WRITEPRENEUR, Rahasia Dapur Pekerja Kata

Siapa yang tidak berubah (termasuk pengarang, penulis, dan penerbit) akan digilas dan larut dalam pusaran perubahan itu sendiri.

Minggu, 27 Juni 2021 | 19:58 WIB
0
321
WRITEPRENEUR, Rahasia Dapur Pekerja Kata

Arsip Fb saya meninggalkan jejak digital seperti capture penampakan ilustrasi narasi ini.Namun, sebenarnya yang tak terekam adalah buku bertahun 2005. Diterbitkan Dioma, Malang. Ketika Pesta Buku Jakarta 2005 di Senayan, "Miss Jutek", Yennie Hardiwidjaya membedahnya.

Telah muncul istilah "pengusaha kata", writepreneurship, ketika itu. Jika direntang surut jauh ke belakang, saya telah menujumkan bisa menjadi kaya dengan usaha olah kata. Lewat gagasan dalam buku Menjadi Kaya dengan Menulis (2002). Nujum yang saya terawang tahun 2002. Baru jadi kenyataan belasan tahun kemudian. Benarlah, "You are what you think!" Semesta mendukung niat-rencana baikmu! Tuhan tidak akan mengubah nasib kita, jika kita sendiri tidak berusaha.

Pada 2012. Saya jadi narsum "Seminar Profesional Editor", Ikapi dan Forum Editor Indonesia, 21 November 2012, IBF 2012. | Caption foto ini ditulis Bambang Trim di beranda FB-nya, "Bersama Mas Masri Sareb Putra berbagi soal peningkatan karier profesi editor Indonesia. Alhamdulillah."

Setelah itu, wacana "writepreneur" makin mengedepan. Apa pun, kita suka saja. Sebab kini pengarang-penulis berubah rupa segera. Dari mata sayu dan cekung, perokok, sarungan, dan berkaos kutang serta hidup Senin-Kemis menjadi: keren yakni sebuah profesi yang (bisa) kaya.

Akan tetapi, oleh sebab Internet belum marak dan jadi kebutuhan, belum terekam jejak digitalnya. Jejak digital usaha olah-kata yang menohok ke term writerpreneur, baru ditemukan dalam beranda Fb saya yang berikut ini, bertahun 2017.

Jika self-publisher, 100 eksemplar buku Anda terjual mencapai titik impas. Selebihnya, keuntungan. Tiap buku baru, pemesan indent, sebelum terbit, buku saya : 200. Cetaklah minimal 2 kali jumlah pesanan. Sebab, cetak banyak dan cetak sedikit lebih murah pembagian direct-cost-nya cetak banyak. Menekan harga produksi-langsung juga termasuk: keuntungan.

Keuntungan nulis-cetak-jual sendiri ini, jika Anda memilih jalan writepreneur-- 10 kali lipat hasilnya dibanding royalti dari penerbit mainstream.

Tren ke muka: Naskah laris, tidak akan diserahkan ke penerbit mayor! Kita cetak dan makan sendiri.

Lalu 16 April 2018, kembali saya ulang.

Seorang atlet yang hebat, di atas rata-rata, pasti berlatih di luar latihan-wajib. Demikian juga penulis profesional. Aanleg, bakat, hanya 5%. Selebihnya, usaha dan latihan. Dalam berbagai literatur mengenai teori menulis kreatif, writing adalah SKILL bukan TALENT.

Saya sudah survei kecil sejarah dan keturunan para penulis hebat. Tak satu pun yang diturunkan, melainkan dijadikan, atau menjadikan diri sebagai penulis.

Para pengarang zaman dulu adalah seniman yang hanya bisa menulis menunggu ilham datang. Penulis profesional zaman now, menjaring ilham itu datang melalui bacaan, diskusi, pengamatan, dan mengondisikan diri.
Pengarang zaman baheula menulis APA YANG BISA DITULIS. Penulis zaman now: MENULIS APA YANG BISA DIJUAL. Ia seorang seniman, sekaligus entrepreneur, yang saya ciptakan sendiri istilahnya WRITEPRENEUR. Belum masuk dalam kamus!

Nah, jika Anda sempat mengikuti saksama tulisan Kang Pep --begitu saya biasa menyapa Pepih Nugraha-- yang merasa begitu haru-biru dan terbit sukacita hatinya menandai kelahiran keduanya dengan terbitnya novel Alena dan Perempuan Penyapu Halaman plus Gerumbul Cerpen Dua Ustad, itu adalah bagian dari provokasi saya.

Lewat gagasan dalam buku "Menjadi Kaya dengan Menulis" (2002), saya memimpikan sesuatu. Nujum yang saya terawang tahun 2002. Baru jadi kenyataan belasan tahun kemudian.

Saya bilang, "Tren ke muka: Naskah laris, tidak akan diserahkan ke penerbit mayor! Kita cetak dan makan sendiri"

Maka: terjadilah!

Kun fa yakun! Fiat voluntas tua.

Pante rei kai ouden menei --demikian filsuf Heraclitos. Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini. Yang tidak berubah dan abadi adalah: perubahan itu sendiri.

Kita telah masuk era baru. O tempora! O mores!

Siapa yang tidak berubah (termasuk pengarang, penulis, dan penerbit) akan digilas dan larut dalam pusaran perubahan itu sendiri.

***