Mengantisipasi "Mentalitas" Pilatus dalam Dugaan Kasus Korupsi di Kabupaten Malaka

Kalau ada yang mau berjuang untuk cuci tangan, baginya berlaku prinsip bahwa orang-orang yang berupaya untuk melawan dan mengabaikan kebenaran, karier dan usianya tidak bertahan lama.

Jumat, 17 April 2020 | 20:55 WIB
0
770
Mengantisipasi "Mentalitas" Pilatus dalam Dugaan Kasus Korupsi di Kabupaten Malaka
Ilustrasi Pilatus Pontius cuci tangan (Khotbahkristen.id)

Pasca ditetapkannya sejumlah tersangka oleh Penyidik Tipikor Polda NTT yang diduga melakukan praktek korupsi dalam pengadaan bibit bawang merah, tahun anggaran 2018,  program unggulan Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH lantas menuai berbagai kritik dari publik dan sejumlah media terkait dengan letak persis keunggulan Revolusi Pertanian Malaka (RPM).

Tatkala sejumlah tersangka ditetapkan karena dugaan melakukan praktek korupsi terhadap pengadaan bibit bawang merah pada bulan Maret lalu, Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) NTT melaporkan Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Malaka, Doktor Bernando Seran ke Polres Malaka.

Sebagaimana dilansir oleh media online Timorpost.com (Rabu, 11/03/2020), Doktor Bernando Seran, dilaporkan karena diduga melakukan penyelewengan anggaran pelaksanaan beberapa kegiatan dinas yakni pengadaan itik, ikan bandeng dan tanaman pisang.

Atas dugaan berbagai praktek penyimpangan finansial di Kabupaten Malaka, wajib hukumnya bahwa prosesnya diserahkan seluruhnya kepada pihak penegak hukum yang berwenang dengan harapan bahwa diselesaikan seturut prinsip hukum dan mekanisme hukum yang berlaku. 

Menarik, ketika saya merenungkan dugaan-dugaan di atas dalam kerangka orang beriman memahami tentang peristiwa Paskah sebagai momen untuk bangkit bersama secara baru dalam arti bahwa kebiasaan lama perlu dibongkar untuk memberi tempat kepada kebenaran demi bangkitnya mentalitas keselamatan yang baru. 

Pilatus yang merupakan Gubernur di wilayah Yudea, di bawah Kekaisaran Romawi, tindakannya mencuci tangan demi mencari posisi aman, sangatlah kentara dalam proses pengadilan dan penghukuman Yesus, Pribadi Illahi yang tak bersalah. 

Ketika Pilatus, dan istrinya tahu bahwa Yesus, yang mau diadili itu, sebetulnya tidak bersalah, Pilatus tetap menjatuhkan hukuman dengan mengabulkan permintaan orang-orang Yahudi untuk menyalibkan Yesus. Pilatus tidak ingin bertanggung jawab terhadap kematian Yesus tetapi di satu sisi, Pilatus mengijinkan orang-orang Yahudi yang terdiri dari imam-imam kepala, pemimpin-pemimpin Yahudi serta rakyat untuk mengadili Yesus.

Dengan mengatasnamakan bahwa peristiwa penyaliban itu terjadi karena tuntutan orang-orang Yahudi sendiri, Pilatus sebetulnya ingin mencuci tangan bahwa dirinya tidak ingin bertanggung jawab. 

Kelemahan terbesar Pilatus ialah ia tidak berani dan bebas untuk melakukan apa yang ia ketahui sebagai yang benar. Kebenaran akhirnya diabaikan karena keinginan untuk mencari posisi aman. Walaupun Pilatus sudah diperingatkan oleh istrinya untuk tidak menghukum Yesus karena memang Yesus tidak bersalah (Mat. 27:19), dan Pilatus sendiri tahu bahwa Yesus tidak bersalah tetapi akhirnya Pilatus pun tetap memutuskan dan Yesus tetap disalibkan. 

Dengan demikian, mentalitas Pilatus adalah mentalitas cuci tangan; tidak ingin bertanggung jawab walaupun sebagai pemimpin wilayah pada waktu itu, dirinya telah membuat keputusan. 

Mentalitas cuci tangan seperti di atas, kiranya perlu diwaspadai dalam kaitan dengan dugaan praktik korupsi dalam pengadaan bibit bawang merah, pengadaan itik, ikan bandeng dan tanaman pisang. Sikap kritis dan ketelitian perlu diutamakan oleh Pihak Penegak Hukum dalam menangani dugaan kasus korupsi seperti di atas.

Sebagai suatu seruan moral, dengan bertolak dari mentalitas cuci tangan Pilatus yang mengorbankan kebenaran demi menempati posisi aman, semoga praktek yang sama tidak terjadi pula dalam proses mengungkapkan kebenaran yuridis atas  dugaan praktek korupsi yang terjadi di Kabupaten Malaka.

Pihak penegak hukum, sesuai mekanisme hukum, seturut bukti dan data, perlu serius menangani berbagai dugaan di atas dengan prinsip bahwa kalaupun ada pemimpin tertinggi yang terlibat dan dapat dibuktikan secara yuridis, si pemimpin bersangkutan sama sekali tidak boleh diberi peluang untuk mencuci tangan bak Pilatus.

Siapapun yang terlibat dalam pelanggaran hukum sesuai hukum pembuktian, patut diproses dan ditindak. Pihak penegak hukum tidak boleh mengabaikan kebenaran dalam memproses pemimpin yang diduga terlibat hanya karena perhitungan elektabilitas politis yang bersangkutan.

Pihak-pihak lain yang berkecimpung demi pertahanan keadilan dan kebenaran, darinya sangat dituntut bukti dan data yang valid demi menghindari kenyataan bahwa segala upaya tidak boleh ditunggangi oleh kepentingan politik untuk saling mendiskreditkan.

Mengapa? Karena yang namanya benar hanya dapat diperjuangkan dengan cara yang benar pula. Cara yang benar dalam memperjuangkan kebenaran yuridis mengacu secara ketat pada bukti dan data valid yang mampu menunjukkan bahwa seseorang ataupun seseorang pemimpin memang secara de facto telah melakukan pelanggaran hukum.

Kalau bukti dan data valid, pihak penegak hukum pun kritis dan obyektif dalam penanganan, saya yakin, siapapun yang terlibat, pasti akan terungkap. Dan sampai saat ini, saya yakin bahwa kebenaran tahu, dengan cara mana dan dalam situasi kapan, ia harus mengungkapkan diri. Kalaupun ada yang mau berjuang untuk cuci tangan, baginya berlaku prinsip bahwa orang-orang yang selalu berupaya untuk melawan dan mengabaikan kebenaran, karier dan usianya tidak bertahan lama. 

***