Apalagi pemimpin yang lalai. Justru wajib dikritisi. Agar dimasa depan gak lalai lagi. Mengkritisi pemimpin gak sama dengan ghibah. Itu bagian dari demokrasi.
Aa Gym ceramah. Isinya membela Anies. "Beruntung Anies dibully. Itu akan jadi ladang amalnya di akhirat," ujar Aa.
Anies dibully publik karena kerjanya gak beres. Normalisasi kali gak dilanjutkan. Mau ganti sama naturalisasi. Tapi juga gak dikerjain.
BMKG sudah memprediksi curah hujan tinggi. Tapi antisipasinya kacau. Akibatnya rakyat jadi korban. Harta bendanya hanyut. Korban jiwa melayang.
Wajar orang kecewa. Wong mereka membayar pajak. Buat gaji Anies. Masa gak boleh kritik?
Tapi sama Aa Gym, disamakan dengan ghibah. Mencari-cari kesalahan orang. Wong gak usah dicari, kesalahannya sudah terang benderang. Nongol sendiri.
Agama memang melarang ghibah. Membicarakan kejelekan orang yang gak ada hubungannya dengan hidupmu. Kalau ada temanmu yang tidurnya ngiler, lalu kamu ceritakan bahwa ilernya mengandung api. Dan bisa membakar tempat tidur. Itu namanya ghibah.
Dia mau ngiler atau gak. Gak ada hubungannya denganmu.
Tapi kalau ada ketua RT gak amanah sama duit iuran warga. Sehingga iuran sampah gak dibayarin, dan sampah numpuk. Jadi sumber penyakit. Warganya wajib protes. Karena kelakuan itu berdampak sistemik pada kesehatan lingkungan.
Apalagi pemimpin yang lalai. Justru wajib dikritisi. Agar dimasa depan gak lalai lagi. Mengkritisi pemimpin gak sama dengan ghibah. Itu bagian dari demokrasi.
Anies dibully karena ia Gubernur Jakarta. Yang punya tanggungjawab pada kehidupan jutaan rakyat. Bukan karena pribadinya. Tapi Aa menganggap mengkritik Gubernur sebagai ghibah. Seolah kritik pribadi.
Inilah repotnya. Etika individu dijadikan ukuran untuk menilai persoalan publik.
Dengan logika Aa, bahwa orang yang dibicarakan keburukannya akan jadi ladang pahala di akhirat. Tentu Rainhard Sinaga senang. Anies cuma dibicarakan senusantara. Reinhard diomongin orang sedunia. Pasti pahalanya lebih besar.
Ahok malah diserang 7 miliar orang. Yang sama sekali gak ngerti konteks pidatonya. Seharusnya menurut Aa, Ahok dapat pahala juga.
Firaun, Namrud dan Abu Lahab malah sejak dulu dibicarakan Alquran keburukannya. Umat Islam mengingat-ingat keburukannya. Disampaikan di berbagai kajian agama. Apa itu jadi ladang pahala juga bagi ketiga tokoh itu?
Tapi bagi Aa, Anies memang harus dibela. Kalau jaman Ahok, Jakarta banjir. Di mata Aa yang salah Ahok. Bisa masuk neraka.
Ketika Anies memimpin, Jakarta banjir. Justru Anies berpahala. Keren banget, kan?
Aa mengajarkan kita, bahwa 'syarat dan ketentuan' berlaku dalam agama. Mirip kupon berhadiah dalam brosur. Agama punya perlakuan berbeda-beda.
Surga dan neraka bisa diarahkan. Pahala dan dosa bisa dikondisikan. Sama teman, cingcailah.
Inilah kita. Yang mengadon agama sesuai orientasi politik. Ukuran dan standarnya gak jelas. Tergantung kepentingan.
"Mas, Anies ini keren, ya. Saat merebut kursi Gubernur, agama diplintir buat politik. Saat gak bisa kerja, agama lagi yang jadi tameng," ujar Abu Kumkum.
"Iya Kum."
"Aa suka standar ganda, ya mas. Apa-apa ganda terus. Betul tidak?"
Ghibah kamu Kum...
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews