Bahkan pemerintah melakukan pelabelan produk ‘halal’ secara gratis bagi UMKM. Hal ini tentu menjadi persoalan serius bagi eksistensi MUI.
‘Hubungan buruk’ MUI dengan Jokowi bukan tanpa sejarah. Karena di jaman SBY, MUI dimanjakan dalam hal pendanaan untuk penunjang kegiatan. Bahkan di jaman SBY (dengan ketua Ma’ruf Amien waktu itu), pernah mengajukan anggaran dana sebesar Rp30 milyar pertahun untuk penujang kegiatan MUI.
Anggaran itu akhirnya disepakati menjadi Rp10 milyar, tetapi di jaman Jokowi dipangkas menjadi Rp3 milyar. Itu pun di jaman Din Syamsuddin mesti ditagih-tagih, karena dalam beberapa bulan berjalan anggaran belum juga dicairkan.
Senyampang itu, beberapa otoritas MUI makin dipreteli, kaitannya dengan pemberian label ‘halal’ yang perlahan diambil alih pemerintah.
Bahkan pemerintah melakukan pelabelan produk ‘halal’ secara gratis bagi UMKM. Hal ini tentu menjadi persoalan serius bagi eksistensi MUI.
Meskipun di sisi lain, dalam soal keuangan, kaitannya dengan pertanggungjawaban dan akuntabilitas publik, MUI sama persis dengan para aktivis kotak amal, yang juga tak jelas pertanggungjawabannya.
Bisa ditanyakan pada berbagai kantor agama di seluruh Indonesia, atau langsung ke Kementrian Agama Republik Indonesia, apakah penggunaan uang yang didapat dari bantuan Pemerintah dilaporkan secara akuntabel?
Sila BPKP atau KPK memeriksanya jika berani. Kalau MUI adalah lembaga publik, apalagi anggotanya mengklaim sebagai ulama, bisakah kita bicara mulai dari sisi ini?
Nggak usah yang muluk-muluk mengenai rahasia langit. Rahasia keuangannya saja, Karena uang negara, antara lain juga dari uang rakyat. MUI selalu menolak jika keuangan lembaganya diaudit.
Selengkapnya di sini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews