Profesor Ember dan Batu-batu Besar

Bila Anda mengisi hidup Anda dengan hal-hal kecil, semacam kerikil dan pasir terlebih dulu, maka hidup Anda akan penuh dengan hal-hal kecil, yang merisaukan.

Minggu, 25 Agustus 2019 | 21:37 WIB
0
517
Profesor Ember dan Batu-batu Besar
Ilustrasi batu (Foto: Facebook/Sunardian Wirodono)

Syahdan pada suatu minggu mendung, seorang Profesor memberi kuliah tentang manajemen waktu, pada para mahasiswa MBA. Ia seorang profesor yang antik, unik, dan tidak cantik. Cara ngajarnya saja yang asyik. Termasuk memberi kuliah pada hari Minggu.

Dengan penuh semangat, beliau berdiri di depan kelas dan berkata, "Okay, sekarang waktunya untuk quiz."

Beliau mengeluarkan ember kosong dan meletakkannya di meja. Rasa-rasanya, cuma beliau satu-satunya, profesor yang ngajar dengan membawa ember dari rumah. Karena bukan Prof. Faruk atau Prof. Suminto dan Prof Sumanto, namakan saja beliau Profesor Ember.

Beliau mengisi ember tersebut dengan batu sebesar kepalan tangan. Mengisi terus, hingga tak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan.

Beliau bertanya. "Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?"

Semua siswa serentak menjawab, "Ya..!"

Profesor Ember bertanya kembali, "Sungguhkah demikian?"

Kemudian, beliau mengeluarkan sekantung kerikil kecil (darimana sih beliau membawa semua benda-benda itu? Ssst, jangan ewet, nikmati inti dongengnya). Beliau menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember, lalu menggoyang-goyang ember hingga kerikil-kerikil itu turun, mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu sekepalan tangan yang bertindihan mencipta rongga.

Kemudian sekali lagi, beliau bertanya pada kelas, "Nah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"

Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab ragu, "Mungkin, tidak, atau belum."

"Bagus sekali," sahut Profesor Ember itu. Kemudian, beliau mengeluarkan sekarung pasir, dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil.

Sekali lagi beliau bertanya pada kelas, "Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"

"Belum!" sahut seluruh kelas. Kini lebih tegas.

Sekali lagi beliau berkata, kayak Pak Tino Sidin, "Bagus. Bagus sekali."

Kemudian beliau meraih botol berisi air, dan mulai menuangkan air ke dalam ember, sampai permukaan air menyentuh bibir ember. Profesor Ember menoleh ke kelas, dan bertanya, "Tahukah kalian, apa maksud ilustrasi ini?"

Seorang mahasiswa, dengan semangat mengacungkan jari, "Maksudnya, adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga, pasti kita bisa mengerjakannya."

Profesor Ember tercenung sejenak, namun ia menggelengkan kepala, "Mmmm, no. Bukan itu... Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari ilustrasi mengajarkan pada kita bahwa, bila Anda tidak memasukkan batu besar terlebih dahulu, maka Anda tidak akan bisa memasukkan semuanya."

Para mahasiswa saling toleh, karena kalau saling pukul namanya barbar.

"Apa maksud batu besar dalam hidup Anda?" tanya Profesor Ember, "Cobalah lihat, hidup rumah tangga Anda. Atau pasangan Anda. Anak-anak Anda. Pendidikan Anda. Hal-hal yang penting dalam hidup Anda. Mengajarkan sesuatu pada orang lain. Melakukan pekerjaan yang Anda cintai. Waktu untuk diri sendiri. Kesehatan Anda. Teman Anda. Atau semua yang berharga. Itu semua, adalah batu-batu besar yang Anda perlu masukkan ke dalam ember kehidupan Anda. Memasukkan batu besar pertama kali, atau Anda akan kehilangan semuanya?"

Ruang kelas senyap, tapi isi kepala para mahasiswa berdenging-denging.

"Bila Anda mengisi hidup Anda dengan hal-hal kecil, semacam kerikil dan pasir terlebih dulu," kata Profesor Ember, "maka hidup Anda akan penuh dengan hal-hal kecil, yang merisaukan, dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian Anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya Anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting."

Kelas hening. Lebih banyak karena nggak mudeng.

***