Di deretan SPBU Pontianak, berderet kendaraan di pinggir jalan. Mengantri solar atau bensin jadi rebutan pabrik-pabrik.
Ingin kuceritakan satu rahasia padamu. Tentang anak-anak Dayak Sukung. Bersama alunan tenang Sei Sekayam yang melintasi desa Suruh Tembawang, di Entikong.
Aku turut serta mandi di tengah sungai, bersama mereka. Menjadi denyut nadi kehidupan. Di sanalah sebagian kehidupan digerakkan. Di antara tebing-tebing dengan batu-batu hitam raksasa. Dedaunan dan julur akar gantung berkeliaran.
Semalaman, aku tewas setelah kalah dalam dua botol air ketan merah yang jahat. Bertanding dengan kepala suku, yang isterinya bak Angelina Jolie. Pssst! Dinginnya air sungai Sekayam, menygarkan. Menjadikan anak-anak itu tertawa-tawa, hingga aku menggigil. Sementara mereka bermain. Belajar kekuatan dari lenturnya air, dan liatnya bebatuan gunung. Rerimbun dedaun rimba raya, bertuliskan ketabahan dan kegigihan.
Betapa alam raya menjadi guru atas semua kebaikan. Juga keburukan.
Ah, anak-anak yang dimanjakan dewa-dewa. Udara segar jauh polusi, membukakan hati mengerti bagaimana waktu mengajari. Tumbuh dalam jati. Tak ada mimpi yang terlalu jauh. Kecuali kehendak menelusurinya satu-satu. Sebagaimana titik-titik mata air membimbingnya menyusun mimpi-mimpi.
Jauh di sana, di sudut Entikong, hingga ke Sanggau. Mesti berjam-jam dilalui, dengan perahu-perahu motor. Ada angka-angka yang mmbujuknya. Juga menjebaknya. Mereka tahu itu dan menikmatinya. Menjadikannya generasi berbeda dari adat nenek-moyang.
Pada akhirnya kelak, mereka juga mengerti. Perubahan menderanya, tanpa bisa dilawan. Namun, sekiranya mereka berubah pun, bukankah karena hidup juga sebuah pertarungan?
Kita tidak akan pernah suka, menyerahkan diri pada kedunguan. Sekali pun terpaksa. Atau kecuali benar-benar dungu. Namun pasti, hidup ialah aliran sungai Sekayam. Terus mengalir mengajarkan kebijaksanaan. Satu-satu. Meski pun deru mesin-mesin yang diparaf dari atas meja Jakarta, sering menyodorkan kesunyian hati. Juga kekosongan.
Mait karewau dahulu ukui, kata kepala suku sembari mnyodorkan botol ketan merah ke-tiga. Menarik kerbau sama halnya dengan membuat kerbau itu berjalan mundur. Dan itu yang sedang terjadi. Kita gemar menjadi orang asing dengan segala kegamangan.
Di deretan SPBU Pontianak, berderet kendaraan di pinggir jalan. Mengantri solar atau bensin jadi rebutan pabrik-pabrik. Tak jauh dari sana, terpajang poster mencolok, "Premium Hanya Untuk yang Tidak Mampu." Tapi siapa yang mampu?
Bangsat! Tane bangkang puang karasa andrau ka'i, dulang penu puang karasa andrau uran! Sudah tahu tidak mampu, tapi tetap saja disuruh antri dan bayar! Uh! Gadis Dayak itu menyulam kain kusut, di beranda gereja tengah hutan. Ribuan pemain drum, gedebugan di rongga dadaku.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews