Kejadian di Jerman itu, Biasa Saja

Terima kasih dan salam hormat aku ucapkan kepada sang Pastur, karena telah menjalankan perintah agama dan menjadi contoh dan inspirasi yang baik bagi para umat.

Sabtu, 30 Mei 2020 | 09:43 WIB
0
446
Kejadian di Jerman itu, Biasa Saja
Shalat di gereja (Foto: Kompas.com)

Jumat, 29 Mei 2020.

Adalah hari dimana enam hari lagi aku akan WFO, bekerja dari kantor. Malam ini, pukul 19.15, setelah pekerjaan selesai, aku mulai menikmati menu santap malamku, seporsi mie rebus Aceh spesial seharga Rp39.000 dan sepotong roti cane dengan topping gula di atasnya, sembari membaca berita di ponsel pintarku.

Lima belas menit pun berlalu, makanku telah usai, dan aku segera membuka laptop dan cepat-cepat mulai mengetik. Sungguh, ada perasaan terburu-buru yang mendorongku untuk menulis, karena ada pemikiran yang lekas ingin kucurahkan sebagai reaksiku atas berita yang kubaca ketika makan tadi.

Tadi, aku membaca berita di salah satu media massa online yang terkenal, di mana beritanya ditulis pada hari Sabtu, 23 Mei 2020 pada pukul 18.33 dengan judul “Saat Gereja Martha Lutheran Dipergunakan untuk Shalat Jumat Warga Jerman”. Di berita itu, diceritakan bahwa tempat-tempat peribadatan di Jerman mulai dibuka sejak awal Mei, dan jemaat diminta untuk menjaga batas minimal antar satu dan lainnya minimal 1,5 meter.

Hal ini membuat Masjid The Dar Assalam, salah satu masjid di negara itu, kapasitasnya akan berkurang akibat adanya imbauan jaga jarak fisik tersebut, untuk mencegah penularan Covid-19. Dampak kemudian adalah adanya sebagian jamaah yang tidak tertampung dalam masjid, ketika mereka hendak melakukan ibadah Shalat Jumat.

Monika Matthias, pastur dari Gereja Martha Lutheran, yang berlokasi di dekat masjid tersebut, kemudian menawarkan ruangan gereja untuk mereka ibadah, mereka yang tidak tertampung tersebut. Monika berujar bahwa ia merasa tergerak karena mendengarkan azan, panggilan untuk Muslim beribadah. Sikap pastur tersebut kemudian ditanggapi oleh sang imam masjid, Mohamed Taha Sabry, sebagai tanda solidaritas yang sangat hebat di tengah kondisi Covid-19 melanda.

Bagiku, kejadian yang kubaca pada berita itu, aku tidak heran. Pemikiran cetekku langsung teringat pada tulisan yang terdapat di Surat Rasul Paulus yang tertuju kepada jemaat di Korintus yang pertama, pasal 3 ayat 16 dan 17, yang berbunyi “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.”

Dasar inilah yang membuat penulis yakin bahwa berita itu adalah biasa saja.

Mengapa biasa saja? Ya, memang itulah yang seharusnya terjadi di kalangan umat Kristiani, baik Protestan maupun Katolik.  Ajaran Rasul Paulus di atas menekankan bahwa kita sebagai pengikut Kristus sejatinya adalah gereja atau bait Allah, tempat Roh Allah berdiam, bukan gereja yang bagi kebanyakan orang adalah bangunan yang disusun dari batu bata yang berdiri megah dan lengkap dengan alat peribadatan di dalamnya. Itu hanyalah gedung gereja, bukan gereja.

Tidak perlu kita bergantung dan terlalu membanggakan gedung gereja kita, yang sesungguhnya hanya tumpukan batu bata tempat orang beribadah.

Berbagi gedung gereja untuk tempat beribadah bagi umat agama lain adalah biasa, ketika dia memusatkan pikiran bahwa gereja adalah tubuhnya. Dan yang lebih perlu dipikirkan di sini sebetulnya adalah bagaimana menjaga kekudusan tubuh kita sebagai gereja, dari ujung rambut hingga ujung kuku kaki kita.

Penulis juga miris dengan orang yang suka bergereja, tetapi sepulang dari gereja kehidupannya tidak berubah, masih sama seperti kehidupannya sebelum berangkat ke gereja. Hal ini menunjukkan bahwa selama bergereja mereka hanya berperan sebagai artis peran, yang seolah-olah tersentuh oleh ajaran agama, tetapi seketika itu, keluar dari pintu gereja watak aslinya kembali keluar.

Aku yakin, Tuhan tidak pernah kagum dengan banyaknya air mata yang menetes selama beribadah. Dia hanya kagum dengan adanya perubahan kehidupan manusia setelah selesai beribadah, dari yang awalnya buruk menjadi baik.

Akhirnya, terima kasih dan salam hormat aku ucapkan kepada sang Pastur, karena telah menjalankan perintah agama dan menjadi contoh dan inspirasi yang baik bagi para umat.

Dari seseorang yang ilmu agamanya masih cetek,

Jakarta.

***