Derita bisa menjadi pintu masuk untuk perubahan hidup. Derita bisa menjadi panggilan untuk hidup lebih dalam dan utuh. Stoa dan Zen bisa membantu kita dalam hal ini.
“Kekuatan untuk mengubah hal-hal yang bisa diubah
Menerima hal-hal yang tak bisa diubah
Kebijaksanaan untuk membedakan keduanya”
Suasana tempat makan itu ramai. Di sana, seorang teman berkomentar tentang buku saya: Urban Zen. “Memang mengapa jika hidup itu menderita? Mengapa harus panik?”, begitu tanyanya.
Memang, hidup harus terus bahagia? Pertanyaan-pertanyaan itu penting untuk direnungkan. Hidup memang tak harus selalu bahagia. Derita adalah bagian tak terpisahkan dari hidup.
Namun, derita tak selalu sama. Ada derita biasa yang merupakan bagian dari keseharian, seperti terkena macet, pusing kepala ataupun bertengkar dengan pasangan. Namun, ada derita yang begitu kuat, seperti kehilangan orang yang dicinta, ataupun ragam kesulitan yang datang bersamaan, tanpa kompromi. Derita semacam ini menggiring orang untuk mengakhiri hidupnya, karena sudah tak tertahankan lagi.
Stoa dan Zen
Maka, saya menulis artikel kecil ini. P4 bukanlah pendidikan Pancasila dogmatik ala Orde Baru dulu. P4 adalah pertolongan pertama pada penderitaan. Saya melangkah dari beberapa pandangan Stoa, lalu masuk ke kunci final, yakni jalan Zen.
Filsafat Stoa adalah salah satu aliran di dalam filsafat Yunani Kuno. Pendirinya adalah Zeno dari Athena sekitar 2300 tahun yang lalu. Ada ragam pandangan Stoa yang berasal dari berbagai tokoh, seperti Markus Aurelius dan Cicero. Stoa menekankan cara berpikir yang masuk akal dan sejalan dengan alam untuk melampaui penderitaan manusia.
Zen adalah upaya untuk memahami jati diri manusia yang asli. Di dalam sejarah, ia berkembang dari ajaran Buddha. Namun, akarnya jauh sebelum itu, yakni di dalam tradisi Upanishad dan Vedanta di India. Dengan memahami jati dirinya yang asli, manusia akan terbebas dari derita sepenuhnya.
Tujuh Prinsip
Ada tujuh hal yang penting. Yang pertama adalah soal kontrol. Kita perlu belajar untuk melepaskan hal-hal yang berada di luar kontrol. Dan, kita juga perlu bekerja sebaik mungkin untuk menata hal-hal yang bisa kita kontrol.
Cuaca, perilaku orang lain, pikiran orang lain, keadaan sosial politik global, itu semua di luar kendali kita. Kita memahaminya, tetapi tidak perlu frustasi, jika tidak mampu mengubahnya. Sebaliknya, pikiran kita, perilaku kita, kebahagiaan kita, semua ada di tangan kita. Kita perlu menatanya sebaik mungkin.
Yang kedua adalah mencintai keadaan. Seburuk apapun, kita perlu belajar untuk menerima keadaan. Hanya dengan begini, kita bisa berbuat sesuatu dengan akal sehat. Perbaikan hanya mungkin, jika kita terlebih dahulu menerima keadaan sebagaimana adanya.
Yang ketiga adalah selalu ingat, bahwa kita akan mati. Kematian tak bisa ditebak datangnya. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia, terutama untuk membenci atau marah. Setiap detik menjadi terasa berharga, dan dijalani dengan penuh kesadaran.
Yang keempat terhubung dengan sebelumnya, yakni hidup berkesadaran. Pandangan ini ditemukan di dalam filsafat Stoa maupun Zen. Artinya, apapun yang terjadi, setiap saatnya, semua disadari sepenuhnya. Tak ada penolakan apapun, walaupun mungkin derita sedang berkunjung.
Yang kelima adalah mengelola harapan. Para filsuf Stoa menyarankan, agar setiap pagi, kita membayangkan segala hal yang buruk terjadi. Ini dilakukan, supaya kita siap, jika mereka datang. Jika mereka tak datang, kita bisa merasa lega. Yang membuat kita kecewa bukanlah keadaan, tetapi harapan kita yang terlalu tinggi.
Yang keenam adalah membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Keinginan manusia tak terbatas, bahkan kerap diciptakan oleh kekuatan pasar yang tak masuk akal. Namun, kebutuhan manusia terbatas, dan amat masuk akal untuk dipenuhi. Belajar membedakan ini, dan berfokus pada kebutuhan, akan membuat hidup jauh lebih ringan untuk dijalani.
Yang ketujuh berakar pada pandangan Zen. Segala sesuatu itu kosong, termasuk diri kita sendiri. Kata dan konsep membuat sesuatu itu seolah kokoh. Namun, ini hanya ilusi. Kenyataan yang sebenarnya, termasuk diri kita, adalah kosong.
Menyadari kekosongan berarti mengalami pencerahan. Tak ada lagi subyek dan obyek. Tak ada lagi aku, kamu, mereka, kalian, kami dan kita. Semua hal melebur menjadi satu di dalam kekosongan. Derita berakhir sampai ke akar, dan kita akan kembali ke fitrah, yakni sebagai mahluk semesta yang tak memiliki batas.
Derita bisa menjadi pintu masuk untuk perubahan hidup. Derita bisa menjadi panggilan untuk hidup lebih dalam dan utuh. Stoa dan Zen bisa membantu kita dalam hal ini.
Selamat menerapkannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews