Sudah seharusnya bahwa seorang ulama atau ustadz lebih mengajak umat Islam untuk lebih patuh terhadap ulil amrinya, menenangkan hati umat, mengajak umat untuk lebih banyak berdoa.
Umat Islam Indonesia harus benar-benar berhati-hati karena sekarang ini semakin banyak bermunculan ulama-ulama dan ustadz-ustadz palsu. Ulama-ulama dan ustadz-ustadz palsu ini bukannya membuat umat menjadi semakin damai, cerdas, patuh pada aturan, ikhlas menerima cobaan, ramah, dan menjadi rahmatan lil alamin tapi sebaliknya justru mengajak umat Islam untuk menjadi pemberontak, garang, intoleran, membenci, mengumbar kemarahan, dan memusuhi pemerintah dan orang-orang yang tidak seide dengannya.
Berhati-hatilah dengan ulama semacam ini….
Yang namanya ulama dan ustadz itu semestinya mendasarkan semua sikap dan tindakannya pada ajaran agama dan bukan pada nafsunya. Sedangkan ajaran agama Islam soal bagaimana seharusnya umat Islam bersikap pada pimpinannya SANGAT JELAS dan tertera dalam Alquran dan hadist.“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kalian.” [An-Nisaa: 59]
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kaliau dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi, no. 1706, Nasa’i, 7/154, Ibnu Majah, no. 2328, Ahmad, 6/402 dan Al-Hakim, 4/206, ia berkata hadis shahih dan dishahihkan juga oleh Al-Albani)
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, WALAU PUN MEREKA MENYIKSA PUNGGUNGMU DAN MENGAMBIL HARTAMU. TETAPLAH MENDENGAR DAN TAAT KEPADA MEREKA.” (HR. Muslim no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343, Maktabah Syamilah).
Bagaimana kalau ada umat yang melawan dan membangkang pada pemimpinnya? Ya harus DIPERANGI.
Saya tidak tahu mengapa ada beberapa ulama, ustadz, cendekiawan muslim, professor, yang tidak paham bahwa hukum dari membangkang pada ulil amrinya adalah diperangi. Itu sudah jelas.
Hal ini bisa kita lihat pada kisah Khalifah Abu Bakar ketika memerangi umat Islam yang membangkang dan memberontak hanya karena tidak mau membayar zakat. Padahal mereka bukan karena mau menggulingkan kekuasaan Khalifah Abu Bakar tapi hanya karena tidak mau membayar zakat. Toh mereka diperangi oleh Khalifah Abu Bakar. Sila baca kisahnya di sini.
Jadi sungguh aneh jika ada orang yang mengaku ustadz atau ulama tapi tidak paham soal PENTINGNYA PATUH PADA PEMERINTAH sesuai dengan ajaran agama. Itu hanya berarti satu yaitu bahwa mereka adalah ULAMA PALSU. Ulama-ulama dan ustadz-ustadz palsu membahayakan stabilitas negara, baik dalam masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Baca Juga: Ulama Imbau Umat Muslim Cegah Penularan Covid-19
Seharusnya para ulama, ustadz, cendekiawan, guru agama yang ada memahami hal ini karena ini adalah sejarah yang jelas dalam ajaran Islam. Seharusnya para ulama, ustadz, cendekiawan, guru agama yang ada selalu berupaya untuk mencegah umat Islam untuk melakukan bughat dengan menentang pemerintah yang sah baik dengan kata-kata atau pun dengan tindakan, sekali pun menurut mereka tidak adil, curang, dll.
Sungguh aneh dan memalukan jika ada ulama, ustadz, guru agama, cendekiawan muslim yang justru mengajak umat islam untuk menentang pemerintah yang sah, memusuhi dan membangkang pada perintahnya. Apakah mereka ingin menjadi neo khawarij yang patut diperangi oleh pemerintah yang sah?
“Bukankah jihad terbesar adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim? “
Berhati-hatilah dengan orang yang menggunakan hadist ini sebagai kedok untuk melampiaskan nafsu membangkangnya pada pemerintah. Menyampaikan kebenaran pada penguasa ada caranya dan bahkan sudah disampaikan dengan sangat jelas pada kisah Nabi Musa. Nabi Musa saja yang ditugaskan untuk berdakwah pada Firaun yang jelas-jelas zalim diminta untuk menyampaikan ajakannya kepada kebenaran dengan KATA-KATA YANG LEMAH LEMBUT, qaulan layyinan.
Ketika penguasa dianggap keliru, maka dinasehati dengan cara yang baik. Menasehati di sini adalah kata-kata yang pantas, dengan argumentasi yang kuat, dan lemah lembut. Bukan dengan mengumbar aib penguasa di hadapan orang banyak dengan penuh kebencian dan kemarahan seperti yang dilakukan dan disiarkan melalui media.
Umat Islam di Indonesia katanya sangat membenci komunisme dan takut kalau PKI bangkit lagi. Tapi anehnya banyak yang justru mencibir negaranya sendiri dan sebaliknya memuja muji negara Vietnam dalam menangani pandemi ini. Apakah mereka tidak sadar bahwa negara Vietnam ini adalah negara komunis dan apakah mereka tidak sadar bahwa negara ini sukses menangani virus Corona ini justru karena rakyatnya sangat patuh pada pemerintahnya?
Tidakkah ini menjadi pembelajaran bagi umat Islam bahwa meski negaranya berhaluan komunisme tapi jika rakyatnya patuh maka mereka akan lebih mudah menghadapi berbagai masalah dan kesulitan secara komunal. Itu sebabnya Rasulullah meminta kita untuk patuh dan taat pada pemerintah meski pun kita tidak suka.
Pada masa pandemi Covid 19 ini kita bisa melihat betapa kalang kabutnya pemerintah berusaha untuk melindungi rakyatnya baik dalam masalah kesehatan maupun dalam masalah ekonominya. Ini memang situasi yang sangat sulit. Saat ini seperti yang kita saksikan seluruh dunia terpuruk. Bahkan negara adidaya seperti Amerika dan Eropa pun sangat menderita. Bahkan kasusnya terbanyak di dunia dan kematiannya pun sangat tinggi.
Pergerakan ekonomi dan perdagangan terhenti. Saat ini semua negara mulai menggeliat dan sadar bahwa mereka harus bangun dari ketakutan dan kekhawatiran. Kita semua harus bangun dari keterpurukan ini untuk memulai kehidupan lagi.
Tapi ini memang dilema. Kalau kita melonggarkan atau membuka lockdown atau PSBB maka kita pasti akan mengalami peningkatan penularan Covid-19 dan wabah akan lebih dahsyat lagi. Kalau kita ketatkan maka perekonomian bangsa akan hancur tapi jika kita kendorkan maka kematian akibat penularan virus ini akan meningkat. Opsi mana pun yang kita ambil tetaplah seperti makan buah simalakama.
Tidak ada negara yang tidak kalang kabut dengan adanya pandemi ini. Tentu saja setiap pemerintah juga melakukan kesalahan dalam kebijakannya di sana sini. Tapi itu bukan alasan bagi seorang muslim untuk mencaci maki, memusuhi, mengumbar kebencian, dan melawan pemerintahnya. Apalagi jika dia mengaku sebagai seorang ustad dan ulama.
Sudah seharusnya bahwa seorang ulama atau ustadz lebih mengajak umat Islam untuk lebih patuh terhadap ulil amrinya, menenangkan hati umat, mengajak umat untuk lebih banyak berdoa, mendukung dan membantu pemerintah untuk mengatasi masalah besar yang sedang kita hadapi ini.
Saya harus menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada TNI dalam hal kepatuhan pada pimpinan ini. Tidak pernah kita dengar pimpinan TNI membangkang pada Presiden sebagai pimpinannya. Entah bagaimana mereka melakukannya tapi mereka mampu membuat anggotanya untuk patuh pada pimpinan sesuai dengan ajaran agama jauh lebih baik ketimbang MUI yang belakangan ini semakin politis sikapnya.
Jangankan anggota TNI-nya, bahkan istri mereka pun diwajibkan untuk menjaga sikap mereka. Ungkapan kebencian dan pembangkangan yang dilakukan secara terbuka oleh istri TNI akan membuat suaminya mendapatkan hukuman. Sungguh luar biasa…! Sementara MUI semakin hari tidak jelas apakah mereka punya aturan tentang hal ini atau tidak.
Semoga tulisan ini mendarat di hati yang tenang dan tentram setelah berpuasa hampir sebulan lamanya. Amin!
Wallahu a’lam bisshowab.
Surabaya, 22 Mei 2020
Satria Dharma, pernah jadi pengurus MUI
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews