Mantra Pawang Hujan

Seperti di Indian yang bisa mendengar tapak kaki kuda dari jarak ratusan kilometer dan bisa menebak siapa yang menaiki kuda itu, maka orang sakti di Nusantara bisa mengatur cuaca dengan kekuatan supranatural.

Senin, 21 Maret 2022 | 16:26 WIB
0
414
Mantra Pawang Hujan
Rara Istiati (Foto: Pikiran Rakyat)

Indonesia adalah negara yang sangat unik, kesaktiannya sudah sangat terkenal di Mancanegara. Bahkan kesaktian orang Indonesia sudah menjadi stereotype tersendiri.

Di Amerika misalnya kalau orang dari Cina di stereotype-kan “Jago Kungfu” sementara orang Indonesia di stereotype-kan “punya ilmu magic”. Kesan kesaktian orang Indonesia semakin terasa di Mandalika, saat ratusan peserta balap dan kru-nya melihat kesaktian pawang hujan Mbak Rara menghentikan hujan. 

Kesaktian Mbak Rara membuat tercengang banyak orang bahkan menjadi pertunjukan utama di Mandalika. Di balik itu bagaimana sejarah Pawang Hujan di Indonesia.

Profesi pawang hujan di Indonesia atau Nusantara sesungguhnya sudah lama sekali sejak jaman sebelum Majapahit. Dulu di era Majapahit pawang hujan terkenal bernama Ki Bogang sangat digunakan baik dalam strategi perang ataupun upacara. Tercatat Ki Bogang dengan ilmunya yang tinggi berhasil mendatangkan hujan saat penyerbuan Raden Wijaya ke kemah pasukan Mongol-Tartar dan menghabisi panglima Mongol, saat itu pasukan Mongol sedang mabuk berat karena pada musim kemarau jarang turun hujan maka Ki Bogang diperintahkan Raden Wijaya mendatangkan hujan dan terjadilah pembantaian pasukan Mongol di tengah hujan lebat pada tengah malam sampai menjelang pagi.

Ki Bogang juga diserahkan pada pengamanan cuaca wisuda Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit Pertama. Ilmu Ki Bogang diwariskan ke cucunya Ki Bango Samparan, nah Ki Bango Samparan inilah yang bersama-sama Patih Gajah Mada selalu bertugas mengatur cuaca.

Kisah terkenal Ki Bango Samparan saat penyerangan Patih Gajah Mada ke Bali dan mendatangkan hujan lebat di sekitaran pendaratan pasukan Majapahit di Pantai Kuta, peran Ki Bango Samparan sangat besar. 

Bahkan keris Kyai Sangkelat yang berbentuk luk tujuh masih digunakan prototype-nya sebagai keris sakti pengatur cuaca. Bahkan Danuwarsito yang masih hidup di era Sultan Agung Hanyokrokusumo berperan penting dalam membantu pasukan Mataram menyerang Kota Surabaya dengan mendatangkan hujan besar sebelum pasukan Mataram masuk wilayah Keraton Surabaya dan membuat Pangeran Pekik menyerah kalah.

Bahkan kesaktian Pawang hujan Mataram diikuti oleh orang-orang sakti dari Banten, bahkan sampai sekarang di Pandeglang ada tradisi bernama “Nyarang Hujan” yaitu : Ilmu mengatur cuaca. 

Peran Pawang hujan juga pernah menyelamatkan Kota Solo dari pembantaian yang berlarut-larut pada pasca Gestapu 1965. Saat itu beberapa pawang hujan di sekitar Solo mendatangkan hujan yang lama hingga Kota Solo banjir, bengawan Solo banjir besar tapi ini berakibat dibersihkannya mayat-mayat korban pembantaian akibat dituduh PKI dan menghentikan pembantaian-pembantaian selanjutnya. 

Banyak yang mengira Pawang Hujan adalah ilmu sederhana dengan memasang cabe dan garam. Padahal salah, ilmu pawang hujan didapatkan dengan lelaku.

Seperti di Indian yang bisa mendengar tapak kaki kuda dari jarak ratusan kilometer dan bisa menebak siapa yang menaiki kuda itu, maka orang sakti di Nusantara bisa mengatur cuaca dengan kekuatan supranatural.

Ada bacaan-bacaan rahasia yang didapatkan turun temurun dan ada yang mendapatkan ilmunya karena keturunan atau mendapatkannya dengan cara lelaku seperti puasa ngebleng, puasa kidang, atau puasa mutih. 

Doa mantra hujan salah satunya yang paling terkenal : 

Sun matek aji montro dirgo

Rogo mulyo roso jati ingsun

Podo sebo marang dumadi

Surodirojoyoningrat

Lebur dening pangastuti

Hayu hayu hayu rahayu

Kersaning Gusti kang moho suci…

Percaya atau tidak orang Nusantara bisa mengatur cuaca….

Anton DH Nugrahanto

***