Kalau pun korban adalah pelaku tindakan kriminal, tindakan aksi massa atau main hakim sendiri juga tidak dibenarkan.
Ada anak remaja atau masih SMU di Bekasi menjadi korban pengeroyokan oleh enam anak remaja juga. Korban meninggal dunia secara mengenaskan karena ada beberapa luka bacok di kepala dan luka tusuk.
Penyebabnya, korban malam itu mencari hewan kesayangannya yaitu kucing yang keluar dari rumahnya karena tidak kembali. Ia memutuskan mencari kucing peliharaannya itu.
Dalam pencarian kucing tersebut, korban diteriaki maling oleh enam orang yang awalnya mau terlibat tawuran. Korban panik dan lari. Dan dikejarlah oleh enam orang itu dan dianiaya sampai meninggal.
Peristiwa yang hampir serupa juga terjadi sebelumnya, yaitu kakek dengan usia 89 tahun meninggal juga menjadi korban pengeroyokan. Kakek itu dituduh menyerempet pesepeda motor dan diteriaki maling untuk mengundang perhatian masyarakat. Dan terjadi aksi kejar-kejaran di jalanan kawasan Pulogadung. Mobil dirusak dan nyawa melayang oleh aksi massa.
Ada lagi di Bantul, mobil Mercy dirusak sampai hancur hanya karena korban panik karena menabrak motor dan lari dengan kendaraannya dan dikejar dengan teriakan yang hampir sama yaitu maling.
Aksi massa atau main hakim sendiri seperti sudah lumrah terjadi di masyarakat, baik itu terjadi di jalan atau terjadi bukan di jalanan.
Masyarakat mudah terpancing atau terprovokasi kalau ada teriakan maling, jambret atau rampok dan spontan ikut mengejar untuk menangkapnya tanpa tahu duduk masalah yang sebenarnya.
Terkadang korban bukan pelaku tindakan kriminal, tetapi panik karena diteriaki maling dan melarikan diri untuk menyelamatkan diri dari aksi massa tersebut.
Kalau pun korban adalah pelaku tindakan kriminal, tindakan aksi massa atau main hakim sendiri juga tidak dibenarkan.
Aksi massa atau tindakan main hakim sendiri terkadang bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia karena sudah melebihi batas-batas kemanusiaan.
Seperti ada pencuri amplifier di masjid ketangkap dan dibakar oleh massa. Tindakan ini jelas melebihi batas-batas kemanusiaan. Korban sudah tidak berdaya tetapi bukan diserahkan kepada polisi, malah main hakim sendiri.
Tindakan melanggar HAM bukan hanya dilakukan oleh aparat pemerintah kepada masyarakat saja, tetapi tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat kepada pelaku kriminal juga melanggar HAM.
Sudah berapa orang mati hanya karena diduga pelaku kriminal dan dibakar seperti membakar sampah. Pelakunya juga dari masyarakat kelas bawah. Dan korbannya juga rata-rata kelas bawah.
Membakar hewan hidup seperti ayam saja tidak tega. Tetapi membakar manusia karena perasaan emosi atau konflik yang berbau SARA justru sering terjadi.
Kalau orang sudah tidak berdaya, jangalah dihakimi secara fisik seperti digebukin atau dipukuli atau dirajam dengan batu atau dipukul. Dan jangan suka ikut campur kalau tidak tahu duduk perkaranya.
Kalau ingin membantu korban kejahatan, lebih baik diserahkan kepada aparat kepolisia. Dan jangan mudah terpancing dengan teriakan maling, jambret dan rampok. Siapa tahu kata-kata itu hanya untuk mengundang massa atau memprovokasi.
Stop aksi massa atau main hakim sendiri!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews