Borneopedia [1] Bermula dari Ide Sederhana

Diluncurkannya aplikasi Borneopedia di Bali bukan tanpa sebab. Investor utama aplikasi untuk menyambut Kalimantan sebagai ibukota baru itu kelahiran Borneo yang telah lama mukim di Bali, Sandy Texun.

Selasa, 7 Desember 2021 | 13:54 WIB
0
356
Borneopedia [1] Bermula dari Ide Sederhana
Pemijitan tombol tanda diluncurkannya aplikasi Borneopedia oleh owner Borneopedia Santo Kamboy, Wamen LHK Alue Dohong dan Founder Borneopedia, Pepih Nugraha (Foto: Dok. pribadi)

Pertemuan dengan Evette Rose, perempuan yang hendak saya ceritakan ini, berlangsung secara tidak sengaja. Adalah Saraphel Roseti Rosa –saya biasa memanggilnya Rosi- teman kerja semasa saya bertugas di Surabaya, Jawa Timur, belasan tahun lalu, yang membawa Evette ke acara peluncuran aplikasi Borneopedia di Bali, 2 Desember 2021. Saat itu di salah satu meja bundar Ballroom Hotel Anvaya, tempat peluncuran aplikasi, duduk Rosi dan dua ekspatriat berbusana tradisional Bali. Oh ya, hari itu Kamis, ada ketentuan seluruh warga Bali wajib mengenakan pakaian adat setempat.

Belakangan saya tahu, perempuan itu bernama Evette Rose, didampingi suaminya, Victor Meier. Saya membuka percakapan dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, maklum bahasa ini jarang saya gunakan lagi selepas purnatugas sebagai wartawan dan karenanya jarang bertemu narasumber berbahasa Inggris. Bagi saya, yang penting dua “orang asing” yang saya ajak komunikasi itu paham apa yang saya maksudkan.

Benar bahwa Rosi sempat memberi tahu akan hadirnya pasangan suami-isteri ini, tetapi saya tidak begitu memperhatikan apa yang mereka lakukan di Bali ini, saya tidak pernah mendengar namanya, juga saya tidak perlu tahu apa kepentingan mereka hadir di acara peluncuran aplikasi ini. Bagi saya, mereka berdua bersedia datang dengan didampingi Rosi pun sebagai suatu kehormatan.

Memang blessing in disguise, Evette menjadi semacam “North Star” di acara peluncuran itu, meski tidak mampu mengimbangi cahaya “mentari” yang baru menyembul dari ufuk Timur, Alue Dohong, yang hadir selaku Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saat membuka percakapan dengan Evette, saya belum terlalu masuk ke persoalan, sebab niatnya memang sekadar menyapa, sama seperti kepada para tetamu lainnya yang mulai berdatangan, yang rata-rata pejabat penting di Bali dan Kalimantan yang sengaja diundang.

Sekadar informasi, aplikasi Borneopedia diluncurkan di Pulau Bali itu bukan tanpa sebab. Investor utama aplikasi yang dimaksudkan untuk menyambut Kalimantan sebagai lokasi berdirinya ibukota baru itu kelahiran Borneo yang telah lama mukim di Bali, Sandy Texun. Ia seorang pengusaha sukses di bidang properti, tailor, iklan ruang ruang, dan kini terjun ke dunia digital. Namun untuk bisnis digital ini, ia lebih menyerahkan urusan kepada puteranya, Santo Kamboy. Di Borneopedia, siswa SMA ini duduk sebagai Komisaris!

Lantas, apa kaitannya Evette Rose dan suaminya, Victor Meier, hadir di acara peluncuran aplikasi Borneopedia itu?

Ternyata ada tali-temali atau pertalian yang secara tidak langsung bisa memperluas jaringan. Tidak sekadar berjejaring di Borneopedia atau dipersatukan oleh aplikasi yang kini sudah ada PlayStore maupu AppStore itu, tetapi ada kaitannya dengan Borneo!

Victor Meier, suami Evette, misalnya, adalah Founder sekaligus CEO Glice berkedudukan di Jerman dengan bisnis utama membuat arena gedung ice skating atau ice hockey yang berniat membangun stadium berskala internasioal “Winter Olympic” di Ubud, Bali.

Karena ibukota akan pindah ke Kalimantan dari Jakarta, maka Borneo pun menjadi “peluang” baru. Ia menganggap Borneopedia juga pintu masuk untuk bisnisnya. Meier adalah orang Swiss yang rendah hati, responsif dalam bercakap-cakap dan apa adanya, sesuai gaya orang-orang Eropa pada umumnya. Dia memiliki konsep “Green” dengan membangun stadion “Winter Olympic” bukan dengan freon yang buruk untuk lingkungan, melainkan menggunakan teknologi “glice”.

“Glice” adalah “es sintetis” atau es buatan, terbuat dari bahan polimer padat yang dirancang untuk seluncur memakai alat luncur es berbahan metal biasa, baik untuk ice skating maupun ice hockey dengan bahan bahan yang dibangun pada panel terkunci. Tidak seperti “membekukan” permukaan arena skating menggunakan freon yang tidak ramah lingkungan, “Glice” diklaim sebagai arena olahraga “Musim Dingin” yang ramah lingkungan. Nah, bukankah urusan “Green” dan “ramah lingkungan” ada Alue Dohong di acara peluncuran Borneopedia ini? Tidak ada yang kebetulan!

Untuk mewujudkan keinginannya itu, Meier wajib menggandeng KONI Pusat maupun Daerah Bali sebagai institusi yang mengurus olahraga dan kepemudaan. Menurut Rosi, pertemuan dengan KONI telah beberapa kali dilakukan, yang belum adalah membentuk kepanitian di olahraga “winter” ini yang ketuanya harus orang Indonesia dan anak muda. Dan anak muda yang mereka incar itu adalah Santo Kamboy, wow...!!

Makes long story short, soft launching aplikasi Borneopedia berjalan lancar sebagaimana yang saya dan kawan-kawan harapkan. Saya tidak sempat menjumpai Evette maupun Victor karena keburu diajak makan siang oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, yang hadir membuka secara resmi peluncuran awal aplikasi Borneopedia kepada publik. Saya menyempatkan diri memperkenalkan istri Sandy Texun, Maya, kepada Evette yang saat itu sedang berfoto-foto.

She is one of the Borneopedia app owner,” kata saya. Evette seperti tercengang, mungkin tidak menyangka perempuan dan dua puterinya yang siap-siap berfoto itu pemilik Borneopedia!

Ketika pemijitan tombol secara seremonial yang dilakukan Alue Dohong selaku undangan penting, Santo Kamboy selaku "owner" Borneopedia dan saya selaku CEO, penanda penggunaan aplikasi ini, di layar muncul video singkat yang menceritakan "apa dan mengapa" Borneopedia, kemudian pikiran melayang dan rasa haru seperti mencekat leher. Saya berpikir, bukankah Borneopedia ini lahir dari ide sederhana hasil sebuah pertemanan?

 (Bersambung)