Andika, kelahiran 21 Desember 1964, dianggap sejumlah kalangan internal TNI, banyak diuntungkan lantaran menjadi menantu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Kehormatan (Purn) AM Hendropriyono. Pada Mei 2014, Hendropriyono menjadi tim sukses pasangan Jokowi – Jusuf Kalla.
Hendro saat itu aktif di PDIP. Kini ia berada di partai besutan Try Sutrisno dan Edi Sudradjat, PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia). Partai pecahan Golkar, usai kekalahan Edi Sudradjat dari Akbar Tandjung, di awal era reformasi 1998-1999.
Hendro kini tetap menjadi pendukung calon presiden dan wakil presiden Jokowi dan Maruf Amin. Hal-hal itu pula yang diduga menjadikan Andika sebagai jenderal bintang empat dalam usia relatif muda, 54 tahun.
Kondisi tersebut mirip dengan Hadi Tjahjanto. Bahkan, Hadi menjadi marsekal bintang empat, pada usia 53 tahun lebih dua bulan, pada Januari 2017 lalu. Saat itu ia menjabat sebagai KSAU. Kemudian menjadi Panglima TNI pada usia 54 tahun, lebih satu bulan.
Kontroversi meroketnya karier Andika dan juga Hadi, dimulai saat Jokowi menjadi presiden pada Oktober 2014 lalu. Baru beberapa hari dilantik, Jokowi meminta Andika menjadi Komandan Paspampres menggantikan Mayjen Doni Monardo. Doni dimutasi menjadi Komandan Jenderal Kopassus.
Padahal calon kuat pengganti Doni sebagai Komandan Paspampres saat itu, Wadan Paspampres, Brigjen (Marinir) Guntur Irianto Cipto Lelono. Sama dengan Doni, Guntur lulusan AAL 1985.
Nama Guntur sudah masuk dalam Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) untuk menjadi Komandan Paspampres. Panglima TNI saat itu Jenderal Moeldoko, tak berdaya. “Andika atas permintaan Presiden Jokowi,” jawab Moeldoko saat ditanya wartawan.
Lompat kodok
Di situ awal mula Jokowi ‘cawe-cawe’ ke lembaga TNI. Di situ pula nama Andika mengorbit bagai meteor. Guntur ‘didepak’ menjadi Gubernur AAL. Padahal Andika belum setahun promosi menjadi bintang satu (brigjen).
Dia menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) menggantikan Brigjen Rukman Ahmad, November 2013. Rukman (Akmil 1986 / Zeni) kemudian mendapatkan mutasi pemantapan menjadi Kasdam Wirabuana. Hingga kini, Rukman masih berpangkat brigjen.
Umumnya, Kadispenad dipromosikan menjadi Kasdam atau jabatan bintang satu lainnya. Tetap dalam jabatan pemantapan bintang satu. Bukan langsung promosi menjadi bintang dua, seperti yang terjadi pada Andika. Lompat ‘kodok’ menjadi Komandan Paspampres dan naik pangkat menjadi bintang dua.
Sebenarnya Doni juga pernah mendapatkan keistimewaan yang sama. Dari Wadanjen Kopassus menjadi Komandan Paspampres, jabatan bintang dua. Wadanjen Kopassus jabatan pertama Doni sebagai perwira tinggi bintang satu (brigjen).
Di TNI, umumnya bintang satu naik menjadi bintang dua (mayjen), paling cepat sekitar 1,5-2 tahun. Bukan kurang dari satu tahun, seperti Andika. Doni sekitar satu tahun lebih sedikit naik menjadi mayjen. Andika tentu tidak salah, karena ia tidak meminta promosi secepat itu menjadi mayjen.
Sekitar 1,5 tahun menjadi Danpaspampres, Andika mendapatkan mutasi pemantapan jabatan mayjen, menjadi Pangdam Tanjungpura di Kalimantan Barat. Di situ ia seperti alumni Akmil 1987 lainnya yang menjadi pangdam.
Sebenarnya ada tujuh orang yang cukup menonjol di Akmil 1987. Selain Andika, ada Herindra, dan AM Putranto. Selain itu Pangdam Udayana, Mayjen Benny Susianto (Infanteri); Pangdam Pattimura, Mayjen Suko Pranoto (Infanteri), dan Pangdam Sriwijaya, Mayjen Irwan Zaini (Zeni).
Ada pula, Mayjen Kustanto Widiatmoko (Kavaleri / Staf Khusus Panglima TNI). Bahkan Kustanto menjadi alumni Akmil 1987 pertama yang meraih bintang satu.
(Bersambung)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews