"Pileuleuyan" Pikiran Rakyat Minggu...

Mereka sadar bahwa memang secara bisnis, koran sekarang menghadap tantangan berat. Hanya saja mereka berharap bahwa Pikiran Rakyat harian akan tetap terbit selamanya.

Selasa, 17 Maret 2020 | 09:01 WIB
0
517
"Pileuleuyan" Pikiran Rakyat Minggu...
PR MInggu (Foto: pikiran-rakyat.com)

JUM’AT 15 Maret, saya mendapat kabar dari teman-teman redaksi Pikiran Rakyat, bahwa Direksi PT Pikiran Rakyat  menutup Pikiran Rakyat Minggu.  Setelah 54 tahun, PR Minggu edisi 15 Maret 2020 adalah edisi terakhir. Sebagai orang yang pernah bekerja di sini dan memimpin redaksi, tentu kabar ini saya terima dengan sedih.

Awal 2012, Redaksi  membuat tim terdiri dari wartawan-wartawan muda hebat untuk mereformasi PR Minggu. Selama beberapa hari, mereka tinggal di Sabda Alam Cipanas, Garut, untuk melahirkan PR Minggu, di mana rubrik-rubriknya harus kemudian menjadi event. Ada rubrik Back to Boseh, Backpacker, Freshion, Foodaholic, PR Kecil, dan lain-lain. Redaktur dan Marketing Communication ditarget harus menjadikan rubrik-rubrik itu sebagai alat mengikat komunitas (community building). Mereka harus merancang event-event berbasis rubrik.

Dulu itu sebelum ada internet, koran minggu hadir untuk menemani pembaca bersantai di hari Minggu. Hari Minggu memang hari istimewa. Orang Inggris menyebutnya Sunday. Orang Prancis menyebutnya Dimanche. Bangsa Jerman Sonntag. Artinya Hari Matahari, atau secara konteks sejarah agama, artinya Hari Untuk Tuhan, karena dahulu mereka menganggap matahari sebagai Tuhan. Pada hari itu, mereka berhenti bekerja untuk pergi ke kuil dan menyembah Tuhan.

Orang Islam menyebutnya Yaum al-Ahad, Yahudi menyebutnya Yom Rishon. Keduanya berarti “Hari Pertama”. Di Indonesia ada yang menyebut hari Ahad, ada juga yang menyebutnya hari minggu. “Minggu” berasal dari bahasa Portugis “do-minggo”. Dominggo adalah “Hari untuk Tuhan.”

Hari Ahad atau Minggu memang adalah hari yang paling ditunggu. Pada hari itu orang bebas dari pekerjaan. Ada yang pergi pesiar, belanja, olahraga, dan ada juga yang pergi beribadah ke gereja. Belakangan, libur Minggu dirasa kurang panjang. Dunia pun sepakat menjadikan Sabtu sebagai hari libur yang melengkapi Minggu. Intinya, manusia modern ingin rehat, reureuh (Sunda,red), atau jeda untuk membebaskan kita dari tekanan rutinitas Senin hingga Jumat. Senin biasanya dihadapi dengan rasa malas. Bahkan Bob Geldof dari grup band Inggris Boomtown Rat mengabadikannya dalam lagu “I Don’t Like Monday.”

Minggu yang santai juga merambah ke dunia media. Dari Senin hingga Sabtu, pembaca koran atau pemirsa televisi dan radio disuguhi berita-berita rutin. Berita politik, hukum, ekonomi dan lain-lain disajikan dalam bentuk yang agak berat, langsung, dan menguras pikiran pembaca. Pada hari Minggu, media mengeluarkan edisi Minggu. The Observer, British Gazette dan Sunday Monitor adalah koran-koran Minggu tertua di dunia. Mereka lahir pada paruh kedua tahun 1780-an. Isinya masih campur antara berita straight news maupun feature.

Memasuki abad 20, koran Minggu memang dibuat lebih santai. Identitas koran Minggu semakin terbedakan ketika jurnalis asal Liverpool, Arthur Wynne membuat teka-teki silang (TTS) di Koran New York World, di Amerika, terbitan 21 Desember 1913. Ini adalah TTS pertama di dunia yang muncul di media. Sepuluh tahun kemudian permainan kata-kata ini sudah menguasai semua media Amerika, dan kemudian “kembali” ke Inggris, negara asal Wynne, untuk mengisi ruang koran-koran Minggu. Selain TTS, koran Minggu pun berisi komik, kartun, cerita pendek, konsultasi dan lain-lain. Hari Minggu pun menjadi lebih ceria. Pembaca boleh libur dari pekerjaannya pada Hari Minggu, akan tetapi koran tidak boleh berhenti mengisi ruang publik.

Dalam situasi seperti itulah PR Minggu kemudian direvitalisasi 29 April 2012. Waktu itu kehadiran internet kami anggap bukan ancaman, tapi bisa kami padukan dengan koran untuk community building. Rubrik Back to Boseh misalnya, dua kali mengadakan event Amazing Race (secara bergurau saya mengatakan ini plesetan dari lagu Amazing Grace-nya John Newton) dan BikeToGraphy, yaitu event komunitas bersepeda dipadukan dengan fotografi.

Komunitas pesepeda diajak keliling kota sambil memotret sisi unik Kota Bandung. Pernah juga event bersepeda sambil mengenal Cekungan Bandung dipimpin geolog Budi Brahmatyo (almarhum) yang juga penggemar sepeda plus fotografi. Rubrik ini mendidik cycling with purpose, bersepeda dengan tujuan, yaitu untuk semakin mencintai Bandung. Foto-foto jepretan netizen itu dimuat di PR cetak dan pikiran-rakyat.com. Namun event bagus ini tidak dilanjutkan lagi.

Wartawati Ratna Djuwita bercita-cita Rubrik Freshion ingin mengadakan Bandung Fashion Week di Jl Braga. Sampai kepergiannya ke pangkuan ilahi, cita-cita itu tidak pernah terwujud. PR Kecil (Percil) ingin mengadakan lagi semacam gathering anak-anak, itu pun tidak pernah terlaksana lagi. Karena itu meski PR Minggu kemudian mengalami penyempurnaan lagi, tapi event tidak pernah dilaksanakan.

Rubrik hanya untuk sekadar dibaca saja, tidak dijadikan alat untuk mengikat komunitas (community engagement). Dari community engagement yang kuat, sebetulnya bisa membuat model bisnis turunan yang bisa melengkapi ekosistem bisnis media. Istilahnya: model bisnis berbasis konten komunitas (community content-driven business model).

Sampailah pada berita. Pemred Noe Firman menyampaikan berita. “PR Minggu ditutup!” katanya.

Pikiran Rakyat bukanlah koran pertama yang menutup koran minggunya. Koran Tempo sudah menutup edisi minggunya pada 11 Oktober 2015. Koran minggu kemudian digabung dengan koran edisi Sabtu dan menjadi Koran Tempo Edisi Akhir Pekan. Koran Sindo juga begitu. Sejak Januari tahun ini menghilangkan edisi minggunya. Namun rubriknya digabung dengan koran edisi Sabtu. “Koran minggu sudah tidak efektif,” kata CEO Sindo Media Sururi Alfaruq ketika dihubungi Minggu malam (15/3). Koran Kompas, Republika, dan Media Indonesia masih mempertahankan edisi Minggu.

Tapi menurut Noe Firman, konten-konten PR Minggu tidak hilang semuanya. Rubrik-rubrik tertentu akan pindah ke halaman di Hari Kamis, Jumat, Sabtu. Jadi hak pembaca tidak hilang. Hanya saja, kini malam Minggu kantor sepi, mesin istirahat, dan tentu biaya tetap berkurang. Tentu saja, saya berharap rubrik itu kembali memanjangkan tangannya dalam bentuk event komunitas dan dari situ mengembangkan model bisnis baru.

Sekarang pembaca bisa mencari konten-konten leisure di internet. PR Minggu hanya sekadar bacaan, belum dilanjut sebagai alat untuk community engagement. Community engagement adalah satu pilar penting keberlanjutan sebuah media lokal.  Pikiran Rakyat edisi 15 Maret 2020 adalah edisi Minggu terakhir.

Dia tidak akan mengunjungi lagi pembaca pada Hari Minggu. Sejumlah pembaca pun merasa prihatin dengan penutupan ini. Mereka sadar bahwa memang secara bisnis, koran sekarang menghadap tantangan berat. Hanya saja mereka berharap bahwa Pikiran Rakyat harian akan tetap terbit selamanya.

***

Budhiana Kartawijaya