Seperti di Indian yang bisa mendengar tapak kaki kuda dari jarak ratusan kilometer dan bisa menebak siapa yang menaiki kuda itu, maka orang sakti di Nusantara bisa mengatur cuaca dengan kekuatan supranatural.
Indonesia adalah negara yang sangat unik, kesaktiannya sudah sangat terkenal di Mancanegara. Bahkan kesaktian orang Indonesia sudah menjadi stereotype tersendiri.
Di Amerika misalnya kalau orang dari Cina di stereotype-kan “Jago Kungfu” sementara orang Indonesia di stereotype-kan “punya ilmu magic”. Kesan kesaktian orang Indonesia semakin terasa di Mandalika, saat ratusan peserta balap dan kru-nya melihat kesaktian pawang hujan Mbak Rara menghentikan hujan.
Kesaktian Mbak Rara membuat tercengang banyak orang bahkan menjadi pertunjukan utama di Mandalika. Di balik itu bagaimana sejarah Pawang Hujan di Indonesia.
Profesi pawang hujan di Indonesia atau Nusantara sesungguhnya sudah lama sekali sejak jaman sebelum Majapahit. Dulu di era Majapahit pawang hujan terkenal bernama Ki Bogang sangat digunakan baik dalam strategi perang ataupun upacara. Tercatat Ki Bogang dengan ilmunya yang tinggi berhasil mendatangkan hujan saat penyerbuan Raden Wijaya ke kemah pasukan Mongol-Tartar dan menghabisi panglima Mongol, saat itu pasukan Mongol sedang mabuk berat karena pada musim kemarau jarang turun hujan maka Ki Bogang diperintahkan Raden Wijaya mendatangkan hujan dan terjadilah pembantaian pasukan Mongol di tengah hujan lebat pada tengah malam sampai menjelang pagi.
Ki Bogang juga diserahkan pada pengamanan cuaca wisuda Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit Pertama. Ilmu Ki Bogang diwariskan ke cucunya Ki Bango Samparan, nah Ki Bango Samparan inilah yang bersama-sama Patih Gajah Mada selalu bertugas mengatur cuaca.
Kisah terkenal Ki Bango Samparan saat penyerangan Patih Gajah Mada ke Bali dan mendatangkan hujan lebat di sekitaran pendaratan pasukan Majapahit di Pantai Kuta, peran Ki Bango Samparan sangat besar.
Bahkan keris Kyai Sangkelat yang berbentuk luk tujuh masih digunakan prototype-nya sebagai keris sakti pengatur cuaca. Bahkan Danuwarsito yang masih hidup di era Sultan Agung Hanyokrokusumo berperan penting dalam membantu pasukan Mataram menyerang Kota Surabaya dengan mendatangkan hujan besar sebelum pasukan Mataram masuk wilayah Keraton Surabaya dan membuat Pangeran Pekik menyerah kalah.
Bahkan kesaktian Pawang hujan Mataram diikuti oleh orang-orang sakti dari Banten, bahkan sampai sekarang di Pandeglang ada tradisi bernama “Nyarang Hujan” yaitu : Ilmu mengatur cuaca.
Peran Pawang hujan juga pernah menyelamatkan Kota Solo dari pembantaian yang berlarut-larut pada pasca Gestapu 1965. Saat itu beberapa pawang hujan di sekitar Solo mendatangkan hujan yang lama hingga Kota Solo banjir, bengawan Solo banjir besar tapi ini berakibat dibersihkannya mayat-mayat korban pembantaian akibat dituduh PKI dan menghentikan pembantaian-pembantaian selanjutnya.
Banyak yang mengira Pawang Hujan adalah ilmu sederhana dengan memasang cabe dan garam. Padahal salah, ilmu pawang hujan didapatkan dengan lelaku.
Seperti di Indian yang bisa mendengar tapak kaki kuda dari jarak ratusan kilometer dan bisa menebak siapa yang menaiki kuda itu, maka orang sakti di Nusantara bisa mengatur cuaca dengan kekuatan supranatural.
Ada bacaan-bacaan rahasia yang didapatkan turun temurun dan ada yang mendapatkan ilmunya karena keturunan atau mendapatkannya dengan cara lelaku seperti puasa ngebleng, puasa kidang, atau puasa mutih.
Doa mantra hujan salah satunya yang paling terkenal :
Sun matek aji montro dirgo
Rogo mulyo roso jati ingsun
Podo sebo marang dumadi
Surodirojoyoningrat
Lebur dening pangastuti
Hayu hayu hayu rahayu
Kersaning Gusti kang moho suci…
Percaya atau tidak orang Nusantara bisa mengatur cuaca….
Anton DH Nugrahanto
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews