Selasa sore (12/3/2019) saya diterima oleh Wakil Menteri Luar Negeri A.M Fachir di ruang kerjanya di Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Saya melaporkan mengenai penugasan baru saya di Jakarta. Banyak arahan yang disampaikan untuk mengantar penugasan saya.
Di akhir pertemuan saya diberi sebuah buku "Permata dari Surga: Potret Kehidupan Beragama di Indonesia".
Buku cetakan kedua yang diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik, Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (IDP) Kemlu pada 2016 ini merupakan buku yang pembuatannya digagas oleh Wamen AM Fachir saat masih menjabat sebagai Dirjen IDP.
Melalui buku ini, Kemlu ingin memberikan informasi komprehensif, obyektif, dan kritis tentang profil kehidupan umat beragama di Indonesia. Fokus utamanya memotret hal-hal unik dan menarik tentang pola kehidupan yang rukun, harmonis, dan penuh kedamaian di antara pemeluk agama di Indonesia.
Untuk itu, Kemlu bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan penelitian dengan konsep relasi dan tolerandi dalam ajaran agama-agama besar di Indonesia: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Adapun kerangka pendekatan yang digunakan adalah dengan menimbang bahwa konflik antara penganut agama tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor internal agama, melainkan juga faktor-faktor non-agama seperti kesenjangan ekonomi, akses ke lapangan kerja, perebutan posisi dan kedudukan politik atau jabatan di pemerintahan. Melalui pendekatan ini maka secara teoritis bisa ditegaskan bahwa agama bukanlah pemicu konflik.
Seperti laiknya sebuah buku yang disusun kalangan akademisi, selalu ada bagian yang mengkaji kerangka teoritis tentang isu yang akan dibahas dan ada bagian yang membahas aspek praksis.
Untuk itu, tidak heran jika penulisan dalam buku ini kemudian dibagi dalam dua bagian, pertama membahas kajian teoritik dan kedua membahas aspek praksisnya.
Dalam kajian teoritik dibahas antara lain mengenai pengertian agama dan unsur-unsurnya, sejarah masuknya agama-agama besar ke Indonesia, toleransi dan hubungan antar agama serta faktor pendukungnya dan tantangan yang dihadapi.
Sementara dalam pembahasan aspek praksis dibahas pelaksanaan toleransi dan hubungan antar agama di Jakarta, Semarang, Bali, Bangka Belitung, dan Pontianak serta hubungan dengan Negara.
Dalam memotret toleransi dan hubungan atar agama di kota dan provinsi tersebut di atas, para peneliti antara lain mengunjungi beberapa rumah ibadah atau lokasi yang diperkirakan menjadi salah satu titik awal tempat bertemunya para penganut agama yang berbeda.
Di Jakarta misalnya, diceritakan mengenai sejarah Klenteng Toapekong Ancol atau Vihara Bahtera Bhakti Ancol yang didirikan sekitar tahun 1650 Masehi. Tempat ibadah umat Budha yang masih berdiri kokoh ini menjadi saksi hubungan baik Tiongkok - Pasundan di tepi Pantai Ancol.
Klenteng tersebut menjadi tempat peribadatan umat Budha, Khonghucu, Tao, sekaligus tempat ziarah bagi umat Islam di Betawi tempo dulu dan kini. Penyebabnya adalah adanya sejumlah makam tokoh Sunda yang beragama Islam di dalam lokasi klenteng.
Menurut tim penulis, hal tersebut membuktikan bahwa klenteng tersebut menjadi wadah bersatunya unsur Islam dan non-Islam. Klenteng bukan hanya tempat untuk beribadah, tempat orang berziarah ke kuburan orang Muslim, tetapi juga sebagai wadah persatuan antara unsur-unsur beragama di dalamnya. Islam dan penganut Buddha, Islam dan penganut Konghucu dapat saling bekerja sama satu dengan yang lainnya.
Di Bangka Belitung, masyarakat lintas iman yang rukun dan damai diperlihatkan antara masyarakat Melayu yang beragama Islam dengan masyarakat pendatang keturunan Tionghoa.
Hal ini tidak terlepas dari memori kolektif yang terpahat dalam sejarah Bangka, dimana orang-orang Melayu, dalam hal ini diwakili Depati Amir, bisa bekerja sama dengan para buruh tambang Tionghoa dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan.
Di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang tengah dihadapkan pada beragam cobaan dan terkotak-kotak karena pilihan politik pemilihan presiden, kehadiran buku "Permata Dari Surga: Potret Kehidupan Beragama di Indonesia" menjadi sangat penting dan bermanfaat sebagai salah satu referensi dalam memahami potret kerukunan dan keberagaman di Indonesia.
Potret tentang Indonesia sebagai negara multietnis dan multikultural dimana masyarakatnya memandang perbedaan itu indah dan bagian inheren dalam kehidupan yang perlu dipelihara.
Melalui buku ini kita juga bisa memahami bahwa Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara merupakan aktualisasi nilai-nilai dari kebutuhan untuk memelihara kerukunan dalam bangsa yang multikultural. Nilai-nilai tersebut hidup dalam keseharian masyarakat Indonesia dan tetap mesti dipelihara dari hari ke hari.
Karena itu, pengembangan budaya dialog, toleransi serta saling memahami antar umat beragama dan antar peradaban menjadi hal yang patut diperhatikan dan terus dikembangkan.
Hal ini perlu untuk menghilangkan kecurigaan dan kesalahpahaman antar agama dan budaya, dan mempromosikan harmoni serta kerjasama di tengah-tengah perbedaan dan keanekaragamaman.
***
Catatan: Judul asli artikel ini "Permati dari Surga, Potret Kehidupan Beragama di Indonesia", tayang di Kompasiana.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews