Perpustakaan Terbesar yang Dibakar

Tak semua khalifah menyukai puisi dan filsafat. Masa kemunduran Islam dimulai dengan hadirnya penguasa yang tak suka bahkan anti filsafat.

Sabtu, 2 Oktober 2021 | 07:21 WIB
0
467
Perpustakaan Terbesar yang Dibakar
Perpustakaan Baghdad pada masa lalu (Foto: okezone.com)

Beruntunglah sebuah bangsa jika ia memiliki penguasa yang menggemari filsafat, puisi dan ilmu pengetahuan.

Ini salah satu hikmah tertinggi dari masa keemasan Islam (abad 8-14 masehi). Itu era ketika pusat peradaban ilmu pengetahuan dunia bersumber di Bahgdad, dan sekitarnya.

Itu juga masa ketika berdiri perpustakaan terbesar dan terpenting di era itu: Baitul Hikmah. House of Wisdom. (1)

Kisah zaman keemasan ini bemula dari dua penguasa. Mereka adalah Harun Al Rasyid (763-809), dan Al Ma’mun (786-833).

Luas diketahui, betapa Harun Al Rasyid sangat menyukai filsafat, sastra dan ilmu pengetahuan. Ia meminta para pembantunya mendirikan perpustakaan pribadi.

Perpustakaan ini kemudian dialihkan menjadi perpustakan publik. Harun Al Rasyid juga memulai gerakan penerjemahan secara massal.

Sang khalifah sangat tahu. Begitu banyak karya filsafat, sastra dan Ilmu pengetahuan, yang ada di Yunani, India dan Cina. Ia memulai gerakan menerjemahkan buku dari sana ke dalam bahasa Arab atau Persia.

Aneka buku penting yang hadir di peradaban luar sana, yang tulis dengan bahasa asing, secara massif diterjemahkan, dan dihadirkan di Baghdad.

Kesukaan sang khalifah kepada dunia literasi mempengaruhi ekosistem dunia islam. Para penerjemah, filsuf, sastrawan, sufi dan ilmuwan mendapat posisi yang terhormat.

Warga sangat bangga jika mereka menjadi penulis dan penerjemah.

Besarnya peran Harun Al Rasyid dalam bangkitnya dunia literas dunia muslim disinggung oleh banyak penulis besar muslim dan barat, di kemudian hari. Kisah Harun Al Rasyid kadang benar, kadang fiktif, dengan berbaga variasi dan anekdotnya.

Harun Al Rasyid acapkali menjadi karakter dalam kisah dongeng 1001 malam. James Joice dalam novel terkenalnya: Ulysses juga menyinggung namanya.

Penyair besar WB Yeats, Charles Dikens juga membawa figur Harun Al Rasyid dalam karya sastranya. Bahkan Salman Rusdi menjadikan Harun Al Rasyid sebagai judul novelnya: Haroun and The Sea.

Khalifah Al Ma’mun melanjutnya legacy Harun Al Rasyid. Bahkan Al Ma’mun dikisahkan lebih terlibat dengan kegiatan keilmuan itu.

Dikisahkan bahkan Al Ma’mun dengan bangga bercerita. Ia bermimpi berjumpa dengan filsuf Aristoteles. Dalam mimpi itu, Ia kisahkan, Aristoteles menyampaikan langsung inti ajaran filsafatnya.

Sang Khalifah ini bahkan menyediakan waktu terlibat dalam diskusi soal agama dan filsafat dengan para cerdik pandai di era itu.

Legacy paling kuat dari Al Ma’mun, Ia membiayai berdirinya labolatorium observasi untuk dunia astronomi. Ini juga menjelaskan mengapa saat itu dunia Islam begitu maju dengan astronomi.

Islampun memasuki masa keemasannya. Di era itu, lahir peletak dasar ilmu pengetahuan, tafsir agama, filsafat dan sufisme.

Ada Al-Khawarijmi. Ia peletak dasar ilmu Al Jabar. Juga Ia peletak ilmu Matematika pada umumnya. Algoritma yang kini kita kenal berasal dari kata Algoritmi. Itu adalah bahasa latin dari nama Al-Khawarijmi.

Lahir pula Al Kindi. Ia peletak dasar wacana filsafat agama. Al Kindi banyak mengeksplor filsafat yunani, yang Ia sinerjikan dengan prinsip dan dalil agama.

Ada pula Ibnu Sina. Pemikir ini juga dikenal sebagai bapak ilmu kedokteran. Buku kedokterannya menjadi bacaan wajib di universitas barat di kemudian hari.

Hadir pula Ibnu Khaldun. Ia ikut memulai lahirnya Ilmu sosiologi. Bahkan Machiaveli yang dianggap bapak ilmu politik menyatakan Ia banyak belajar dari Ibnu Khaldun.

Ada pula Al Ghazali. Ketika kegemaran atas filsafat Yunani mulai menggeser dalil agama Islam, Al- Ghazali yang lantang bersuara menulis tentang kesesatan filsafat yunani.

Terlepas pro dan kontra pemikiran Al Ghazali, Ia berpengaruh membawa satu paham agama dan filsafat tersendiri.

Di era masa keemasan Islam itu, juga banyak hadir para sufi dan penyair, mulai dari Rabi’ah Adawiyah, Faruddin Attar, Syams Tabrizi, hingga Jalaluddin Rumi. Mereka dianggap para guru sufi dan puisi yang pengaruhnya bertahan hingga hari ini.

Tak semua khalifah menyukai puisi dan filsafat. Masa kemunduran Islam dimulai dengan hadirnya penguasa yang tak suka bahkan anti filsafat.

Itu adalah Al-Mutawakkil (847-861). Ia lebih menekankan interpretasi tekstual atas kitab suci. Ia membawa dunia literasi saat itu keluar dari tradisi menggairahkan dunia filsafat dan rasionalisme.

Sang Khalifah ini, Al- Mutawakkil, bahkan menganggap meluasnya filsafat yunani dan paham rasionalisme sebagai anti Islam.

Namun akhir dari masa kejayaan Islam dituntaskan oleh serangan milter.

Itulah tragedi, titik hitam yang melanda dunia literasi. Tanggal itu akan selalu diingat.

Tanggal 13 Febuari 1258, pasukan Mongol memasuki Baghdad dan kota lain. Tak tanggung- tanggung, selama 13 hari penuh, mereka menghancurkan kota.

Termasuk yang mereka bakar, rusak dan luluh lantakkan adalah perpustakan House of Wisdom. Balaitullah Hikmah:

Sebanyak 400 ribu naskah dan buku mereka bakar. Dan naskah itu mereka buang ke sungai Tigris.

Para saksi mata menyaksikan. Betapa sungai yang tadinya berwarna coklat berubah menjadi hitam. Warna air sungai bercampur dengan warna kertas yang terbakar.

Sampul buku yang terbuat dari kulit dirobek paksa. Oleh pasukan mongol, kulit buku itu mereka ubah menjadi sandal.

Perpustakaan terbesar di era keemasan Islam itu tak pernah bangkit lagi. Di samping secara fisik, koleksi perpustakaan itu sudah musnah total.

Yang lebih menjadi penyebab utama adalah absennya penguasa di dunia Muslim yang mewarisi spirit Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun. Yaitu penguasa yang mencintai filsafat, puisi dan ilmu pengetahuan. Kecintaan yang membuat sang penguasa berinvestasi besar-besaran di dunia ilmu pengetahuan.

Tidaklah heran hasilnya kini sangatlah timpang. Populasi Muslim di tahun 2021 sebanyak 25 persen dunia. Tapi mereka hanya menyumbang hadiah Nobel sebanyak 1,4 persen saja.

Sementara total populasi Yahudi hanya 0.2 persen saja dibandingkan populasi dunia. Tapi mereka menyumbangkan 20 persen dari hadiah Nobel. (2)

-000-

Buku ini berisi 30 transkripsi dari 30 video saya di Youtube. Sepanjang bulan Ramadhan tahun 2021, selama 30 hari, setiap hari video saya muncul di akun Youtube Denny JA_World.

Setiap video berisi kata mutiara, riwayat hidup singkat dan pemikiran para sufi serta filsuf Muslim.

Dalam serial 30 video itu, begitu sering latar masa keemasan Islam di abad 8-12 masehi disinggung. Di masa awal video, para sufi dan filsuf di era masa keemasan itu yang banyak diangkat.

Walau masa keemasan Islam sudah surut, namun filsuf dan para sufi terus saja bermunculan. Para tokoh dari abad pertengahan hingga abad 21 juga disertakan dalam serial 30 video itu.

Dibahas sufi dan filsuf di era keemasan Islam: Rabi’ah Adawiyah, Syams Ell Tabriz, Fariduddin Attar, Jalaluddin Rumi, Al Khawarijmi, Ibnu Rush, Ibnu Sina, Ibnu Taimiyyah dan Al Ghazali.

Juga dieksplor para sufi dan filsuf Muslim abad modern: Hazrat Inayat Khan, Muhammad Iqbal, Jalaluddin Al Afgani, Ali Shariati hingga Nawal El Shaadawi.

Sungguh berbahagialah sebuah bangsa jika memiliki penguasa yang mencintai filsafat, sastra dan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan, filsafat dan sastra adalah Ibu kandung peradaban. Sungguh ironi jika sang penguasa tak sungguh sungguh mencintai ibu peradaban.

September 2021

Denny JA

CATATAN

(1) Tentang perpustakan penting di era itu yang mengawali masa keemasan Islam: House of Wisdom.

Dimitri Gutas (1998). Greek Thought, Arabic Culture: The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early ʻAbbāsid Society (2nd–4th/8th–10th Centuries). Psychology Press. pp. 53–60. ISBN 978-0-415-06132

(2) Kultur Ilmu di dunia Muslim dan Yahudi kini sangatlah tertinggal.