Saya yakin, alasan ayah mengharamkan main gitar terhadap saya dan para santri dulu adalah agar kami bisa konsentrasi belajar. Dan saya tidak menyesali larangan itu.
Menonton unggahan Gus Achmad Ubaidillah Albantany yang sedang memainkan gitar dengan indah di akun FB-nya, terus terang saya iri. Iri bukan main. Tetapi apa daya. Saya sama sekali tidak bisa main gitar.
Sejak dulu saya ingin bisa bermain gitar, tetapi keinginan itu tidak pernah terwujud. Ketika melihat seseorang bisa memetik gitar dengan lihai, saya, terus terang, sangat iri.
Kesan saya, ketika seseorang memainkan senar gitar dengan begitu lihai, orang-orang di sekitar akan terpikat olehnya.
Dia menjadi pusat perhatian. Apalagi jika yang ada di sekelilingnya itu adalah para "fatayat" alias para gadis. Rasanya saya iri sekali pada seseorang yang menjadi perhatian para "fatayat" dalam momen seperti itu.
Kenapa saya tidak bisa main gitar? Alasannya: karena ayah saya dulu mengharamkannya.
Hingga saya berumur 20-an, saya melihat gitar dengan perasaan aneh: antara ingin menyentuh dan memainkannya, tetapi takut karena larangan dari ayah saya.
Saya yakin, alasan ayah mengharamkan main gitar terhadap saya dan para santri dulu adalah agar kami bisa konsentrasi belajar. Dan saya tidak menyesali larangan itu.
Saya merasa beruntung, dengan sikap ayah saya yang keras itu, saya bisa mencurahkan seluruh pikiran dan waktu pada satu hal saja: ngaji kitab berbahasa Arab.
Jika saya sekarang menguasai kitab-kitab berbahasa Arab, jelas itu semua berkat pendidikan ayah yang "keras" dan spartan pada saat itu.
Tetapi, saya tidak mengharamkan main gitar kepada anak-anak saya. Meskipun tak ada satupun dari mereka yang tertarik menyentuh gitar.
Aneh ya. Saya yang dulu tertarik pada gitar, tak berani menyentuh karena diharamkan oleh orang tua. Sementara anak saya tidak tertarik pada gitar padahal saya tidak mengharamkannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews