Adakah itu pertanda publik merindukan kembali kehadiran sebagian tokoh dan sosok pemimpin seperti yang pernah ada di masa lampau?
Pada saat diterbitkan 45 tahun lalu, Prisma No. 8 Tahun 1977 dengan tema 'Manusia dalam Kemelut Sejarah' langsung "meledak". Belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan sesudahnya, ada terbitan Prisma yang mendapat perhatian publik sedemikian besar.
Edisi ini memuat ulasan tentang sosok dan peran sejumlah tokoh dalam sejarah Indonesia. Ada yang dipuja sebagai pahlawan, tapi ada pula yang dicap penghianat atau pemberontak. Tentu semua penilaian post-factum ini tak luput dari bias tertentu.
Maka dalam Prisma edisi itu selain ada ulasan tokoh seperti Soekarno, Haji Agus Salim, Jenderal Sudirman, juga ada ulasan tentang tokoh-tokoh lainnya yang posisinya selalu kontroversial dalam penilaian sejarah di kemudian hari.
Misalnya tokoh misterius Tan Malaka atau Amir Sjarifudin, mantan Perdana Menteri yang dieksekusi mati di depan regu tembak karena dituduh terlibat "pemberontakan" Madiun 1948. Atau juga tokoh Kahar Muzakkar, pejuang kemerdekaan Indonesia yang kemudian terlibat pemberontakan DI/TII.
Karena besarnya perhatian publik, maka Redaksi Prisma bersama LP3ES kemudian menerbitkan ulang Prisma nomor ini dalam bentuk buku, dengan judul yang sama 'Manusia dalam Kemelut Sejarah', cetakan pertama tahun 1978.
Ternyata dalam bentuk buku pun perhatian publik tetap besar, terbukti buku ini sudah beberapa kali cetak ulang sejak 1978. Terkini buku tersebut sudah masuk cetakan keempat, awal 2022.
Jadi setelah 45 tahun penerbitan Prisma No. 8 Tahun 1977 yang kemudian menjadi buku ini, ternyata ulasan tentang tokoh-tokoh di atas masih tetap mendapat perhatian besar.
Adakah itu pertanda publik merindukan kembali kehadiran sebagian tokoh dan sosok pemimpin seperti yang pernah ada di masa lampau.....?!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews