Menurunnya popularitas Egianus Kogoya sebagai pimpinan KST karena masyarakat sadar bahwa perbuatannya salah dan ia hanya bisa melakukan tindak kriminal.
Egianus Kogoya, gembong kelompok separatis dan teroris (KST) Papua terus kehilangan pendukung dan popularitasnya. Menurunnya popularitas gembong KST sangat baik karena menunjukkan bahwa separatis Papua hanyalah isapan jempol yang sulit dibuktikan.
Perdamaian di Papua terusik oleh ulah KST yang ingin membuat Republik Federal Papua Barat, padahal perbuatan mereka jelas salah karena tidak ada hukum yang mendukung sebuah negara di dalam negara. Parahnya lagi, KST membujuk masyarakat sipil agar jadi pendukung. Jika warga tidak mau maka akan diteror agar menurut pada kelompok separatis tersebut.
Berbagai teror, ancaman, dan bujuk-rayu KST akhirnya membuat masyarakat muak dan mereka malah antipati terhadap kelompok tersebut. Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menyatakan bahwa Egianus Kogoya sebagai gembong KST mulai kehilangan popularitas, tidak seperti di tahun 2018 lalu ketika namanya dibicarakan seantero Papua, karena menembaki karyawan Istaka Karya.
Stanislaus melanjutkan, turunnya popularitas Egianus Kogoya karena 2 hal. Pertama karena adanya tekanan dari aparat keamanan. Sedangkan yang kedua adalah pendukungnya mulai berkurang. Dalam artian warga yang sebelumnya pro KST sadar bahwa perbuatannya salah, atau yang selama ini tertekan oleh kelompok tersebut sudah lelah dan akhirnya berani melawan.
Egianus Kogoya sebagai pentolan KST selama ini mencitrakan diri sebagai hero, hal ini untuk menarik simpati warga sipil Papua. Padahal yang dilakukannya jelas salah. Pertama ia menembak semuanya, mulai dari masyarakat biasa, pendatang, sampai aparat keamanan. Alasannya adalah warga tersebut adalah mata-mata, padahal ia hanya orang biasa, tetapi nasibnya mengenaskan karena ditembak oleh KST.
Masyarakat sudah muak dengan segala tingkah laku KST sehingga mereka mundur teratur dan tidak mau diatur-atur oleh kelompok separatis tersebut. Mereka tidak mau untuk selalu berada di bawah tekanan dan ancaman dari kelompok separatis, karena sebagai WNI seharusnya sama-sama merdeka dan tidak disuruh-suruh. Apalagi dipaksa untuk mendukung kelompok pemberontak, mereka lari ke pos aparat agar tak lagi ditekan oleh KST.
Apalagi KST melakukan segala tindak kriminal selain meneror warga sipil, seperti menembaki orang-orang (bahkan yang berprofesi penting seperti guru dan tenaga kesehatan), merusak fasilitas umum, dan menyalahgunakan dana desa. Perbuatan jahat ini jelas salah dan mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di dalam bui.
Surutnya pendukung KST juga terjadi karena mereka sudah berbuat keterlaluan dengan membakar sekolah, padahal pendidikan juga penting demi masa depan putra Papua. Kalau mereka ingin merdeka mengapa malah anti pendidikan? Bukannya nanti malah dengan mudah dibodohi karena tidak pernah makan sekolahan sehingga logikanya tidak berjalan.
Pemerintah memang ingin memberantas KST dengan segala upaya. Pertama, Satgas Nemangkawi yang bertugas di Papua akan terus diperpanjang, karena sudah terbukti ampuh dalam menangkap para anggota KST sampai ke markasnya.
Kedua, ada pendekatan humanis sehingga masyarakat sadar dan tak lagi mendukung KST, karena kemerdekaan yang mereka tawarkan hanya mimpi di siang bolong. Jika ada Papua merdeka, bagaimana bisa Egeanus memimpin sebuah negara? Ia tak punya kemampuan sebagai pemimpin dan negarawan.
Sedangkan yang ketiga adalah pendekatan kesejahteraan. Masyarakat Papua diberi fasilitas dan infrastruktur sehingga hidupnya sejahtera. Mereka akan tenang dan tidak mau jika dibujuk oleh KST.
Menurunnya popularitas Egianus Kogoya sebagai pimpinan KST karena masyarakat sadar bahwa perbuatannya salah dan ia hanya bisa melakukan tindak kriminal. Mereka tidak mau jika diajak untuk mendukung KST dan OPM karena memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews