalah di minyak. Tapi dunia modern lebih memilih gas daripada minyak.
Saya memilih ke museum. Yang dibangun di atas laut. Sambil memandang gedung-gedung pencakar langit Doha. Dari seberang lautnya. Juga memandang masjid modernya. Di sisi yang lain.
Alam pikiran saya pindah dari proyek-proyek stadion masa depan ke sejarah masa lalu.
Jam 7 malam masih banyak yang berkunjung ke museum modern ini. Aneh. Begitu menarik museum ini. Ternyata gratis. Saya ke lantai yang menampilkan Syiria: menyedihkan. Perang telah membuat kehancuran sejarah kehebatan Syiria. Di museum ini saya baru tahu: kota Aleppo yang porak poranda itu adalah persinggahan terpenting jalur sutra. Lewat Aleppo pedagang dari Yangzhou terus ke Istanbul. Dan ke Eropa.
Untuk makan malam saya pilih ke pasar Arab tradisional. Semula agak kaget: mobil yang membawa saya harus masuk basement. Ke tempat parkir bawah tanah. Dengan parkir digital. Yang sangat modern.
Lalu naik lift. Ke pasar tradisional.
Ups…
Ternyata benar-benar tradisional Arab. Saya yakin ini bukan pasar lama. Ini bangunan modern. Tapi model pasarnya, bentuk kiosnya, tata letaknya, cara perdagangnya, barang yang diperdagangkannya betul-betul tradisional. Ada penjual burung, kucing, anak anjing, sapu segala. Liku-liku gangnya membuat saya lupa kalau lagi di kota semodern Doha.
Tentu saya juga ke mall terindahnya. Yang membuat saya lupa bahwa ini di negara Arab. Begitu jarang melihat wanita berjilbab. Atau berabaya. Atau lelaki bergamis.
Memang Qatar lagi berusaha keras: jadi Singapuranya. Bagi jazirah Arab. Bersaing dengan Dubai di sebelahnya.
***
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews