Presiden Soeharto gundah. Ia menatap ajudannya Kolonel (Zeni) Try Sutrisno yang akan mendapat promosi menjadi Kasdam Udayana. Pada 1978 itu, Presiden mengumpulkan para pimpinan TNI. Ia mendapatkan laporan dari Panglima ABRI, Jenderal M Jusuf.
Diungkapkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun ke depan, TNI akan mengalami defisit perwira tinggi. Sebab pada 1983, para perwira generasi 1945 memasuki pensiun, 55 tahun. Para perwira tinggi hasil didikan Akmil Yogyakarta, lulusan pertama (1945-1948) dan lulusan kedua (1946-1950) akan pensiun dari dinas militer pada 1983.
Lalu siapa yang akan memimpin TNI pada 1983 hingga 1988? “Akan dilakukan percepatan bagi lulusan Akmil Bandung dan Magelang, segera menjadi perwira tinggi bintang satu pada tahun 1979 dan 1980,” demikian salah satu keputusan rapat Presiden Soeharto dengan para pimpinan ABRI (TNI/Polri) pada 1978 itu.
Maka pada 1979 itu muncul generasi penerus TNI lulusan Akmil Bandung 1959 dan Akmil Magelang 1960 menjadi brigadir jenderal. Mereka adalah Brigjen Try Sutrisno (Akmil Bandung 1959) menjadi Pangdam Sriwijaya dan Brigjen Soegiarto (Akmil Magelang 1960).
“Mereka sudah waktunya menjadi brigadir jenderal walau usianya masih di bawah 45 tahun,” kata Jenderal M Jusuf, saat laporan korps kenaikan pangkat Try dan Soegiarto menjadi brigjen.
Setelah itu pada 1980-1981, lulusan Akmil Bandung 1956-1962 dan Akmil Magelang 1960-1961 menduduiki posisi jabatan bintang satu. Antara lain Ary Bandyoko, Samsudin, I Gede Awet Sara (Akmil Bandung). Dari Akmil Magelang, antara lain Edi Sudradjat, Feisal Tanjung, dan Sahala Rajagukguk.
Mereka kemudian dipercaya menjadi para panglima Kodam. Dalam usia 50 tahun mereka dipercepat menjadi mayjen untuk menduduki posisi pangdam dan para asisten KSAD.
Akmil Vacum
Persoalan dilakukannnya percepatan pada 1979, pangkalnya karena Akmil Yogyakarta, tidak membuka pendidikan lagi akibat agresi militer I dan II Belanda pada 1947 hingga 1949. Para taruna itu pun terpaksa harus bertempur menghadapi tentara Belanda dan sekutu.
Angkatan ketiga, usai agresi militer dibuka pada 1950, namun hanya terdiri dari tujuh kadet. Akhirnya mereka digabungkan dengan penerimaan tahun 1951. Mereka disebut sebagai lulusan ketiga Akmil Yogyakarta. Namun mereka tidak sekolah di Yogyakarta, melainkan disekolahkan ke Akmil Breda, Belanda. Mereka mengikuti pendidikan pada 1951-1955/1956. Satu di antaranya adalah Rudini.
Sebenarnya ada juga Akademi Militer Tangerang bersamaan dengan Akmil Yogyakarta pada 1945, namun akademi tersebut tidak dilanjutkan. Sebagian taruna, guru militer dan para komandannya tewas dalam pertempuran tidak seimbang dengan tentara Jepang di Tangerang.
Kekosongan akibat tidak adanya lagi Akmil Yogyakarta dan Akmil Tangerang, diisi oleh sekolah-sekolah perwira lainnya. Di Bandung pada Oktober 1950, dibentuk Sekolah Perwira Genie Angkatan Darat (SPGIAD). Kadet sekolah ini dididik selama dua tahun. Lulus dengan pangkat Capa (calon perwira) Zeni. Satu tahun para capa ini naik pangkat menjadi letnan dua. SPZIAD hanya menghasilkan dua lulusan.
Kemudian dinaikkan statusnya menjadi Akademi Genie Angkatan Darat (AGIAD). Kata Genie selanjutnya diubah menjadi Zeni. Jadilah, Akademi Zeni Angkatan Darat (AZIAD) dengan masa pendidikan tiga tahun.
Pendidikan pertama tahun 1952-1953. Lulusan pertama AZIAD tahun 1956. Lulusan 1956, 1957, 1958, 1959, 1960, dan 1961 dilantik menjadi letnan dua zeni. Pada 1956 diubah namanya menjadi Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Lulusan 1962, 1963 dan 1964 menghasilkan letda korps zeni (teknik konstruksi), letda korps perhubungan (teknik komunikasi elektro) dan korps peralatan (teknik mesin). Total menghasilkan delapan angkatan (1956-1964).
Pada 1957 itu Akmil kembali dibentuk. Namun bukan di Yogyakarta lagi, melainkan di Magelang. Maka pada 1960, Atekad Bandung diubah namanya menjadi Akmil Jurusan Teknik (Jurtek). Maka lulusan AGIAD/AZIAD/Atekad/Akmil Jurtek disebut pula sebagai lulusan Akmil. Dilakukan penyatuan Akmil Jurtek Bandung dengan Akmil Jurusan Tempur (Jurpur) Magelang, terdiri: Korps Infanteri, Korps kavaleri, dan Korps Artileri (Medan dan Arhanud).
Sesungguhnya, selain SPGIAD, Januari 1951 juga dibentuk pula Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat (P3AD) untuk Korps Infanteri. Kadet sekolah ini juga dididik selama dua tahun. Mereka lulus dan dilantik dengan pangkat Capa Infanteri.
Pada 1978 saat Presiden Soeharto merancang pemimpin TNI ke depan, ada seorang lulusan P3AD tahun 1952 yang sudah perwira tinggi, Mayjen LB Moerdani (Benny). Ia menjabat sebagai asisten intelijen Hankam. Sedangkan lulusan Akmil Breda Belanda, ada Brigjen Rudni. Ia menjabat Panglima Kodam Merdeka di Sulawesi Utara.
Sementara lulusan Akmil Bandung 1956-1960 rata-rata berpangkat kolonel zeni. Begitu juga Akmil Magelang 1960-1961 yang tertinggi berpangkat kolonel.
Jadi, baik LB Moerdani, Rudini, Try Sutrisno, Soegiarto, maupun Edi Sudradjat, sudah dipersiapkan Presiden Soeharto. Dipersiapkan 7-10 tahun sebelumnya untuk menjadi pimpinan TNI.
(Habis)
***